Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

December 24, 2018

FORMAT KONSELING REBT 2






Nama:                                                                                    Tanggal:



C Konsekuensi:

Konsekuensi emosi yang tak diinginkan (Keti):





Konsekuensi perilaku yang tak diinginkan (Kopti):






A Aktivator







B Keyakinan: keyakinan irasionalnya adalah:













D Pendebatan (Berdebat dan menantang keyakinan tidak logis yang dikenali):
(Ingat berdebat adalah "sedang diadili keyakinan. Di mana bukti untuk mendukung keyakinan itu? Dapatkah Anda MEMBUKTIKAN ITU! Apakah pemikiran itu membantu Anda merasakan dan bertindak lebih baik dan dalam cara yang lebih sehat? Apakah Anda mengatakan pada diri anda mengenai kebenaran berdasar fakta, atau hanya sekumpulan sampah dan kepalsuan yang mengalahkan? Gunakan format logis, praktis untuk memperdebatkan.)











E Keyakinan yang efektif (atau tingkatkan keyakinan rasional baru yang Anda buat setelah debat efektif dan membuktikan ketidakbenaran dari keyakinan tidak logis):





F Perasaan (perasaan yang menyertai keyakinan rasional):







G Tujuan dapat  Anda capai dengan pemikiran rasional:
                   








                               

