Pendekatan yang
dibahas dalam resume ini adalah pendekatan konseling gestalt.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Pendiri dan pengembang utama konseling Gestalt adalah Frederich (Fritz)
Salomom Perls yang dilahirkan pada tahun 1893 di Berlin, Jerman. Konseling
Gestal yang terkenal dengan Gestalt Therapy dikembangkan Fritz Perlssejak awal
tahun 1940-an yang ditandai dengan terbitnya buku dengan judul Ego, Hunger,
and Aggression (1942). Judul buku tersebut merefleksikan pemikiran holistic
awal Perls, yaitu ego merefleksikan pikiran, kelaparan merefleksikan perasaan,
dan agresi merefleksikan tingkah laku.
Konseling Gestalt berkembang dari pengalaman Perls dalam praktik
pemberian bantuan terhadap klien-kliennya, Perls merasa tidak puas terhadap
pelaksanaan psikoanalisis yang dianggapnya kurang produktif. Disamping itu,
karena pengaruh psikologi gestalt, maka Perls mulai mengembangkan pendirian
yang berbeda dari pandangan psikoanalisis yang selama ini dipraktikkannya. Hal
ini terjadi ketika ia masih tinggal di Afrika Selatan. Karena tempat awal
berkembangnya konseling Gestal ini jauh dari pusat pertumbuhan keilmuan, maka
pendekatan ini tidak segera dikenal oleh banyak kalangan. Setelah perls pindah
ke Amerika Serikat, pendekatan ini sedikit demi sedikit popular baik melalui
lembaga pelatihan maupun buku-buku yang ditulis, seminar dan lokakarya yang
diadakan oleh Perls dan kolega-koleganya. Prestasi konseling Gestalt terjadi
utamanya setelah Perls pindah ke California dan bergabung dengan Institut
Esalen tahun 1961. Konseling Gestalt ini banyak kalangan yang meminatinya pada
tahun 1960an, sehingga prediksi Perls bahwa peminat konseling Gestalt ini akan
banyak setelah 20 tahun didirikan terjadi lebih sepuluh tahun lebih awal.
Sejak meninggalnya Perls, konseling Gestalt tumbuh dan berkembang melalui
generasi mahasiswa yang dilatih oleh Laura dan Fritz, kemudian melalui generasi
kedua yaitu para terapis yang dilatih Laura Perls. Terapis-terapis lain terus
dilatih di pusat-pusat pelatihan konseling Gestalt di San Fransisco, Cleveland,
New York, Los Angeles, dan San Diego. Sebenarnya setiap kota di Amerika Serikat
memiliki sedikitnya satu lembaga pelatihan Gestalt. Konseling Gestalt ini telah
digunakan dalam bidang social, pekerjaan probasi, konseling, pendidikan dan
kedokteran. Konseling Gestalt dipraktikkan pula dalam konseling individual,
kelompok, lokakarya, pasangan hidup, keluarga dan terhadap anak-anak. Oleh
karena itu, konseing Gestalt ini dipraktikkan di klinik-klinik, lembaga praktik
pribadi, pusat pengembangan pribadi dan lain-lain.
HAKIKAT MANUSIA
Perls memiliki pandangan dasar bahwa manusia adalah makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh pengalaman masa
lalunya, mampu untuk hidup sepenuhnya pada saat ini dan di sini. Pandangan teori Gestalt yang menarik terhadap
manusia adalah sifat holistik dari manusia (Capuzzi dan Gross, 2003:186). Di
samping itu, Perls memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan
untuk mengatasi lingkungan secara efektif, mengarahkan perkembangan dirinya
sendiri dan menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya. Ia meyakini bahwa
setiap orang memiliki kemampuan untuk membuat pilihan sehingga tanggungjawab
bagi tingkah laku dan pengalaman seseorang secara langsung berada pada diri
individu tersebut. Uraian di atas menunjukkan bahwa pandangan Perls terhadap
manusia bersifat anti deterministik karena ia menekankan kemampuan manusia
dalam mengarahkan tingkah lakunya untuk mengembangkan dirinya.
Secara rinci Passons (1975 dalam Ramli 1999: 10) mengemukakan pandangan
para terapis Gestalt mengenai hakikat manusia, yaitu:
1.
Manusia merupakan suatu fungsi yang holistik.
Fungsi-fungsi tubuh, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi semua jenis
berfungsi secara terpadu.
