MENGEMBANGKAN
ANTI KEKERASAN BERBASIS GENDER MELALUI KURIKULUM KAMPUS MERDEKA
Oleh:
Hariadi
Ahmad, M.Pd
Dosen
Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi
Universitas Pendidikan Mandalika
Kekerasan
fisik, pemerkosaan, hamil diluar nikah, aborsi, pengancaman secara psikis, yang
paling banyak terjadi dilingkungan lembanga Pendidikan tidak luput juga terjadi
di perguruan tinggi, kekerasan fisik dan Psikis ini sering dilakukan oleh Dosen
ke mahasiswa, mahasiswa ke sesama mahasiswa, bahkan mahasiswa ke Dosen. Kekerasan
fisik dan psikis dalam dunia Pendidikan perlu penaganan yang lebih serius, sebagai
upaya pencegahan kekerasan yang bersifat secara fisik dan psikis berbasis
gender dilingkungan perguaruan tinggi dapat dilakukan melalui pengembagan
kurikulum merdeka belajar kampus merdeka. Dalam belajar medeka kampus merdeka bagi
perguruan tinggi ditekankan pada pengembangan soft skills maupun hard
skills pada delapan aspek yaitu Magang/Praktek Kerja, Assiten Mengajar di
Satuan Pendidikan, Penelitian/Riset, Proyek Kemanusiaan, Kegiatan Wirausaha,
Studi/Proyek Independen, Membangun Desa/Kuliah Kerja Nyata Tematik, dan
Pertukaran Pelajar. Selain pengembangan delapan aspek diatas tujuan yang paling
penting dalam Belajar Merdeka Kampus Merdeka pada lulusan adalah tercapainya
inti dasar Pendidikan yaitu Ahlak Mulia yang ditunjang pada pengembangan
Spritualitas, Nilai-nilai kehidupan, Pengetahuan, Keterampilan, sikap mental
dan etika profesi.
Selain
delapan aspek dan inti dasar capaian Pendidikan diatas yang menjadi tolak ukur
dalam pengembangan merdeka belajar kampus merdeka baik di sekolah atau
diperguaruan tinggi, maka ada keterampilan yang perlu dikembangkan dalam
mengatasi kekerasan terutama dalam kekerasan berbasis gender pada perguaruan
tinggi, antara lain; Empati, Kolaborasi dan kerjasama, dan Semangat Juang dan
Tanggung Jawab.
Empati
Empati
merupakan pemahaman seseorang individu untuk dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain dan memunculkan suatu tindakan positif untuk membantu seseorang
melalui sebuah komunikasi dan perilaku. Empati terbentuk atas pengalaman yang disempurnakan
dari hasil pembelajaran sosial yang berupa pengalaman pribadi, kepribadian dan
perkembangan moral, empati juga dapat dimunculkan melalui proses komunikasi verbal
dan nonverbal, respon perasaan yang dimunculkan oleh seseorang kepada orang lain
serta kemampuan untuk berfikir dan merasa diri ke dalam kehidupan batin orang
lain. Empati dalam arti luas mengacu pada respon individu terhadap orang lain sehingga
seseorang yang berempati sesaat melupakan atau kehilangan identitas dirinya. Salah
satu contoh empati dalam bentuk tindakan berupa gambar dibawah yang dimana
mahasiswa inklusi yang sedang disuapi makanan.
Kolaborasi,
Kerjasama
Keterampilan
kolaborasi atau kerjasama sangat perlu dikembangkan pada mahasiswa dalam menjalankan
tugas dan fungsi sehingga setelah mereka lulus menjadi terbiasa dalam berkolaborasi
dan bekerjasama dengan tim dalam sebuah pekerjaan, dengan kolaborasi tertanam
nilai-nilai partisipasi, tanggung jawab, tujuan yang masuk akal, memecahkan
masalah, perbedaan pendapat, mengetahui kemampuan diri. Dengan keterampilan
kolaborasi maka akan terbentuk kepribadian individu yang menghormati orang
lain, pengakuan diri, rasa memiliki, menghormati keputusan bersama, bertanggung
jawab, dan percaya diri.
Semangat Juang dan Tanggung Jawab
Semangat
juang merupakan keinginan atau kemauan individu dalam melakukan sesuatu yang
diinginkan dengan sebaik-bainya serta bersipat positif untuk dirinya dan
lingkungannya. Semangat juang inilah yang perlu dikembangkan pada mahasiswa
melalui kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikampus dan
luar kampus sehingga hasil yang diperoleh dari hasil belajar dapat dipertangungjawabkan
terhadap diri sendiri, masyarakat dan Tuhan.
Mataram, 3 Desember 2020.