December 19, 2018

PENDEKATAN KONSELING GESTALT MATERI KULIAH

NAMA PENDEKATAN
Pendekatan yang dibahas dalam resume ini adalah pendekatan konseling gestalt.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Pendiri dan pengembang utama konseling Gestalt adalah Frederich (Fritz) Salomom Perls yang dilahirkan pada tahun 1893 di Berlin, Jerman. Konseling Gestal yang terkenal dengan Gestalt Therapy dikembangkan Fritz Perlssejak awal tahun 1940-an yang ditandai dengan terbitnya buku dengan judul Ego, Hunger, and Aggression (1942). Judul buku tersebut merefleksikan pemikiran holistic awal Perls, yaitu ego merefleksikan pikiran, kelaparan merefleksikan perasaan, dan agresi merefleksikan tingkah laku.
Konseling Gestalt berkembang dari pengalaman Perls dalam praktik pemberian bantuan terhadap klien-kliennya, Perls merasa tidak puas terhadap pelaksanaan psikoanalisis yang dianggapnya kurang produktif. Disamping itu, karena pengaruh psikologi gestalt, maka Perls mulai mengembangkan pendirian yang berbeda dari pandangan psikoanalisis yang selama ini dipraktikkannya. Hal ini terjadi ketika ia masih tinggal di Afrika Selatan. Karena tempat awal berkembangnya konseling Gestal ini jauh dari pusat pertumbuhan keilmuan, maka pendekatan ini tidak segera dikenal oleh banyak kalangan. Setelah perls pindah ke Amerika Serikat, pendekatan ini sedikit demi sedikit popular baik melalui lembaga pelatihan maupun buku-buku yang ditulis, seminar dan lokakarya yang diadakan oleh Perls dan kolega-koleganya. Prestasi konseling Gestalt terjadi utamanya setelah Perls pindah ke California dan bergabung dengan Institut Esalen tahun 1961. Konseling Gestalt ini banyak kalangan yang meminatinya pada tahun 1960an, sehingga prediksi Perls bahwa peminat konseling Gestalt ini akan banyak setelah 20 tahun didirikan terjadi lebih sepuluh tahun lebih awal.
Sejak meninggalnya Perls, konseling Gestalt tumbuh dan berkembang melalui generasi mahasiswa yang dilatih oleh Laura dan Fritz, kemudian melalui generasi kedua yaitu para terapis yang dilatih Laura Perls. Terapis-terapis lain terus dilatih di pusat-pusat pelatihan konseling Gestalt di San Fransisco, Cleveland, New York, Los Angeles, dan San Diego. Sebenarnya setiap kota di Amerika Serikat memiliki sedikitnya satu lembaga pelatihan Gestalt. Konseling Gestalt ini telah digunakan dalam bidang social, pekerjaan probasi, konseling, pendidikan dan kedokteran. Konseling Gestalt dipraktikkan pula dalam konseling individual, kelompok, lokakarya, pasangan hidup, keluarga dan terhadap anak-anak. Oleh karena itu, konseing Gestalt ini dipraktikkan di klinik-klinik, lembaga praktik pribadi, pusat pengembangan pribadi dan lain-lain.
HAKIKAT MANUSIA
Perls memiliki pandangan dasar bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh pengalaman masa lalunya, mampu untuk hidup sepenuhnya pada saat ini dan di sini. Pandangan teori Gestalt yang menarik terhadap manusia adalah sifat holistik dari manusia (Capuzzi dan Gross, 2003:186). Di samping itu, Perls memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk mengatasi lingkungan secara efektif, mengarahkan perkembangan dirinya sendiri dan menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya. Ia meyakini bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk membuat pilihan sehingga tanggungjawab bagi tingkah laku dan pengalaman seseorang secara langsung berada pada diri individu tersebut. Uraian di atas menunjukkan bahwa pandangan Perls terhadap manusia bersifat anti deterministik karena ia menekankan kemampuan manusia dalam mengarahkan tingkah lakunya untuk mengembangkan dirinya.
Secara rinci Passons (1975 dalam Ramli 1999: 10) mengemukakan pandangan para terapis Gestalt mengenai hakikat manusia, yaitu:
1.         Manusia merupakan suatu fungsi yang holistik. Fungsi-fungsi tubuh, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi semua jenis berfungsi secara terpadu.
2.        Manusia merupakan bagian dari lingkungannya dan mereka tidak dapat dipahami secara tepat terlepas dari lingkungannya. Prinsip ini berhubungan dengan pandangan Gestalt bahwa suatu tingkah laku individu hanya dapat dipahami secara bermakna dalam suatu konteks.
3.        Manusia memilih cara bagaimana ia merespon peristiwa eksternal dengan gerakan dan penempatan anggota badan. Manusia adalah actor dan bukan reactor dalam kehidupannya.