2.
Manusia merupakan bagian dari
lingkungannya dan mereka tidak dapat dipahami secara tepat terlepas dari
lingkungannya. Prinsip ini berhubungan dengan pandangan Gestalt bahwa suatu
tingkah laku individu hanya dapat dipahami secara bermakna dalam suatu konteks.
3.
Manusia memilih cara bagaimana ia merespon
peristiwa eksternal dengan gerakan dan penempatan anggota badan. Manusia adalah
actor dan bukan reactor dalam
kehidupannya.
4.
Manusia mampu menyadari sepenuhnya
terhadap sensasi, pikiran, emosi dan persepsi-persepsinya.
5.
Manusia mampu menyadari pilihan dan dengan
demikian ia bertanggungjawab terhadap tingkah-laku karena adanya proses
kesadaran diri.
6.
Manusia mempunyai kemampuan untuk hidup
secara efektif dan mengarahkan dirinya sendiri melalui potensinya sendiri.
7.
Manusia mengalami dirinya sendiri terutama
pada saat ini. Ia mampu mengalami masa lalu dan masa depan pada saat ini dan di
sini melalui proses mengingat dan mengantisipasi.
8.
Pada dasarnya individu tidak bisa
dikatakan baik atau jahat.
PERKEMBANGAN PERILAKU
Konseling Gestalt tidak memandang manusia sebagai orang baik atau jahat
dan berfokus pada saat ini dan di sini. Oleh karena itu berfokus pada perilaku
yang sedang dialami konseli saat ini dan mengabaikan alasan atau sebab konseli melakukan
perilaku tersebut.
Struktur Kepribadian
Paradigma ilmiah yang
membentuk dasar dari pendekatan konseling Gestaltadalah teori dasar dengan
pandangan pada organism-lingkungan sebagai dasar dari aktivitas (Shane, 1999b;
Yontef & Simkin, 1989 dalam Capuzzi, 2003:186). Dalam perbedaan dengan
reductionistic dasar teori berfokus pada lobang, dalam semua elemen yang
ditemukan dalam dasar adalah hubungan baik untuk dan pengaruh kepada yang
lainnya (Thompson & Rudolph, 2000 dalam Capuzzi, 2003:186).
Konseling Gestalt
banyak dipengaruhi oleh Psikoanalisis, Fenomenologis-Eksistensial, dan Psikologi Gestalt. Oleh karena
itu, konsep-konsep dasar yang dikembangkan dipengaruhi oleh ketiga sumber
tersebut. Adapun konsep dasar yang dikemukakan dalam konseling Gestalt adalah: Aktualisasi
diri, Pengaturan diri, Kesadaran, Kontak, Urusan yang tak terselesaikan, Gestalt,
Figure – latar belakang, Ketertutupan
Dalam proses
pertumbuhan individu, dipengaruhi oleh Self
dan Self Image. Self Image merupakan bagian kepribadian
seseorang yang menghambat pertumbuhannya sehingga menyimpangkan energi orang
tersebut ke arah yang bukan dirinya. Self
Image merupakan standar yang diinternalisasikan dalam diri seseorang.
Sedangkan Self disebut sebagai bagian
yang juga merupakan bagian integral kepribadian. Self berkaitan dengan proses penyesuaian secara kreatif terhadap
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ciri mendasar Self adalah pembentukan dan perusakan
gestalt.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
Proses pertumbuhan yang merupakan perubahan dari ketergantungan ke
kemandirian adalah suatu hal yang penuh dengan resiko. Individu mengorganisasi
dirinya sendiri dan mengadakan hubungan dengan lingkungan secara terus menerus,
berhadapan dengan kebutuhan yang saling bersaing dan berbagai kemungkinan dalam
membentuk gestalt untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Self – nya berhadapan dengan apa yang secara alamiah ingin ia
lakukan, sedangkan Self Image-nya
berhadapan dengan keadaan apa yang orang lain katakan atau orang lain lakukan.
Keputusan individu untuk berperilaku atas pilihan-pilihan yang ada, akan
memposisikan individu dalam kepemilikan pribadi sehat atau pribadi bermasalah.