4.        Manusia mampu menyadari sepenuhnya terhadap sensasi, pikiran, emosi dan persepsi-persepsinya.
5.        Manusia mampu menyadari pilihan dan dengan demikian ia bertanggungjawab terhadap tingkah-laku karena adanya proses kesadaran diri.
6.        Manusia mempunyai kemampuan untuk hidup secara efektif dan mengarahkan dirinya sendiri melalui potensinya sendiri.
7.        Manusia mengalami dirinya sendiri terutama pada saat ini. Ia mampu mengalami masa lalu dan masa depan pada saat ini dan di sini melalui proses mengingat dan mengantisipasi.
8.        Pada dasarnya individu tidak bisa dikatakan baik atau jahat.
PERKEMBANGAN PERILAKU
Konseling Gestalt tidak memandang manusia sebagai orang baik atau jahat dan berfokus pada saat ini dan di sini. Oleh karena itu berfokus pada perilaku yang sedang dialami konseli saat ini dan mengabaikan alasan atau sebab konseli melakukan perilaku tersebut.
Struktur Kepribadian
Paradigma ilmiah yang membentuk dasar dari pendekatan konseling Gestaltadalah teori dasar dengan pandangan pada organism-lingkungan sebagai dasar dari aktivitas (Shane, 1999b; Yontef & Simkin, 1989 dalam Capuzzi, 2003:186). Dalam perbedaan dengan reductionistic dasar teori berfokus pada lobang, dalam semua elemen yang ditemukan dalam dasar adalah hubungan baik untuk dan pengaruh kepada yang lainnya (Thompson & Rudolph, 2000 dalam Capuzzi, 2003:186).
Konseling Gestalt banyak dipengaruhi oleh Psikoanalisis, Fenomenologis-Eksistensial, dan Psikologi Gestalt. Oleh karena itu, konsep-konsep dasar yang dikembangkan dipengaruhi oleh ketiga sumber tersebut. Adapun konsep dasar yang dikemukakan dalam konseling Gestalt adalah: Aktualisasi diri, Pengaturan diri, Kesadaran, Kontak, Urusan yang tak terselesaikan, Gestalt, Figure – latar belakang, Ketertutupan
Dalam proses pertumbuhan individu, dipengaruhi oleh Self dan Self Image. Self Image merupakan bagian kepribadian seseorang yang menghambat pertumbuhannya sehingga menyimpangkan energi orang tersebut ke arah yang bukan dirinya. Self Image merupakan standar yang diinternalisasikan dalam diri seseorang. Sedangkan Self disebut sebagai bagian yang juga merupakan bagian integral kepribadian. Self berkaitan dengan proses penyesuaian secara kreatif terhadap lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ciri mendasar Self adalah pembentukan dan perusakan gestalt.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
Proses pertumbuhan yang merupakan perubahan dari ketergantungan ke kemandirian adalah suatu hal yang penuh dengan resiko. Individu mengorganisasi dirinya sendiri dan mengadakan hubungan dengan lingkungan secara terus menerus, berhadapan dengan kebutuhan yang saling bersaing dan berbagai kemungkinan dalam membentuk gestalt untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Self – nya berhadapan dengan apa yang secara alamiah ingin ia lakukan, sedangkan Self Image-nya berhadapan dengan keadaan apa yang orang lain katakan atau orang lain lakukan. Keputusan individu untuk berperilaku atas pilihan-pilihan yang ada, akan memposisikan individu dalam kepemilikan pribadi sehat atau pribadi bermasalah.
Pribadi sehat
Dalam proses pertumbuhan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, individu dengan pribadi sehat lebih banyak mengidentifikasi dengan Self dari pada Self Image, artinya ia akan membuat standar sendiri semata-mata berdasarkan siapa dirinya dari pada menggunakan standar eksternal untuk mengatur tingkah lakunya. Dengan hal itu, individu berhasil membentuk dan merusak Gestalt dengan cara mengasimilasikan hal-hal baru dari lingkungan yang diperlukan bagi dirinya dan menolak hal-hal yang tidak diperlukan olehnya. Dalam perkembangannya, individu tersebut memperoleh kesempatan untuk belajar menghadapi frustrasi. Untuk itu, individu tersebut menggunakan proses pengaturan diri secara spontan dan alamiah agar dapat mengarahkan tingkah lakunya. Ia mempercayai dirinya sendiri, berorientasi saat ini dan di sini, percaya terhadap kemampuannya dan bertanggungjawab atas tingkah lakunya sendiri. Secara fungsional, ini merupakan dukungan diri. Hal tersebut melibatkan keyakinan pada kemampuan bawaannya untuk menghadapi lingkungan secara efektif dan melibatkan penerimaan tanggungjawab atas perbuatannya.
Pribadi bermasalah