Pribadi sehat
Dalam proses pertumbuhan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, individu
dengan pribadi sehat lebih banyak mengidentifikasi dengan Self dari pada Self Image,
artinya ia akan membuat standar sendiri semata-mata berdasarkan siapa dirinya
dari pada menggunakan standar eksternal untuk mengatur tingkah lakunya. Dengan
hal itu, individu berhasil membentuk dan merusak Gestalt dengan cara
mengasimilasikan hal-hal baru dari lingkungan yang diperlukan bagi dirinya dan
menolak hal-hal yang tidak
diperlukan olehnya. Dalam perkembangannya, individu tersebut memperoleh
kesempatan untuk belajar menghadapi frustrasi. Untuk itu, individu tersebut
menggunakan proses pengaturan diri secara spontan dan alamiah agar dapat
mengarahkan tingkah lakunya. Ia mempercayai dirinya sendiri, berorientasi saat
ini dan di sini, percaya terhadap kemampuannya dan bertanggungjawab atas
tingkah lakunya sendiri. Secara fungsional, ini merupakan dukungan diri. Hal
tersebut melibatkan keyakinan pada kemampuan bawaannya untuk menghadapi
lingkungan secara efektif dan melibatkan penerimaan tanggungjawab atas
perbuatannya.
Pribadi bermasalah
Konseling Gestalt memandang kepribadian sebagai suatu hasil interaksi
individu dengan lingkungan. jika interaksi nya tidak melibatkan pembentukan dan
perusakan Gestalt yang tidak penuh maka ia menjadi individu bermasalah. Dalam
hal ini, ada sesuatu yang salah bilamana pembentukan Gestalt terhalangi atau
terhambat dalam kehidupan seseorang. Hambatan-hambatan tersebut muncul jika
individu berusaha mencoba sesuatu yang bukan dirinya, yaitu ketika ia
mengidentifikasikan dengan Self Image.
Akibatnya, energi individu tersebut dikembangkan untuk mencoba menghalangi
kecenderungan pengaturan diri yang alamiah dan tidak diarahkan untuk
berinteraksi dan mengasimilasikan lingkungan secara selektif. Pada khususnya,
banyak energy dikembangkan dalam menghambar perasaan. Hambatan-hambatan ini
merugikan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya dan menyadari serta
mengalami saat sekarang secara penuh.
Ada beberapa cara yang digunakan individu untuk menyimpang dari fungsi
dan pertumbuhan yang sehat. Semua itu melibatkan identifikasi dengan Self Image. Dirumuskan tingkah laku yang
bermasalah dipandang sebagai suatu gangguan pertumbuhan, yaitu penyimpangan
dari Self. Empat cara yang digunakan individu untuk
menghambat pertumbuhan sehat yaitu:
1)
Proyeksi, merupakan tindakan atau proses
pengingkaran bagian diri yang tidak konsisten dengan Self image. Pikiran, perasaan, sikap atau tindakan yang tidak dapat
diterima diproyeksikan kepada orang lain. Dengan kata lain, individu cenderung
menempatkan cirri-ciri pribadinya kepada orang lain dan menolak cirri-ciri
tersebut sebagai bagian dari dirinya.
2)
Introyeksi, merupakan pengambilalihan
aspek-aspek orang lain ke dalam diri, khususnya aspek-aspek dari orangtua.
Dalam hal ini individu mengadopsi pola-pola tingkahlaku yang diberikan orang
lain tanpa adanya asimilasi yang selektif.
3)
Retrofleksi, dalam hal ini energy individu
diarahkan keluar dirinya untuk memenuhi penolakan kemudian dipantulkan kembali
ke arah individu. Sebenarnya, dalam retrofleksi lingkungan yang dikenai
tindakan adalah diri individu sendiri. Retrofleksi terjadi bilamana tingkah
laku yang di arahkan kepada orang lain di lingkungannya tidak berhasil dan
individu mengarahkan tingkah laku tersebut kepada dirinya sendiri. Selain itu,
retrofleksi terjadi karena individu tidak berhasil memperoleh apa yang
diinginkan dari orang lain, untuk itu individu memperlakukan dirinya sendiri
sebagaimana yang diinginkan orang lain.
4)
Konfluen adalah tidak adanya batas antara
diri dan lingkungannya. Seperti saat gembira yang berlebih. Dalam peristiwa
konfluen yang kurang ekstrim, individu tidak dapat mentoleransi perbedaan yagn
ada pada orang lain dari dirinya dan sebaliknya ia menuntut kesamaan dari
mereka.