Konseling Gestalt memandang kepribadian sebagai suatu hasil interaksi individu dengan lingkungan. jika interaksi nya tidak melibatkan pembentukan dan perusakan Gestalt yang tidak penuh maka ia menjadi individu bermasalah. Dalam hal ini, ada sesuatu yang salah bilamana pembentukan Gestalt terhalangi atau terhambat dalam kehidupan seseorang. Hambatan-hambatan tersebut muncul jika individu berusaha mencoba sesuatu yang bukan dirinya, yaitu ketika ia mengidentifikasikan dengan Self Image. Akibatnya, energi individu tersebut dikembangkan untuk mencoba menghalangi kecenderungan pengaturan diri yang alamiah dan tidak diarahkan untuk berinteraksi dan mengasimilasikan lingkungan secara selektif. Pada khususnya, banyak energy dikembangkan dalam menghambar perasaan. Hambatan-hambatan ini merugikan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya dan menyadari serta mengalami saat sekarang secara penuh.
Ada beberapa cara yang digunakan individu untuk menyimpang dari fungsi dan pertumbuhan yang sehat. Semua itu melibatkan identifikasi dengan Self Image. Dirumuskan tingkah laku yang bermasalah dipandang sebagai suatu gangguan pertumbuhan, yaitu penyimpangan dari Self. Empat cara yang digunakan individu untuk menghambat pertumbuhan sehat yaitu:
1)        Proyeksi, merupakan tindakan atau proses pengingkaran bagian diri yang tidak konsisten dengan Self image. Pikiran, perasaan, sikap atau tindakan yang tidak dapat diterima diproyeksikan kepada orang lain. Dengan kata lain, individu cenderung menempatkan cirri-ciri pribadinya kepada orang lain dan menolak cirri-ciri tersebut sebagai bagian dari dirinya.
2)        Introyeksi, merupakan pengambilalihan aspek-aspek orang lain ke dalam diri, khususnya aspek-aspek dari orangtua. Dalam hal ini individu mengadopsi pola-pola tingkahlaku yang diberikan orang lain tanpa adanya asimilasi yang selektif.
3)        Retrofleksi, dalam hal ini energy individu diarahkan keluar dirinya untuk memenuhi penolakan kemudian dipantulkan kembali ke arah individu. Sebenarnya, dalam retrofleksi lingkungan yang dikenai tindakan adalah diri individu sendiri. Retrofleksi terjadi bilamana tingkah laku yang di arahkan kepada orang lain di lingkungannya tidak berhasil dan individu mengarahkan tingkah laku tersebut kepada dirinya sendiri. Selain itu, retrofleksi terjadi karena individu tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan dari orang lain, untuk itu individu memperlakukan dirinya sendiri sebagaimana yang diinginkan orang lain.
4)        Konfluen adalah tidak adanya batas antara diri dan lingkungannya. Seperti saat gembira yang berlebih. Dalam peristiwa konfluen yang kurang ekstrim, individu tidak dapat mentoleransi perbedaan yagn ada pada orang lain dari dirinya dan sebaliknya ia menuntut kesamaan dari mereka.
Manipulasi proyeksi, introyeksi, retrofleksi dan kofluen di atas mengakibatkan individu mengalami berbagai masalah, seperti yang dikemukakan oleh Passons (1975 dalam Ramli, 1999:34) masalah diklasifikasikan menjadi enam jenis yaitu:
1)        Kurangnya kesadaran (Lack of Awareness)
2)        Kurangnya tanggungjawab (Lack of Self-Responsibility)
3)        Kurangnya kontak dengan lingkungan (Lack of Contact with Environment)
4)        Ketidakmampuan melengkapi Gestalt (Inability to Complete Gestalt)
5)        Pengingkaran kebutuhan (Disowning of Needs)
6)        Dikotomisasi dimensi diri (Dichotomizing Dimensions of the Self)
HAKIKAT KONSELING
Konseling Gestalt adalah holistik daripada pengurangan; ini diperhatikan dengan perbedaan dari dan interrelationship pada agian yang membungkus lubang, dari pada menfokuskan pada bagian yang terisolasi dari satu yang lainnya (Shane, 1999b dalam Capuzzi, 2003:187). Konseling Gestalt sebagai suatu pendekatan konseling memiliki karakteristik yang perlu diperhatikan oleh konselor maupun terapis dalam penggunaan pendekatan ini. Karakteristik tersebut adalah
1.        Orientasi afektif – tindakan, artinya dalam proses konseling, hubungan konseling lebih menekankan hubungan afektif antara konselor dan konseli dalam rangka mencapai tujuan perubahan tingkah laku.
2.        Pemusatan pada pengalaman, konseling Gestalt dipusatkan pada pencapaian kesadaran di sini dan saat ini dan mendorong konseli berupaya memperoleh atau mencapai kesadaran tersebut. Sebagai suatu pendekatan eksperiensial, konseling Gestalt tidak berkaitan dengan gejala-gejala dan analisis, melainkan berkenaan dengan integrasi dan keberadaan yang bersifat kesatuan.
3.        Keaktifan, konselor Gestalt cenderung aktif dan menggunakan berbagai teknik yang berorientasi tindakan yang dirancang untuk mengintegrasikan perasaan dan pengalaman konseli.
4.        Pemusatan pada tanggungjawab konseli, konseling Gestalt berpusat pada peningkatan kesadaran konseli untuk bertanggungjawab terhadap tindakan, perasaan dan pikiran termasuk hal-hal yang mungkin tidak disadarinya. Untuk mencapai keadaan tersebut, konselor Gestalt menolak pencarian sebab-sebab tingkah laku, perasaan dan pikiran. Sebagai gantinya, konselor mendorong konseli untuk mencoba aktivitas spesifik yang dirancang untuk meningkatnya kesadaran konseli.
5.        Penekanan pada situasi sekarang dan di sini, bantuan dalam konseling Gestalt dibangun berdasarkan tingkah laku nyata saat ini dan disini. Konselor memperhatikan postur, lagak, gerak-isyarat, suara, dan ekspresi konseli. Misalnya, konseli diminta untuk mengalami posturnya dan kemudian menverbalkan pengalaman tersebut ke dalam kalimat atau kata-kata mengenai makna eksistensial dari postur tersebut.
6.        Penekanan pada proses dari pada isi konseling, konselor Gestalt menekankan pada pentingnya apa yang dialami konseli saat ini dari pada isi yang diungkapkannya. Dalam hal ini, cara seseorang berperilaku pada saat sekarang jauh lebih penting terhadap pemahaman diri dari alasan mereka berbuat demikian.
7.        Penekanan pada tantangan, meskipun konselor Gestalt meyakini bahwa kesadaran bersifat kuratif, namun sejumlah tantangan atau frustasi yang timbul dari kebutuhan konseli harus ada jika konseli tersebut ingin tumbuh dan belajar mendukung dirinya sendiri. Oleh karena itu, konselor tidak akan mengizinkan konseli memanipulasi konselor tersebut agar mengambil tanggungjawab bagi pemenuhan kebutuhan dirinya sehingga konseli belajar menjadi individu yang mandiri.
KONDISI PENGUBAHAN
Tujuan
Tujuan dari konseling Gestalt adalah:
a.         Pencapaian kesadaran. Ini adalah tujuan pokok dari konseling Gestalt, yaitu kemampuan konseli untuk menyadari apa yang sedang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan pada saat yang sama belajar menerima dan menghargai dirinya. Kesadaran itu sendiri dipandang Perls sebagai suatu penyembuhan. Dengan adanya kesadaran, urusan-urusan yang tidak terselesaikan akan selalu muncul sehingga dapat dihadapi dan ditangani dalam proses konseling.
b.        Integrasi pribadi (Gibson dan Mitchell, 2011:226), konseli mengikuti konseling sebagai pribadi yang mengalami perpecahan kepribadian, sehingga pribadinya tidak utuh. Untuk itu, konselor bertugas untuk membantu mengintegrasikan bagian-bagian dirinya yang tidak diakui sehingga pribadinya menjadi utuh, dengan demikian, konseli akan menjadi individu yang mampu memberikan perhatian dan daya untuk memenuhi kebutuhannya secara layak.
c.         Membantu konseli bertanggungjawab atas tindakan, keputusan dan reaksi-reaksi dirinya. Jika konseli bertanggungjawab terhadap aspek-aspek dirinya yang diingkari maka ia akan menjadi pribadi yang utuh.
d.        Membantu konseli mencapai kematangan diri, yaitu membantu konseli untuk tumbuh sehingga ia beralih dari ketergantungan terhadap orang lain dan lingkungan ke kemandirian. Untuk itu, konseling berupaya membantu konseli untuk menyadari bahwa ia mampu melakukan banyak hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kemajuan pada satu tujuan, akan berpengaruh bagi perubahan tujuan lain.
Konselor
Konselor Gestalt hendaknya memiliki karakteristik pribadi sebagai individu yang penuh kesadaran, bergairah dan bersemangat, humoris, hangat, penuh kasih sayang, terbuka, penuh pemahaman, bertanggungjawab dan kreatif.
Tugas konselor Gestalt secara umum adalah:
a.         Menyediakan suatu suasana yang memungkinkan konseli menemukan kebutuhan-kebutuhannya sendiri dan memenuhi bagian-bagian dirinya yang diingkari karena tuntutan lingkungannya.
b.        Menyediakan suatu wahana yang dapat memberikan kesempatan kepada konseli agar ia dapat mengalami pertumbuhan.
c.         Memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan hambatan yang dialami dengan menggunakan potensi yang ada pada dirinya.
Peran konselor Gestalt dalam konseling menurut Levin dan Shephard (1974 dalam Ramli, 1999:42) adalah