Manipulasi proyeksi, introyeksi, retrofleksi dan kofluen di atas
mengakibatkan individu mengalami berbagai masalah, seperti yang dikemukakan
oleh Passons (1975 dalam Ramli, 1999:34) masalah diklasifikasikan menjadi enam
jenis yaitu:
1)
Kurangnya kesadaran (Lack of Awareness)
2)
Kurangnya tanggungjawab (Lack of Self-Responsibility)
3)
Kurangnya kontak dengan lingkungan (Lack of Contact with Environment)
4)
Ketidakmampuan melengkapi Gestalt (Inability to Complete Gestalt)
5)
Pengingkaran kebutuhan (Disowning of Needs)
6)
Dikotomisasi dimensi diri (Dichotomizing Dimensions of the Self)
HAKIKAT KONSELING
Konseling Gestalt adalah
holistik daripada pengurangan; ini diperhatikan dengan perbedaan dari dan
interrelationship pada agian yang membungkus lubang, dari pada menfokuskan pada
bagian yang terisolasi dari satu yang lainnya (Shane, 1999b dalam Capuzzi,
2003:187). Konseling Gestalt sebagai suatu pendekatan konseling memiliki
karakteristik yang perlu diperhatikan oleh konselor maupun terapis dalam
penggunaan pendekatan ini. Karakteristik tersebut adalah
1.
Orientasi afektif – tindakan, artinya
dalam proses konseling, hubungan konseling lebih menekankan hubungan afektif
antara konselor dan konseli dalam rangka mencapai tujuan perubahan tingkah
laku.
2.
Pemusatan pada pengalaman, konseling
Gestalt dipusatkan pada pencapaian kesadaran di sini dan saat ini dan mendorong
konseli berupaya memperoleh atau mencapai kesadaran tersebut. Sebagai suatu
pendekatan eksperiensial, konseling Gestalt tidak berkaitan dengan
gejala-gejala dan analisis, melainkan berkenaan dengan integrasi dan keberadaan
yang bersifat kesatuan.
3.
Keaktifan, konselor Gestalt cenderung
aktif dan menggunakan berbagai teknik yang berorientasi tindakan yang dirancang
untuk mengintegrasikan perasaan dan pengalaman konseli.
4.
Pemusatan pada tanggungjawab konseli,
konseling Gestalt berpusat pada peningkatan kesadaran konseli untuk
bertanggungjawab terhadap tindakan, perasaan dan pikiran termasuk hal-hal yang
mungkin tidak disadarinya. Untuk mencapai keadaan tersebut, konselor Gestalt
menolak pencarian sebab-sebab tingkah laku, perasaan dan pikiran. Sebagai
gantinya, konselor mendorong konseli untuk mencoba aktivitas spesifik yang
dirancang untuk meningkatnya kesadaran konseli.
5.
Penekanan pada situasi sekarang dan di
sini, bantuan dalam konseling Gestalt dibangun berdasarkan tingkah laku nyata saat
ini dan disini. Konselor memperhatikan postur, lagak, gerak-isyarat, suara, dan
ekspresi konseli. Misalnya, konseli diminta untuk mengalami posturnya dan
kemudian menverbalkan pengalaman tersebut ke dalam kalimat atau kata-kata
mengenai makna eksistensial dari postur tersebut.
6.
Penekanan pada proses dari pada isi
konseling, konselor Gestalt menekankan pada pentingnya apa yang dialami konseli
saat ini dari pada isi yang diungkapkannya. Dalam hal ini, cara seseorang
berperilaku pada saat sekarang jauh lebih penting terhadap pemahaman diri dari
alasan mereka berbuat demikian.
7.
Penekanan pada tantangan, meskipun
konselor Gestalt meyakini bahwa kesadaran bersifat kuratif, namun sejumlah
tantangan atau frustasi yang timbul dari kebutuhan konseli harus ada jika konseli
tersebut ingin tumbuh dan belajar mendukung dirinya sendiri. Oleh karena itu,
konselor tidak akan mengizinkan konseli memanipulasi konselor tersebut agar
mengambil tanggungjawab bagi pemenuhan kebutuhan dirinya sehingga konseli
belajar menjadi individu yang mandiri.
KONDISI PENGUBAHAN
Tujuan
Tujuan dari konseling Gestalt
adalah:
a.
Pencapaian kesadaran. Ini adalah tujuan
pokok dari konseling Gestalt, yaitu kemampuan konseli untuk menyadari apa yang
sedang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan pada saat yang sama belajar
menerima dan menghargai dirinya. Kesadaran itu sendiri dipandang Perls sebagai
suatu penyembuhan. Dengan adanya kesadaran, urusan-urusan yang tidak terselesaikan
akan selalu muncul sehingga dapat dihadapi dan ditangani dalam proses
konseling.
b.
Integrasi pribadi (Gibson dan Mitchell, 2011:226),
konseli mengikuti konseling sebagai pribadi yang mengalami perpecahan
kepribadian, sehingga pribadinya tidak utuh. Untuk itu, konselor bertugas untuk
membantu mengintegrasikan bagian-bagian dirinya yang tidak diakui sehingga
pribadinya menjadi utuh, dengan demikian, konseli akan menjadi individu yang
mampu memberikan perhatian dan daya untuk memenuhi kebutuhannya secara layak.
c.
Membantu konseli bertanggungjawab atas
tindakan, keputusan dan reaksi-reaksi dirinya. Jika konseli bertanggungjawab
terhadap aspek-aspek dirinya yang diingkari maka ia akan menjadi pribadi yang
utuh.
d.
Membantu konseli mencapai kematangan diri,
yaitu membantu konseli untuk tumbuh sehingga ia beralih dari ketergantungan
terhadap orang lain dan lingkungan ke kemandirian. Untuk itu, konseling berupaya
membantu konseli untuk menyadari bahwa ia mampu melakukan banyak hal yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Kemajuan pada satu tujuan, akan berpengaruh bagi
perubahan tujuan lain.
Konselor
Konselor Gestalt
hendaknya memiliki karakteristik pribadi sebagai individu yang penuh kesadaran,
bergairah dan bersemangat, humoris, hangat, penuh kasih sayang, terbuka, penuh
pemahaman, bertanggungjawab dan kreatif.
Tugas konselor
Gestalt secara umum adalah:
a.
Menyediakan suatu suasana yang
memungkinkan konseli menemukan kebutuhan-kebutuhannya sendiri dan memenuhi
bagian-bagian dirinya yang diingkari karena tuntutan lingkungannya.
b.
Menyediakan suatu wahana yang dapat
memberikan kesempatan kepada konseli agar ia dapat mengalami pertumbuhan.
c.
Memberikan kesempatan kepada konseli untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan dan hambatan yang dialami dengan menggunakan
potensi yang ada pada dirinya.
Peran konselor
Gestalt dalam konseling menurut Levin dan Shephard (1974 dalam Ramli, 1999:42)
adalah
a.
Sebagai pembantu ahli; konselor sebagai
individu yang memiliki pendidikan dan kemampuan yang dapat digunakan untuk
membantu konseli mencapai kesehatan dan keseimbangan dalam hidupnya.
b.
Sebagai pengamat, ahli bahasa dan ahli
komunikasi; konselor peka terhadap perbedaan yang tidak terlihat antara
ungkapan-ungkapan verbal dan non verbal.
c.
Frustrator; konselor mendorong konseli
untuk berkembang dan semata-mata menggunakan system dukungan internal yang ada
pada dirinya. Untuk itu konselor membantu konseli mengalami frustasi, yaitu
memutus pola konseli yang merusak dirinya dan tingkah lakunya yang neurotis
serta berupaya mengubah cara-cara manipulative yang digunakan konseli tersebut.
d.
Agen kreatif; konselor membantu konseli
untuk menfasilitasi ungkapan-ungkapan kebutuhan konseli yang timbul dengan
berbagai cara secara unik.
e.
Guru; konselor mengajar konseli bagaimana
cara hidup mandiri, memberikan informasi, dan mengemukakan suatu model teoritis
untuk membantu konseli mengintegrasikan kembali kepribadiannya.
Konseli
Dalam konseling Gestalt konseli sebagai partisipan aktif, yaitu aktif
membuat interpretasi dan makna terhadap pengalaman-pengalamannya. Disamping
itu, ia aktif meningkatkan kesadarannya dan memutuskan apa yang akan atau tidak
akan dikerjakan dalam proses konseling. Konseli bertanggungjawab dalam
menentukan tingkah lakunya sendiri, yaitu bersedia memangku tanggungjawab
terhadap pikiran, perasaan dan tindakan dalam mencapai perubahan yang
diinginkan. Konseli juga menentukan sendiri tujuan yang ingin dicapai dalam
proses konseling.