a.         Sebagai pembantu ahli; konselor sebagai individu yang memiliki pendidikan dan kemampuan yang dapat digunakan untuk membantu konseli mencapai kesehatan dan keseimbangan dalam hidupnya.
b.        Sebagai pengamat, ahli bahasa dan ahli komunikasi; konselor peka terhadap perbedaan yang tidak terlihat antara ungkapan-ungkapan verbal dan non verbal.
c.         Frustrator; konselor mendorong konseli untuk berkembang dan semata-mata menggunakan system dukungan internal yang ada pada dirinya. Untuk itu konselor membantu konseli mengalami frustasi, yaitu memutus pola konseli yang merusak dirinya dan tingkah lakunya yang neurotis serta berupaya mengubah cara-cara manipulative yang digunakan konseli tersebut.
d.        Agen kreatif; konselor membantu konseli untuk menfasilitasi ungkapan-ungkapan kebutuhan konseli yang timbul dengan berbagai cara secara unik.
e.         Guru; konselor mengajar konseli bagaimana cara hidup mandiri, memberikan informasi, dan mengemukakan suatu model teoritis untuk membantu konseli mengintegrasikan kembali kepribadiannya.
Konseli
Dalam konseling Gestalt konseli sebagai partisipan aktif, yaitu aktif membuat interpretasi dan makna terhadap pengalaman-pengalamannya. Disamping itu, ia aktif meningkatkan kesadarannya dan memutuskan apa yang akan atau tidak akan dikerjakan dalam proses konseling. Konseli bertanggungjawab dalam menentukan tingkah lakunya sendiri, yaitu bersedia memangku tanggungjawab terhadap pikiran, perasaan dan tindakan dalam mencapai perubahan yang diinginkan. Konseli juga menentukan sendiri tujuan yang ingin dicapai dalam proses konseling.
Situasi Hubungan
Dalam proses konseling, situasi hubungan antara konselor dan konseli sejajar, yaitu suatu hubungan antar pribadi antara konselor dan konseli yang melibatkan dialog dna hubungan antar keduanya. Pengalaman, kesadaran dan persepsi konselor merupakan latar belakang dari proses konseling, sedangkan kesadaran dan reaksi konseli sebagai figure atau pusat perhatian proses konseling. Dalam proses konseling, konselor aktif berbagi pengalaman dan persepsinya berkaitan dengan kondisi di sini dan saat ini. Konselor memberikan balikan pula khususnya ketika konseli menunjukkan reaksi nonverbal, balikan tersebut memungkinkan konseli mengembangkan suatu kesadaran mengenai apa yang sebenarnya dilakukan. Konselor harus menghadapi konseli dengan reaksi jujur dan segera serta menantang manipulasinya tanpa mengejeknya sebagai manusia.
Konselor bertanggungjawab bagi kualitas keberadaannya dalam proses konseling agar ia memahami dirinya sendiri dan konseli serta terbuka bagi konseli. Dengan demikian, hubungan konseling tersebut dapat membantu konseli mempelajari diir mereka dan mampu mencapai perubahan yang diinginkan.
MEKANISME PENGUBAHAN
Tahap-tahap Konseling
Secara umum, tahapan proses kosneling Gestalt sebagai berikut:
a.         Pembinaan hubungan konseling
Konseling merupakan suatu proses kerjasama antara konselor dan konseli. Agar konseli mau terlibat secara aktif dalam proses konseling, maka perlu adanya hubungan baik antara konselor dan konseli dengan cara konselor menciptakan hubungan baik tersebut sehingga konseli merasa nyaman, aman, dan enak selama proses konseling.
Disamping itu, konselor bersama konseli perlu membuat kesepakatan mengenai proses konseling, yaitu mengenai peran konselor dan konseli serta lamanya proses tatap muka dalam proses konseling. Hal ini perlu dilakukan agar konseli memahami pola umum konseling yang akan diikuti.
b.        Pengungkapan kesadaran konseli
Kesadaran diri, pengalaman dan interaksi dengan lingkungan merupakan tujuan pokok konseling, oleh karena itu, konselor perlu menciptakan suatu kondisi sehingga konseli termotivasi untuk berubah dan mengungkapkan pengalaman-pengalaman emosinya. Hal ini dapat dilakukan dengan (1) Pemberian motivasi kepada konseli, dalam hal ini konselor memberikan kesempatan konseli untuk menyadari ketidakmampuan dan ketidakpuasan nya sehingga ia mampu menyadari perlunya perubahan dan termotivasi untuk bekerja sama dengan konselor. (2) Pengungkapan emosi, pada tahap ini konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya dalam pertemuan konseling di sini dan saat ini, bukan dalam menceritakan pengalaman masa lalu atau harapan di masa yang akan datang melainkan dalam wujud mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu dalam situasi di sini dan saat ini.