Situasi Hubungan
Dalam proses konseling, situasi hubungan antara konselor dan konseli
sejajar, yaitu suatu hubungan antar pribadi antara konselor dan konseli yang
melibatkan dialog dna hubungan antar keduanya. Pengalaman, kesadaran dan
persepsi konselor merupakan latar belakang dari proses konseling, sedangkan
kesadaran dan reaksi konseli sebagai figure atau pusat perhatian proses
konseling. Dalam proses konseling, konselor aktif berbagi pengalaman dan
persepsinya berkaitan dengan kondisi di sini dan saat ini. Konselor memberikan
balikan pula khususnya ketika konseli menunjukkan reaksi nonverbal, balikan
tersebut memungkinkan konseli mengembangkan suatu kesadaran mengenai apa yang
sebenarnya dilakukan. Konselor harus menghadapi konseli dengan reaksi jujur dan
segera serta menantang manipulasinya tanpa mengejeknya sebagai manusia.
Konselor bertanggungjawab bagi kualitas keberadaannya dalam proses
konseling agar ia memahami dirinya sendiri dan konseli serta terbuka bagi
konseli. Dengan demikian, hubungan konseling tersebut dapat membantu konseli
mempelajari diir mereka dan mampu mencapai perubahan yang diinginkan.
MEKANISME PENGUBAHAN
Tahap-tahap Konseling
Secara umum, tahapan proses
kosneling Gestalt sebagai berikut:
a.
Pembinaan hubungan konseling
Konseling merupakan suatu proses kerjasama antara konselor dan konseli.
Agar konseli mau terlibat secara aktif dalam proses konseling, maka perlu
adanya hubungan baik antara konselor dan konseli dengan cara konselor
menciptakan hubungan baik tersebut sehingga konseli merasa nyaman, aman, dan
enak selama proses konseling.
Disamping itu, konselor bersama konseli perlu membuat kesepakatan
mengenai proses konseling, yaitu mengenai peran konselor dan konseli serta
lamanya proses tatap muka dalam proses konseling. Hal ini perlu dilakukan agar
konseli memahami pola umum konseling yang akan diikuti.
b.
Pengungkapan kesadaran konseli
Kesadaran diri, pengalaman dan interaksi dengan lingkungan merupakan
tujuan pokok konseling, oleh karena itu, konselor perlu menciptakan suatu
kondisi sehingga konseli termotivasi untuk berubah dan mengungkapkan pengalaman-pengalaman
emosinya. Hal ini dapat dilakukan dengan (1) Pemberian motivasi kepada konseli,
dalam hal ini konselor memberikan kesempatan konseli untuk menyadari
ketidakmampuan dan ketidakpuasan nya sehingga ia mampu menyadari perlunya
perubahan dan termotivasi untuk bekerja sama dengan konselor. (2) Pengungkapan
emosi, pada tahap ini konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan
perasaan-perasaannya dalam pertemuan konseling di sini dan saat ini, bukan
dalam menceritakan pengalaman masa lalu atau harapan di masa yang akan datang
melainkan dalam wujud mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa
lalu dalam situasi di sini dan saat ini.
Usaha di atas dilakukan dengan maksud agar konseli dapat menyadari
dirinya dan keberadaannya, sehingga ia bertanggungjawab terhadap dirinya dan
mengintegrasikan bagian-bagian dirinya yagn selama ini ditolak dan diingkari
menjadi kebulatan dirinya.
c.
Pengakhiran konseling
Pada akhir konseling, konseli memperoleh kesadaran yang mendalam terhadap
dirinya, tindakannya, perasaannya, dan menunjukkan cirri-ciri yang
bertanggungjawab bagi dirinya yang ditandai dengan mengintegrasikan pikiran,
perasaan dan tindakan yang diingkari menjadi suatu keutuhan kepribadian. Jadi,
jika konseli telah menyadari dirinya, mempercayai kemampuannya dan
bertanggungjawab bagi dirinya, maka ia sudah siap untuk mandiri dalam
mengarahkan dirinya sehingga konselor memberikan keyakinan bahwa ia telah mampu
menghadapi kehidupan sehingga konseli tidak merasa cemas setelah mengakhiri
pertemuan konseling.
Teknik-teknik Konseling
Teknik-teknik
yang digunakan dalam proses konseling Gestalt adalah:
a.
Konfrontasi, Teknik yang digunakan untuk
mengemukakan kesenjangan yang terdapat dalam perilaku konseli, yaitu
kesenjangan antara ekspresi verbal dan ekspresi non verbal. Teknik ini
bertujuan untuk membantu konseli menyadari apa yang sedang dilakukan saat
sekarang.
b.
Mengganti pertanyaan mengapa dengan
pertanyaan apa dan bagaimana, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli lebih
menyadari tingkah lakunya saat ini dan di sini. Tidak digunakannya “mengapa”
karena pertanyaan tersebut mengarahkan konseli untuk menghindari tanggungjawab
dan jawaban dari pertanyaan itu biasanya berupa alasan dari peristiwa masa
lalu.
c.
Mengganti kata “Tidak Bisa” dengan kata
“Tidak Mau”, Salah satu tujuan konseling Gestalt adalah membantu konseli
bertanggungjawab terhadap pikiran, perasaan dan tindakannya. Salah satu teknik
yang bisa digunakan adalah meminta konseli meminta konseli untuk mengganti kata
“tidak bisa” dengan kata “tidak mau”. Setelah itu, konselor menanyakan kepada
konseli mengenai perasaannya ketika mengemukakan kata “tidak mau” sebagai ganti
kata “tidak bisa”.
d.
Kursi kosong, Teknik kursi kosong adalah suatu teknik permainan peran
yang semua perannya dimainkan oleh konseli. Teknik ini digunakan untuk untuk
memunculkan introyeksi-introyeksi dari dalam diri konseli. Dalam hal ini
struktur kepribadian top dog (sisi
orangtua yang kritis dengan adil, otoriter, moralistik, menuntut, manipulatif
dan berlaku menjadi majikan), under dog
(sisi pasif dengan peran sebagai korban, defensive, membela diri, tak berdaya,
lemah dan tak berkekuasaan). Kedua aspek ini melakukan pertarungan untuk mendapatkan
kendali. Konflik antara dua sisi kepribadian yang berlawanan itu berakar pada
mekanisme introyeksi yagn melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain,
biasanya dari orang tua ke dalam system ego. Seseorang harus menyadari
introyeksinya karena dapat mengahambat integrasi kepribadian. Dalam teknik ini,
Perls menggunakan dua kursi. Terapis meminta konseli untuk duduk di kursi yagn
satu dan memainkan peran sebagai top dog,
kemudian pindah ke kursi yang lain dan menjadi under dog. Dari teknik ini, konseli dapat memunculkan introyeksinya
dan mengalami konflik secara penuh. Konflik bisa diselesaikan melalui
penerimaan dan integrasi kedua sisi kepribadian oleh konseli. Teknik ini
membantu agar konseli dapat berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya
sendiri yang diingkari. Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkatkan taraf
integrasi antara polaritas-polaritas dan konflik-konflik yagn ada pada diri
seseorang. Dengan sasaran itu, terapis tidak bermaksud memisahkan konseli dari
sifat-sifat tertentu, tetapi mendorong konseli agar belajar menerima dan hidup
dengan polaritas-polaritas.
e.
Teknik pembalikan, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli menerima
dirinya baik sisi positif maupun sisi negatif. Seringkali, konseli hanya
menampakkan sisi “positif” dan menghindari sisi negatif nya untuk menghindari
kecemasan yang mungkin muncul. Disini konselor meminta konseli untuk bermain
peran tampil menjadi orang dengan tingkah laku berbalik dari yang biasanya
(tingkah laku yang dihindari). Teori yang melandari teknik pembalikan ini
adalah teori bahwa konseli terjun ke dalam seseuatu yagn ditakutinya karena
dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dna menjalin hubungan dengan bagian-bagian
dari yang telah diingkarinya.
f.
Latihan
melebih-lebihkan, Latihan ini digunakan
untuk meningkatkan kesadaran konseli atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus
yang dikirimkan seseorang melalui bahasa tubuh. Daam permainan ini, konseli
diminta untuk melebih-lebihkan gerakan atau mimik muka secara berulang, yang
biasanya mengintensifkan perasaan yang terpaut pada tingkah laku dan dan
membuat makna pada bagian itu menjadi lebih jelas. Misalnya meminta mengerutkan
dahi, menyeriangi, mengepalkan tangan, menggemetarkan kaki secara berlebihan,
kemudian mengemukakan makna dari bahasa tubuhnya tersebut.
g.