Usaha di atas dilakukan dengan maksud agar konseli dapat menyadari dirinya dan keberadaannya, sehingga ia bertanggungjawab terhadap dirinya dan mengintegrasikan bagian-bagian dirinya yagn selama ini ditolak dan diingkari menjadi kebulatan dirinya.
c.         Pengakhiran konseling
Pada akhir konseling, konseli memperoleh kesadaran yang mendalam terhadap dirinya, tindakannya, perasaannya, dan menunjukkan cirri-ciri yang bertanggungjawab bagi dirinya yang ditandai dengan mengintegrasikan pikiran, perasaan dan tindakan yang diingkari menjadi suatu keutuhan kepribadian. Jadi, jika konseli telah menyadari dirinya, mempercayai kemampuannya dan bertanggungjawab bagi dirinya, maka ia sudah siap untuk mandiri dalam mengarahkan dirinya sehingga konselor memberikan keyakinan bahwa ia telah mampu menghadapi kehidupan sehingga konseli tidak merasa cemas setelah mengakhiri pertemuan konseling.
Teknik-teknik Konseling  
Teknik-teknik yang digunakan dalam proses konseling Gestalt adalah:
a.         Konfrontasi, Teknik yang digunakan untuk mengemukakan kesenjangan yang terdapat dalam perilaku konseli, yaitu kesenjangan antara ekspresi verbal dan ekspresi non verbal. Teknik ini bertujuan untuk membantu konseli menyadari apa yang sedang dilakukan saat sekarang.
b.        Mengganti pertanyaan mengapa dengan pertanyaan apa dan bagaimana, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli lebih menyadari tingkah lakunya saat ini dan di sini. Tidak digunakannya “mengapa” karena pertanyaan tersebut mengarahkan konseli untuk menghindari tanggungjawab dan jawaban dari pertanyaan itu biasanya berupa alasan dari peristiwa masa lalu.
c.         Mengganti kata “Tidak Bisa” dengan kata “Tidak Mau”, Salah satu tujuan konseling Gestalt adalah membantu konseli bertanggungjawab terhadap pikiran, perasaan dan tindakannya. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah meminta konseli meminta konseli untuk mengganti kata “tidak bisa” dengan kata “tidak mau”. Setelah itu, konselor menanyakan kepada konseli mengenai perasaannya ketika mengemukakan kata “tidak mau” sebagai ganti kata “tidak bisa”.
d.        Kursi kosong, Teknik kursi kosong adalah suatu teknik permainan peran yang semua perannya dimainkan oleh konseli. Teknik ini digunakan untuk untuk memunculkan introyeksi-introyeksi dari dalam diri konseli. Dalam hal ini struktur kepribadian top dog (sisi orangtua yang kritis dengan adil, otoriter, moralistik, menuntut, manipulatif dan berlaku menjadi majikan), under dog (sisi pasif dengan peran sebagai korban, defensive, membela diri, tak berdaya, lemah dan tak berkekuasaan). Kedua aspek ini melakukan pertarungan untuk mendapatkan kendali. Konflik antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada mekanisme introyeksi yagn melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya dari orang tua ke dalam system ego. Seseorang harus menyadari introyeksinya karena dapat mengahambat integrasi kepribadian. Dalam teknik ini, Perls menggunakan dua kursi. Terapis meminta konseli untuk duduk di kursi yagn satu dan memainkan peran sebagai top dog, kemudian pindah ke kursi yang lain dan menjadi under dog. Dari teknik ini, konseli dapat memunculkan introyeksinya dan mengalami konflik secara penuh. Konflik bisa diselesaikan melalui penerimaan dan integrasi kedua sisi kepribadian oleh konseli. Teknik ini membantu agar konseli dapat berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkari. Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkatkan taraf integrasi antara polaritas-polaritas dan konflik-konflik yagn ada pada diri seseorang. Dengan sasaran itu, terapis tidak bermaksud memisahkan konseli dari sifat-sifat tertentu, tetapi mendorong konseli agar belajar menerima dan hidup dengan polaritas-polaritas.
e.         Teknik pembalikan, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli menerima dirinya baik sisi positif maupun sisi negatif. Seringkali, konseli hanya menampakkan sisi “positif” dan menghindari sisi negatif nya untuk menghindari kecemasan yang mungkin muncul. Disini konselor meminta konseli untuk bermain peran tampil menjadi orang dengan tingkah laku berbalik dari yang biasanya (tingkah laku yang dihindari). Teori yang melandari teknik pembalikan ini adalah teori bahwa konseli terjun ke dalam seseuatu yagn ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dna menjalin hubungan dengan bagian-bagian dari yang telah diingkarinya.
f.          Latihan melebih-lebihkan, Latihan ini digunakan untuk meningkatkan kesadaran konseli atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan seseorang melalui bahasa tubuh. Daam permainan ini, konseli diminta untuk melebih-lebihkan gerakan atau mimik muka secara berulang, yang biasanya mengintensifkan perasaan yang terpaut pada tingkah laku dan dan membuat makna pada bagian itu menjadi lebih jelas. Misalnya meminta mengerutkan dahi, menyeriangi, mengepalkan tangan, menggemetarkan kaki secara berlebihan, kemudian mengemukakan makna dari bahasa tubuhnya tersebut.
g.        Tetap dengan perasaan, Dalam teknik ini, konselor meminta konseli bertahan dengan perasaan-perasaan yang diingkarinya, dan menyelami lebih dalam perasaan dan tingkah laku tersebut. Menghadapi, mengkonfrontasi, dan mengalami perasaan tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga membutuhkan kesediaan utuk bertahan dalam kesakitan yang diperlukan guna mmebuat jalan menuju taraf-taraf pertumbuhan yagn lebih baru.
h.        Memainkan proyeksi, Teknik ini digunakan terhadap konseli yang mengeluh dan membenci serta tidak menyadari baha ia memproyeksikan sifat-sifatnya sendiri terhadap orang lain. Konseli yang menuduh orang lain mementingkan diri dan congkak maka ia diminta untuk memainkan peran orang yang congkak dan suka mementingkan diri agar konsei menyadari bahwa ia juga memiliki ciri-ciri yang sama seperti orang yang diperankan tersebut. Pengakuan dan pemaduan kembali bagian-bagian diri yang semula diingkari merupakan tujuan memainkan proyeksi.
i.          Teknik latihan ulangan, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli memainkan peran baru dalam proses konseling yang akan digunakan di luar konseling dengan melakukan pengulangan-pengulangan untuk meningkatkan kesadaran atas peranan-peranan sosial konseli.
j.          Memperabadikan kata ganti, Teknik ini digunakan konselor untuk membantu konseli agar lebih bertanggungjawab terhadap pengalaman-pengalamannya. Untuk itu, konselor mendrong konseli agar menggunakan kata “saya” bilaman berbicara mengenai dirinya untuk mempribadikan pembicaraan tersebut.
k.        Kerja mimpi, Perls menjelaskan bahwa mimpi adalah ungkapan yagn paling spontan dari keberadaan manusia. Pada teori Gestalt, mimpi dbicarakan sebagai sesuatu yang terjadi sekarang, dan mimpi menjadi bagian dari mimpi yang dialaminya. Yang dianjurkan dalam menangani mimpi adalah membuat daftar dari segenap rincian mimpi, mengingat ornag-irang, kejadian dan suasana hati dalam mimpi, dan kemudian menjadi bagian dari mimpi dengan jalan mentransformasikan diri, bertindak sepenuh mungkin, dan menciptakan dialog’karena setiap bagian mimpi itu dianggap merupakan proyeksi dari diri, maka konseli membuat skenario untuk keterkaitan diantara berbagai bagian. Jadi, dengan melibatkan diri pada dialog antara sisi-sisi yang berlawanan itu, orang lambat laun menjadi lebih sadar atas jangkauan perasaan-perasaannya sendiri.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
Kelebihan:
1.      Menekankan kualitas pribadi konselor untuk menjadi empati, sensitif dan menghargai konseli.
2.      Teori Gestalt melihat individu berdasarkan keseluruhan aspek yang utuh.
3.      Teori Gestalt tidak hanya melihat individu sebagi pribadi diri sendiri melainkan melibatkan faktor lingkungan yang mempengaruhi pula.
Kelemahan:
1.      Terapi Gestalt membutuhka waktu yang lama dalam memperhatikan dan pemberian teori instruksi, teori eksposisi, dan faktor-faktor kognitif secara umum.
2.      Berpotensi konseolr menyalahgunakan kekuasaan jika konselor tidak memiliki karakteristik sensitif, epati, penghargaa terhadap konseli dan timing.
3.      Jika konselor belum terlatih untuk menggunakan teknik-teknik konseling Gestalt, maka tujuan dari penggunaan teknik tidak akan diperoleh.
SUMBER RUJUKAN
Capuzzi, David dan Gross, Douglass R. 2003. Counseling and Psychotherapy (theories and interventions). Colombus Ohio: Merrill Prentice Hall
Ramli, M. 1999. Konseling Gestalt. Malang: Universitas Negeri Malang: Bahan Ajar tidak Diterbitkan
Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Ed. 7th. United States: Thompson Books/Cole
Gibson, Robert L. Dan Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakatja: Penerbit Pustaka Pelajar