Tetap
dengan perasaan,
Dalam teknik ini, konselor meminta konseli bertahan
dengan perasaan-perasaan yang diingkarinya, dan menyelami lebih dalam perasaan
dan tingkah laku tersebut. Menghadapi, mengkonfrontasi, dan mengalami perasaan
tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga membutuhkan kesediaan utuk
bertahan dalam kesakitan yang diperlukan guna mmebuat jalan menuju taraf-taraf
pertumbuhan yagn lebih baru.
h.
Memainkan proyeksi, Teknik ini digunakan terhadap konseli yang mengeluh dan
membenci serta tidak menyadari baha ia memproyeksikan sifat-sifatnya sendiri
terhadap orang lain. Konseli yang menuduh orang lain mementingkan diri dan
congkak maka ia diminta untuk memainkan peran orang yang congkak dan suka
mementingkan diri agar konsei menyadari bahwa ia juga memiliki ciri-ciri yang
sama seperti orang yang diperankan tersebut. Pengakuan dan pemaduan kembali
bagian-bagian diri yang semula diingkari merupakan tujuan memainkan proyeksi.
i.
Teknik latihan ulangan, Teknik ini digunakan untuk membantu konseli memainkan
peran baru dalam proses konseling yang akan digunakan di luar konseling dengan
melakukan pengulangan-pengulangan untuk meningkatkan kesadaran atas
peranan-peranan sosial konseli.
j.
Memperabadikan kata ganti, Teknik ini digunakan konselor untuk membantu konseli agar
lebih bertanggungjawab terhadap pengalaman-pengalamannya. Untuk itu, konselor
mendrong konseli agar menggunakan kata “saya” bilaman berbicara mengenai
dirinya untuk mempribadikan pembicaraan tersebut.
k.
Kerja mimpi, Perls menjelaskan bahwa mimpi adalah ungkapan yagn paling
spontan dari keberadaan manusia. Pada teori Gestalt, mimpi dbicarakan sebagai
sesuatu yang terjadi sekarang, dan mimpi menjadi bagian dari mimpi yang
dialaminya. Yang dianjurkan dalam menangani mimpi adalah membuat daftar dari
segenap rincian mimpi, mengingat ornag-irang, kejadian dan suasana hati dalam
mimpi, dan kemudian menjadi bagian dari mimpi dengan jalan mentransformasikan
diri, bertindak sepenuh mungkin, dan menciptakan dialog’karena setiap bagian
mimpi itu dianggap merupakan proyeksi dari diri, maka konseli membuat skenario
untuk keterkaitan diantara berbagai bagian. Jadi, dengan melibatkan diri pada
dialog antara sisi-sisi yang berlawanan itu, orang lambat laun menjadi lebih
sadar atas jangkauan perasaan-perasaannya sendiri.
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
Kelebihan:
1.
Menekankan
kualitas pribadi konselor untuk menjadi empati, sensitif dan menghargai
konseli.
2.
Teori
Gestalt melihat individu berdasarkan keseluruhan aspek yang utuh.
3.
Teori
Gestalt tidak hanya melihat individu sebagi pribadi diri sendiri melainkan
melibatkan faktor lingkungan yang mempengaruhi pula.
Kelemahan:
1.
Terapi
Gestalt membutuhka waktu yang lama dalam memperhatikan dan pemberian teori
instruksi, teori eksposisi, dan faktor-faktor kognitif secara umum.
2.
Berpotensi
konseolr menyalahgunakan kekuasaan jika konselor tidak memiliki karakteristik
sensitif, epati, penghargaa terhadap konseli dan timing.
3.
Jika
konselor belum terlatih untuk menggunakan teknik-teknik konseling Gestalt, maka
tujuan dari penggunaan teknik tidak akan diperoleh.
SUMBER RUJUKAN
Capuzzi, David dan Gross,
Douglass R. 2003. Counseling and
Psychotherapy (theories and interventions). Colombus Ohio: Merrill Prentice
Hall
Ramli, M. 1999. Konseling Gestalt. Malang: Universitas
Negeri Malang: Bahan Ajar tidak Diterbitkan
Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy Ed. 7th. United States: Thompson Books/Cole
Gibson, Robert L. Dan
Mitchell, Marianne H. 2011. Bimbingan dan
Konseling. Yogyakatja: Penerbit Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment