Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

June 23, 2009

Gaya bahasa

Gaya bahasa adalaah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu pengunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani: rhetor yang berarti orator atau ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu keanekaragaman gaya bahasa sangat penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah diberi nama bagi aneka persuasi ini.
Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik, kian kaya kosa kata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas turut memperkaya kosakata pemakaiannya. Itulah sebabnya maka dalam pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa merupakan suatu teknik penting untuk mengembangkan kosakata para siswa.
Gaya bahasa dapat dikatagorikan dalam berbagai cara antara lain:

I. GAYA BAHASA PERBANDINGAN

Gaya bahasa perbandingan ini paling sedikit termasuk sepuluh jenis gaya bahasa, perhatikan gambar diatas! Untuk lebih jelas mari kita perhatikan uraian di bawah ini, bagian-bagian dari gaya bahasa perbandingan adalah:



1. Perumpamaan
Yang dimaksud dengan prrumpamaan disini adalah padan kata simile dalam bahasa inggris. Kata simile bersal dari bahasa latin yang bermakna “seperti”. Perumpamaan adalah perbandinagan dua hal yang pada hakekatnya berlaianan dan yang sengaja kita anggap sama, itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamakan saja dengan persamaan.
- Seperti air dengan minyak
Seperti air di daun keladi
- Ibarat mencencang air
Ibarat mengejar bayangan
- Bak cacing kepanasan
Bak merpati dua sejoli
- Sebagai mencari kutu dalam ijuk
Sebagai anjing dengan kucing
- Umpama memadu minyak dengan air
Umpama mengadu mentimun dengan durian
- Laksana bulan kesiangan
Laksana bulan purnama raya
- Penaka ombak merindukan pantai
Penaka malam tiada berbintang
- Serupa perahu tiada berawak
Serupa kuda sepak belalang
- Matanya seperti bintang timur
Bibirnya seperti delima merekah
Alis matanya seperti semut beriring
Rambutnya seperti mayang mengurai

2. Metafora
Metafora berasal dari bahasa yunani metaphora yang berarti “memindahkan”; dari meta diatas; melebihi, + pherein “membawa’. Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, baik, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, seperti pada perumpamaan.
Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Didalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan , suatu yang dipikirkan, yang terjadi obyek; dan yang satu lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi; dan kita mengatikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi.

Contoh:
Perpustakaan Gudang Ilmu
Pendidikan sokoguru pembanunan
Anak adalah buah hati orang tua
Pemuda adalah bunga bangsa

3. Personifikasi
Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona ( ‘orang, pelaku, actor, atau topeng yang dipakai dalam drama) + fic (‘membuat’), karena itulah maka apabila kita mempergunakan gaya bahasa fersonifikasi, kita memberikan cirri-ciri atau kualitas, yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun gagasan-gagasan. Dengan perkataan lain, perginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
misalnya:
Hujan memandikan tetanaman
Metari mencubit wajahku
Pepohonan tersenyum riang
Tugas menantikan kita

4. Depersonifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi atau pembedaan, adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
Misalnya:
a. Kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi bahtera.
Kalau dikau samudra, daku bahtera.
b. Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah
Anadai kamu langit, dia tanah

5. Alegori
Alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti ‘berbicara secara kias’ diturunkan dari allos ‘yang lain + agoreuin ‘berbicara’. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambing-lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah obyek-obyek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata.
Fabel dan parable merupakan alegori-alegori singkat, fable adalah sejenis alegori, yang didalamnya bintang-bintang bicara dan bertingkah laku seperti manusia. Parable (atau cerita yang berkaitan dengan Kitab Suci) juga merupakan alegori singkat yang mengandung pembelajaran mengenai moral dan kebenaran, parable merupakan metapora yang diperluas.
Contoh:
Cerita Nabi Adam As dan Hawa
Cerita Nabi Musa. As
Cerita Nabi Muhammad, SAW.

6. Antitesis
Secara kalamiah antitesis berarti ‘lawanan yang tepat’ atau pertentangan yang benar-benar. Antitesis adalah sejenisnya gaya bahasa yang mengadakan koparasi atau perbandinagan antara dua antonym (yaitu kata-kata yang mengandung cirri-ciri sematik yang bertentangan).
Contoh:
Dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian itu
Pada saat kami berduka cita atas kematian paman, mereka menyambutnya dengan kegembiraan tiada tara.

7. Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir(berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adapt; saling tolong-menolong). (Porwardamita, 1976)
Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh (Keraf, 1985).
Contoh:
Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri
Dia telah menembus sawah itu dengan uang tabungannya sendiri.

8. Perfrasis
Perfrasis adalah sjenis gaya bahasa yang agak mirif dengan pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Walaupun begitu terdapat perbedaan yang penting antara keduanya, pada gaya bahasa prefrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada prinsifnya dapat diganti dengan kata saja. ( cf Keraf, 1975 : 134)

Contoh:
Anak saya telah menyelesaikan kuliahnya di Jururan Bahasa Indonesia FPBS-IKIP Bandung (= Lulus atau Berhasil).
Ayahanda telah tidur dengan tenang dan beristirahat dengan damai buat selama-lamanya (= Meninggal atau berpulang)

9. Antisipasi atau Prolepsis
Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipation yang berarti “mendahului” atau penempatan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi,” misalnya; mengadakan peminjaman unag berdasarkan penghitunagan pajak yang masih akan dipungut. ( Shandily. 1980)
Berikut ini disajikan beberapa contoh gaya bahasa antisipasi atau prolepis: antara lain:
Kami sangat gembira, minggu depan kami dapat hadiah dari bapak Bupati
Mobil yang malang itu ditabrak oleh truk pasir dan jatuh kejurang.

10. Koreksi atau Epanortosis
Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian kita memperbaiki atau mengoreksinya kembali. Gaya bahasa yang seperti ini bisa disebut koreksio atau epanortois. Dengan perkataan lain: koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh:
Dia besar-besar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.
Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.

II. GAYA BAHASA PERTENTANGAN
Yang termasuk gaya bahasa pertentangan ini adalah paling sedikit dua puluh jenis gaya bahasa, seperti terlihat pada bagan dibawah ini:



1. Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya, gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, fase, atau kalimat (Tarigan, 1984).
Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘pemborosan; berlebih-lebihan’ dan diturunkan dari hyper ‘melebihi’ + ballien ‘melemparkan’. Hiperbola merupakan suatu cara yang berlebih-lebihan mencapai efek, suatu gaya bahasa yang didalamnya berisi kebenaran yang direntang panjangkan.
Contoh:
Sempurna sekali, tiada kekurangan suatu apa pun buat penganti baik atau cantik.
Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat penganti kelaparan.

2. Litotes
Litotes adalah majas yang didalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negative atau bentuk yang bertentangan. Litotes menguragi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya. Litotes kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya. Litotes berasal dari bahasa Yunani litos yang berate “sederhana”. Llitotes, lawan dari hiperbola, merupakan sejenis gaya bahasa yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya. (Dale. 1971)
Contoh:
Ichuk Sugiarto sama sekali bukan pemain jalanan
H.B. Yasin bukannya kritikus murahan.
Anak itu sama sekali tidak bodoh

3. Ironi
Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok, maksud itu tidak dapat dicapai dengan mengemukakan:
a. Makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya
b. Ketaksesuaian antara suasana yang bertentangan dan kenyataan yang mendasarinya.
c. Ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan.
Ironi adalah jenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dinyatakan itu. Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor tetapi ironi berat atau ironi keras biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire, walau pembahasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sukar dibuat dan jarang sekali memuaskan orang. (Tarigan, 1984: 144: Taringan 1985).
Contoh:
Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran dilantai.
O, kamu cepat bangun, baru pukul sembilan pagi sekarang ini.

4. Oksimoron
Kata oksimoron berasal dari bahasa Latin Okys ‘tajam’ + moros ‘Goblok, gila’. Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegakan atau endirian atau hubungan sintaktis – baik koordinasi maupun determinasi - antara dua antonim (Ducrot and Todorov, 1981). Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam fase yang sama ( Keraf; 1985)
Contoh:
Olah raga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat berbahaya.
Bahan-bahan nuklir dapat dipakai buat kesejahteraan umat manusia tetapi dapat juga memusnahkan.

5. Paronomasia
Paronomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang bersembunyi sama tetapi bermakna lain: kata-kata yang sama bunyinya tetapai artnya berbeda (Tarigan, 1985). Istilah paronomanasia ini sering juga disamakan dengan pun yang mengandung makna yang sama ( ef. Keraf, 1985).
Contoh:
Oh adinda saying, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

6. Paralipsis
Paralipis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa sesorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.
Contoh:
Masyarakat mengetahui bahwa anak saya tidak mau mengawini (saya silap) tidak mau menceraikan istrinya yang cantik.

7. Zeugma dan Silepsis
Adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua kontruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakekatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata yang pertama.
Contoh:
Anak itu memang rajin dan malas di sekolah
Paman saya nyata sekali bersifat social dan egois
8. Satire
Dalam sastra atau kartun, pada panggung atau layer putih, satire merupakan pengunaan humor secara luas, pribadi atau ironi untuk menertawakan sesuatu masalah. Lebih berbobot daripada sekedar ejaan, satire berisi keritik moral atau politik.
Satire bahasa prancis adalah sanjak atau karangan yang berupa keritik yang meresap-resap (sebagai sindiran atau terang-terangan. ( Mulia & Hiding, 195.?)

9. Inuendo
Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berpa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sambil lalu saja, ( Keraf, 1985, 1985).
Contoh:
Jadinya sampai kini Neng Nurul belum mendapat jodoh karena setiap ada jejaka yang meminang ia sedikit jual mahal.

10. Antifrasis
Gaya bahasa yang serupa penggunaan sebelum kata dengan makna kebalikanya. Perlu diingat benar-benar bahwa antifrasis akan dapat diketahui dan dipahami dengan jelas bila pembaca atau penyimak diharapkan pada kenyataan bahwa yang dikatan itu adalah sebaliknya.
Contoh:
Mari kita sambut kedatangan sang Raja ( maksudnya si Jongos)
Memang engkau orang pintar!

11. Paradoks
Suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan pertentangan, paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh:
Aku kesepian ditengah keramaian
Teman akrab ada kalanya merupakan musuh sejati.

12. Klimaks
Klimaks bersal dati bahasa yunani kilimax yang berate tangga, klimaks adalah sejenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan; kebalikannya adalah atiklimaks.
Contoh:
Setiap guru yang berdiri di muka kelas haruslah mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarnya.
13. Antiklimaks
Adalah kebalikan gaya bahasa klimaks, sebagai gaya bahasa, antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting.
Gaya bahasa antiklimaks dapat digunakan sebagai suatu istilah umum yang masih mengenal spesifikasi:
a. Dekrementum
Dekrementum adalah: Semacam antiklimaks yang berwujud menambah gagasan yang kurang penting pada suatu gagasan yang penting.
Contoh:
Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita serta pertumpahan darah para prajurit kita melawan serdadu penjajah.
b. Katabasis
Katabasis adalah: Sejenis gaya bahasa antiklimaks yang mengurutkan sejumlah gagasan yang semakin kurang pentimg. Katabasis adalah kebalikan gaya bahasa anabasis.
Contoh:
Penataran P4 diberikan kepada Dosen perguruan tinggi, para guru SLTA, SLTP, SD, TK.
c. Batos
Batos adalah sejenis gaya bahasa antiklimaks yang mengandung penukikan tiba-tiba dari gagasan yang sangat penting.
Contoh:
Memang kamu seorang perwira yang gagah berani yang disegani oleh anak buahmu, seorang suami yang diperintah dan diperkuda oleh istrimu dalam segala hal.

14. Apostrof
Secara kalamiah apostrof berarti penghilangan, apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Cara ini sering dipergunakan oleh orator klasik dan dukun tradisional.
Contoh:
Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku.ini.

15. Anastrof atau Inversi
Anastrof atau Inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. (Keraf, 1985). Inverse adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi atau perubahan urutan unsure-unsur konstuksi sintaksis, dengan perkataan lain perubahan Subyek dan Predikat menjadi Predikat-Subyek.
Contoh:
Merantaulah dia kenegeri sebrang tampa meninggalkan pesan apa-apa.

16. Apofasis atau Prestersio
Gaya bahasa yang dipergunakan oleh penulis, pengarang atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya.
Contoh:
Saya tidak inigin menyingkapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.
Saya tidak rela mengungkapkan dalam pertemuan ini bahwa Bapak telah bermain serong dengan wanita itu.

17. Histeron Proteron
Semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang logis atau yang wajar ( Keraf, 1985)
Contoh:
Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut oaring yang berbicara terbata-bata itu.
Kalau kamu lulus ujian SMP nanti, maka kamu akan menduduki jabatan yang tinggi dikantor ini.

18. Hipalase
Mempergunakan suatu kata tertent buat menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Hipalase adalah sejenis gaya bahasa yag merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan (Keraf, 1985)
Contoh:
Kami tetap menagih bekas mertuamu utang pinjaman kepada pakcikmu. (maksudnya: kami tetap menagih utang pinjaman bekas mertuamu kepada pakcikmu).

19. Sinisme
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya; namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya.


Contoh:
Tidak dapat disangkal lagi bahwa bapaklah orangnya, sehingga keamanan dan ketentraman didaerah ini akan ludes bersamamu!
Memang andalah tokohnya yang sanggup menghancurkan desa ini dalam sekejap mata.

20. Sarkasme
Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja sakasin yang berarti merobek-robek daging seperti anjing’, menggigit bibir karena marah, atau bicara dengan kepahitan. (keraf, 1985).
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olokan atau sindiran pedas dan menyakitkan hati, (porwadaminta. 1976)
Contoh:
Mulutmu harimaumu,
Kami lakumu memalukan kami.

III. GAYA BAHASA PERTAUTAN
Kelompok gaya bahasa pertautan ini paling sedikit termasuk tiga belas jenis gaya bahasa, seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini:

1. Metonimia
Metonimia bersal dari bahasa Yunani meta ‘berputar’ + onym ‘nama’. Adalah jenis gaya bahasa yang mempergunakan nama sesuatu barang bagi sesuatu yang lain berkaitan erat dengannya. Dalam metonomia sesuatu barang disebutan tetapi yang dimaksud barang yang lain. (tarigan, 1985). Metonimia ialah majas yang memakai nama cirri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai pengantinya. Kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika kita maksudkan barangnya. (Moeliono, 1984).

Contoh:
Para siswa dikelas kami senang sekali membaca S.T. Alisyahbana.
Dalam pertandingan kemarin saya hanya memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.

2. Sinekdoks
Sinekdoks adalah ajas yang menyebutkan nama bagian sebagai nama keseluruhannya, atau sebaliknya, (Mueliono. 1984). Kata sinekdoks berasal dari bahasa Yunani Synekdechesthai (syn ‘ dengan,+ ek ‘keluar, + dechestthai ‘mengambil, menerima), secara kalamiah berarti menyediakan atau memberikan sesuatu kepada apa yang baru disebut. Dengan perkataan lain sinekdoks adalah gaya bahasa yang menyatakan sebagian untuk penganti keseluruhan. (Dale, 1971).
Contoh:
Setiap tahun semakin banyak mulut yang diberi makan di Tanah Air kita ini.

3. Alusi
Alusi atau kilatan adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung kesuatu peristiwa atau tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan.
Contoh:
Saya ngeri membayangkan kembali peristiwa Westerling di Sulawesi selatan.
Saya takut membayangkan kembali peristiwa Tsunami di Aceh.

4. Eufemisme
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar dan dirurunkan dari eu’ ‘baik + panahi , berbicara. Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenagkan.
Contoh:
Tunaaksara penganti buta huruf
Tunabusana penganti telanjang, tidak memakai baju.
Tunakarya penganti tidak mempunyai pekerjaan
Tunanetra penganti buta, tidak dapat melihat.
Tunarungu penganti tuli, tidak dapat mendengar
Tunawicara penganti bisu, tidak dapat bicara
Tunawisma penganti gelandangan



5. Eponim
Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh:
Hercules menyatakan kekuatan
Hellen dari troya menyatakan kecantikan
Vera menyatakan kebenaran
Dewi Sri menyatakan kesuburan
Dewi Foruna menyatakan kebenara

6. Epitet
Semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu merupakan suatu fase deskriftif yang memberikan atau menggantikan nama sesuatu benda atau nama seseorang
Contoh:
Lonceng pagi bersahut-sahutan didesa terpencil ini menyongsong mentari bersinar menerangi alan. (lonceng Pagi = ayam jantan).
Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang dimabuk asmara. (putrid malam = rembulan.)
Kalau berda ditengah hutan, usakan baik-baik agar raja rinba tidak sempat murka, (raja rimba= harimau)
Hati-hati berjalan di semak belukar ini, jangan sempat terinjak ikat pinggang nabi sulaiman, (ikat pinggang nabi sualaiman = ular)

7. Antonomasia
Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoks yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk mengantikan nama diri, dengan perkataan lain, antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai penganti diri.
Contoh:
Gubernur Nusa Tenggara Barat akan meresmikan pembukaan seminar adapt sasak di Mataram minggu depan.
Rakyat mengharapkan agar yang mulia dapat menghadiri upacara itu

8. Erotesis
Erotosis adalah sejenis gaya bahasa berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
Gaya bahasa ini bisa juga disebut sebagai pertanyaan retoris dan didalanya terdapat suatu asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin, (Keraf, 1985).
Contoh:
Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada UN tahun 2007 ini sangat merosot.

9. Paralelisme
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang tergantung pada sebuah induk kalimat yang sama, gaya bahasa iini lahir dari struktur kalimat yang berimbang, (keraf, 1985).
Contoh:
Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hokum.

10. Elifpsis
Gaya bahasa di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa, atau dengan kata lain: ellipsis adalah penghilangan salah satu atau beberapa unsure penting dalam konstruksi sintatis yang lengkap, (Tarigan, 1985).
Contoh:
Pulangnya membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga (penghilangan subyek : mereka, dia, saya, kami dan lain-lain).

11. Gradasi
Gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan (paling sedikit tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai satu atau beberapa cirri sematik secaraumum dan yang diantaranya paling seidikit satu cirri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.
Contoh:
Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa keengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan harapan, dan pengharapan tidak mengecewakan……

12. Asidenton
Semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mempat di mana beberapa kata, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sembung, bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan saja oleh tanda koma.

Contoh:
Tujuan instruksional, materi pembelajaran, kuwalitas guru, metode yang serasi, media pembelajaran, pengelolaan kelas, evaluasi yang cocok, turut menentukan keberhasilan suatu proses belajar mengajar,

13. Polisidenton
Polisidenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asidenton, dalam polisidenton beberapa kata, frase, atau klause yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.
Contoh:
Istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan papaya dipekarangan rumah kami.

KESUSASTRAAN

I. JENIS-JENIS PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi hasil sastra Indonesia lama yang sangat terkait oleh kelaziman lama yang turun-temurun, bentuk-bentuknya dari dahulu tidak berubah-ubah. Jenis-jenis puisi lama yang penting yaitu: mantra, peribahasa, pantun, syair, gurindam, dan lain-lain.
1. Mantra
Mantra adalah susunan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk bahasa berirama, isinya berupa pujaan, jampi, kutuk, serapah dan larangan. Dalam masyarakat lama merupakan sesuatu yang penting yang berhubungan dengan kepercayaan rakyat. Hamper setiap pekerjaan yang dilakukan anggota masyarakat ada mantranya. Pada waktu menabur benih, menagkap ikan, menagkap buaya, mengobati penyakit, membangun rumah dan lain-lain masing-masing ada mantranya.
Mantra dihasilkan dan diucapkan oleh pawang. Mantra adalah alat berkomunikasi antara pawing dan roh-roh halus, bukan antara manusia dengan manusia, karena itu bahasa mantra, isi mantra mungkin tidak dimengerti oleh manusia biasa, sebagai alat komunikasi bahasa mantra mestinya harus efektif untuk orang halus! Mantra bagi kita adalah sesuatu yang misterius
Apa tugas pawang kepada roh-roh halus itu? Ia menyampaikan maksud sesorang atau masarakat kepaada roh-roh itu dengan roh-roh itu ia berhubungan, ia merayu, membujuk dengan baik-baik. Ada kala roh-roh itu membangkang dan untuk ini pawang melakukannya dengan cara keras, memerintah. Memerintahnya keras bahkan dengan serapah, mengusir roh-roh itu!
Bahasa mantra yang harus efektif untuk roh-roh halus itu mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. berdiri dari kata-kata atau bunyi-bunyi yang membangun suatu irama tertentu. Pengulangan-pengulangan kata dilakukan untuk mendapatkan keindahan bunyi, mendapatkan insensitas kata/bunyi yang akan menjalankan kehususan dan kekuatan.
2. merupakan suatu kesatuan pengucapan: karena itu tidak dapat dipahami melalui unsure-unsurnya.
Hakikatnya atau cirri-ciri mantra ini nanti akan mendasari puisi-puisi mantra dalam perkembangan puisi moderen.
Perhatikanlah mantra menabur benih dipersemaian dibawah ini:
Seri Dangomala! Seri Dangomala.
Hendak kirim anak sembilan bulan
Segala inang, segala pengasuh
Jangan beri sakit, jangn beri demam
Tua jadi muda
Jangan beri ngilu dan pening
Kecil menjadi besar
Yang tak kejap diperkejap
Yang tak sama dipersama
Yang tak hijau diperhijau
Yang tak tinggi dipertinggi
Hijau seperti air laut
Tinggi seperti bukit kaf…!
Seri Dangomala adalah roh halus yang menguasai tanam-tanaman. Kepadanya bibit yang disemaikan itu dipercayakan penjaganya dari gangguan penyakit agar dapat tumbuh subur menghijau.
Orang bertugas menyapaikan mantra disebut pawing. Didalam masyarakat lama ia sangat disegani dan ditakuti orang, karena hanya pawing yang dapat berhubungan dengan roh-roh halus, meneruskan permintaan seseorang, tidak semua orang bisa bermantra.
Mantra dianggap sebagai hasil santra, karena bentuknya yang prosa, liris atau bahasa berirama itu, kata-katnya terpilih dan tersusun rapi. Perulangan-perlangan kata menciptkan iramayang kuat, semuanya itu menimbulkan suasana bahasa yang indah.

2. Bidal atau Pribahasa
Bidal atau peribahasa ialah kata-kata yang merupakan kalimat lengkap yang berisi pernyataan pikiran atau perasaan dengan cara berkias atau ibarat, jenisnya meliputi pepatah, perumpamaan, ibarat dan pemeo.
Didalam didal terdapat unsure seni sastra. Unsur itu mungkin berupa gerak laku, irama tertentu, variasi bunyi yang harmonis, perulangan bunyi kata yang berpasangan atau aliterasi , meskipun kadang-kadang hanya tampak sepintas lalu, selainitu didalanya ucapan berkias atau ibarat itu dipergunakan perbandingan dan pilihan kata yang tepat, serta per-asosiasi-an yang harmonis, karena itu bidal dianggap sebagai puisi, bahkan termasuk puisi yang tertua.
Masyarakat lama senang menggunakan bentuk berkilas, sesuatu yang terasa dihati disampaikan dengan cara berkias, sindir ataupun perbandingan, orang tidak akan menyampaikan maksudnya dengan terus terang, karena dianggap tidak sopan dan tidak tahu adapt. Keadaan inilah yang menyebabkan berkembanya ragam bahasa bidal atau pribahasa. Perhatikanlah contoh bidal dibawa ini. Baca bersuara, adakah terasa unsure keindahannya?
Ikut hati mati, ikut mata buta
Keras-keras kerak kena air lemah jua.
Burung pipit sama enggang mana boleh sama terbang.
Terapung sama hanyut terendam sama basah
Hari pagi dibuang-buang hari tua dikejar-kejar
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak guna.
Bidal yang banyak itu dapat dibagi menurut dua cara yaitu menurut asal timbunya dan menurut isinya.
a. Bidal menurut asal timbunya
Bidal-bidal atau pribahasa itu berasal dari segala lapangan penghidupan masyarakat lama, kita dapat menentukan dari kalangan mana suatu bidal bersal, mungkin dari kalangan petani, nelayan, pedagang, orang-orang tua, pendidikan dan lain-lainnya.
Contoh:
Gajah mati menigalkan gading, harimau mati meningalkan belang.
Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk
Besar pasak daripada tiang.
Pagar makan tanaman.
b. Bidal menurut isinya.
Memperhatikan bidal dari segi isinya kita dapat mengetahui berbagai sifat bangsa yang memiliki bidal itu, dari berbagai bidal akan bergambar betapa watak, sikap dan pandagan hidup bangsa kita dahulu. Ada bidal yang melukiskan sifat bangsa kita antara lain:
Tak suka membuang-buang waktu
Tak suka menyombongkan diri
Ksatria, jujur dan pemberani
Sabar, dan tabah hati
Hati-hati dan waspada
Hari pagi dibuang-buang, hari petang dikejar-kejar
Membuang garam kelaut
Malu bertanya sesat dijalan, segan bergalah hanyut serantau.

3. Pantun
Pantun merupakan puisi asli Indonesia yang bentuknya berdiri sendiri atas empat baris dalam setiap bait, dan bersajak akhir a, b, a, b. baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedang beris ke tiga dan keempat merupakan isi pantun. Diantara puisi lama pantunlah yang sangat terkenal dan sangat banyak dipergunakan anak-anak menggunakan dalam bermai, remaja dan pemuda mengunakannya sebagai alat pergaulan, dan orang tua dalam beristirahat, pantun terdapat dimana-mana meskipun namanya beda-beda. Pantun menjadi kepandaian bersama, tidak diketahui siapa pengarangnya, dan berkembang dari mulut kemulut dikalangan rakyat.
Sebuah pantun yang baik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
- Dapat menyimpukan suatu pikiran atau perasaan dengan sempurna
- Memiliki bagian sampiran dan bagian inti
- Bersajak bersilang a, b, a, b.
- Pada sampiran kebanyakan berisi lukisan alam atau pengalaman seseorang
- Merupakan curahan perasaan pennciptaan yang romantis
- Didukung juga oleh sasaran suara, sasaran bunyi selain pada bagian akhir baris, juga pada awal dan tengah baris.
- Sampiran berisi kiasan atau perbandingan yang tepat terhadap isi pantun atau antara sampiran dan isi ada hubungan kias.
Dilaihat dari bentuknya pantun dapat dibedakan menjadi:
a. Pantun biasa yaitu pantun yang bentuknya terdiri atas empat baris dalam tiap bait.
Contoh:
Pisang emas bawa berlayar
Masak sebiji di atas peti
Utang mas boleh dibayar
Utang budi dibawa mati

b. Pantun kilat atau karmina yaitu pantun yang bentuknya terdiri atas dua baris dalam sebait.
Contoh:
Pinggan tak retak, nasi tak dingin
Tuan tak hendak, kami tak ingin

c. Talibun yaitu pantun yang berisinya lebih dari empat baris tetapi selalu genap, 6, 8, 10 dan seterusnya.
Kalau jadi pergi ke pecan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang belu dahulu
Kalau jadi engkau berjalan
Ibu cari sanakpun cari
Induk sumang cari dahulu

d. Pantun berkait atau pantun rantai yaitu pantun jenis ini lebih sebait, isinya berpupa rangkaian pernyataan, yang kadang-kadang dalam bentuk bersahut-sahutan, aturan pantun berkait yaitu tiap kalimat pada baris II dan IV pada bait pada bait pertama diulang kembali menjadi kalimat baris I dan III pada bait berikutnya.
Contoh:
Buah ara, batang dibatun
Mari dibantun dengan parang
Hai saudara dengarlah pantun
Pantun tidak mengata orang
Mari dibantun dengan parang
Berangan besar didalam padi
Pantun tidak mengata orang
Janganlah syak didalam hati
Berangan besar didalam padi
Rumpun buluh dibuat pagar
Jangan syak didalam hati
Maklum pantun saya belajar
Rumpun buluh dibuat pagar
Cempedak dikerat-kerati
Maklum pantun saya belajar
Saya budak belum mengerti
Cempedak dikerat-kerati
Batang perapat saya runtuhkan
Saya budak belum mengerti
Sebarang dapat saya pantunkan
Batang perapat saya runtuhkan
Berangan diatas kota
Sebarang dapat saya pantunkan
Jangan pula saya dikata
e. Seloka
Dalam puisi lama terdapat pula seloka, kata seloka asanya dari celoka yaitu bentuk puisi yang terdapat dalam buku-buku weda di India, bentunya terdiri dari dua baris kalimat sebait, ang terdiri dari 16 suku kata. Dalam sastra melayu menurut Hoograas, seloka adalah puisi lama yang terdiri dari empat baris bersajak seperti syair, peribahasa yang diikat dijadikan pantun juga disebut seloka, misalnya:
Setali pembeli kemeyam
Sekupang pembeli ketaya
Sekali lancing keujian
Seumur hidup orang tak percaya
Ada seekor burung pelatuk
Cari makan dikayu buruk
Tuan umpama ayam pungguk
Ayam mencar, rajin mematuk.
Menurut isinya atau kalangan pemakainya, pantun lama dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pantun Kanak-kanak
Isi senantiasa melukiskan alam kehidup kanak-kanak yang riang gembira atau bersedih hati.
Contoh:
Hanyut batang berlilit kupai
Terdampar diujung tanjung jati
Bunda pulang bapa pun sampai
Kami semua berbesar hati
Saya tidak pandai menari,
Sebarang tari saya tarikan
Saya tidak pandai bernyanyi
Sebarang nyani saya nayikan
Besar buahnya pisang batu
Jauh melayang selaranya
Saya ini anak piatu
Sanak saudara tidak punya
2. Pantun orang muda
Orang muda kaya dengan perasaan, karena itu pantun muda juga sangat kaya dan indah-indah ragamnya:
- Pantun dagang/pantun nasib
- Pantun berkenalan
- Pantun berkasihan
- Pantun berceraian
- Pantun beriba hati
Contoh:
Asam pauh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepi lebat
Badan jauh di rantau orang
Sakit siapa yang mengobati
Tidak salah bunga lembayung
Salahnya pandan menderita
Tidak salah bunda mengandung
Salahnya badan buruk pinta
Batu karang ditengah laut
Camar terbang melayang-layang
Dinda terpandang hati terpaut
Siang malam terbayang-bayang
3. Pantun tua
Orang tua kaya dengan pengalaman hidup, kerena itu pantun tua umumnya berisi nasihat, petuah, agama ataupun adapt.
Contoh:
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu bersungguh-sungguh
Suatu jangan tertinggal
Anak gagah mandi disumur
Ambil galah dalam perahu
Orang muda jangan takabur
Cobaan Allah siapa tahu
Kemumu ditengah pecan
Diembus angina jauh kebawah
Ilmu yang tidak diamalkan
Bagai pohon tidak berbuah

4. Syair
Syair ialah bentuk puisi yang terdiri atas empat baris dalam setiap bait dan bersajak a, a, a, a. Keempat baris itu semua berupa isi. Bentuk ini oleh penyair dipergunakan untuk menceritakan sesuatu peristiwa, pengalaman yang dialami ataupun khayalan, merupakan paparan cerita, itulah sebabnya tidak cukup sebait saja sebuah cerita dalam bentuk syair kadang-kadang terjadi lebih dari 100 bait.
Perkataan syair berasal dari bahsa arab yaitu syi’ir yang berarti perasaan, diperkirakan syair dipergunakan bersamaan dengan datangnya agama islam di nusantara ini. Menurut R.O Wenstedt syair mula-mula muncul dalam cerita panji yaitu syair Ken Tambuhan yang ditulis dalam abat ke 15. tetapi menurut A. Teeuw, Hamzah Fansurilah yang pertama menciptakan yang pertama menciptakan syair. Syair-syair hamzah fansuri dianggap sebagai syair melayu yang mula-mula (abad ke 16). Hamzah dianggap berjasa memulai tradisi penulisan syair, sesudah itu syair menjadi sagat popular. Pengunaan syair sangat luas. Syair meliputi segenap lapangan isi syair sama dengan kisah, kikayat, roman, cerita peristiwa yang sungguh terjadi, sejarah, berita biasa, pendidikan uraian mengenai agama atau mistik dan lain-lain.
C. Hooykaas mengadakan klasifikasi syair berdasarkan isinya sebagai berikut:
a. Syair yang berisi cerita panji yaitu pencintaan antara Raden Inu Kertapati dengan Raden Galuh Candra Kirana.
Misalnya:
Syair Ken Tambuhan
Syair Panji Semirang
b. Syair yang berisi cerita pelipur lara/syair romantis. Biasanya mengisahkan percintaan atara dua insane yang sedang berkasih-kasihan.
Minsalnya:
Syair Bidasari
Syair Puteri Hijau
c. Syair yang berisi cinta kiasan/ simbolik yaitu syair yang ditulis dalam bentuk perlambang atau kiasan. Isinya mengisahkan kehidupan hewan atau tumbuh-tumbuhan yang mengandung sindiran kepada manusia.
Misalnya:
Syair Burung Pungguk
Syair Ikan Terubuk berahikan puju-puju
d. Syair yang berisi cerita-cerita yang sungguh-sungguh terjadi.
Misalnya:
Syair singapura dimakan api
Syair perang banjarmasin
e. Syair yang berisi ajaran agama, didaktis, mistik islam.
Misalnya:
Syair orang makan modal
Syair Nabi Allah Ayub
Syair Nur Muhammad
Contoh Syair:
Kutipan dari: Syair Ken Tambuhan (yang diselengarakan oleh A Teeuw).

BERPAMITAN

Aria nigsun emas tempawan
Kakanda nin hendak segera berjalan
Ken tambuhan gundah tiada berketahuan
Santap sedikit dalam kemasgulan

Setelah sedah bagian nin makan
Santaplah sirih di dalam puan
Sepahnya diberi pada Ken Tambuhan
Bertemu mulut sepah disuapkan

Raden berkata dengan cumbuan
Emas merah ratna tempawan
Kakanda bermohon kepada tuan
Pergi mengaring pemburuan

Aria nigsun cahaya mahkota
Tingallah tuan jangan bercinta
Ken Tambuhan tunduk tiada berkata
Seperti disahuti dengan air mata

Berlalu sangat hatinya pilu
Bagai diiris dengan sembilu
Sebanya hati Raden Inu
Disambut diriba sambil bercumbu

Dibujuknya oleh Raden Mentari
Aduh susuan manis berseri
Jiwaku seperti bidadari
Tidakkah kakang pergi sendiri

Lamun tidak tuan bersabda
Tidaklah suka perginga kakanda
Biarlah dimurkai paduka bunda
Biarlah kakang menggalangkan dada

Janganlah menagis apalah tuan
Sebarang maksud tuan katakan
Hendak tuan kakang turutkan
Senzzarah pun tidak kaknag lakukan

Lalu disahuti Ken Tambuhan
Suaranya halus perlahan-lahan
Bukanya petik malarang kehutan
Sahaja untuk patik sebalkan

Jikalau tidak pergi kakanda
Binasalah patik oleh baginda
Seolah-olah patik mengada-ada
Sangat murka paduka bunda

Mendengar kata Ken Tambuhan
Hatinya Raden belas kasihan
Air matanya jua berhamburan
Kepada rasanya tidak berjalan

Dipeluk bermohon Raden Mentari
Karena sudah tinggi hari
Dicium sepah bideri
Petang sekarang abang kembali

Bertukar sunting Inu bangsawan
Seraya diciumnya Ken Tambuhan
Emas merah tingallah tuan
Lalu bangkit turun berjalan

Berjalan sedikit kembali pula
Aduh tuanku batu kepala
Tuanlah memberi kakanda gila
Barang kerja jadi kendala

5. Gurindam
Gurindam merupakan puisi lama yang terdiri dari atas dua baris dalam setiap bait. Kedua baris itu semuanya berupa isi, Rima akhir bersajak sama a a. Gurindam isinya mengatakansuatu nasehat atau kebenaran, perhubungan antara kalimat I dengan kalimat II sama dengan kalimat majemuk. Kalimat I berisi semacam perjanjian atau syarat dan kalimat II merupakan akibat atau jawab dari pada janji kalimat I. Gurindam adalah puisi lama pengaruh India.
Pengarang Gurindam yang terkenal adalah Raja Ali Haji yang mengarang Gurindam Dua Belas. Disebut gurindam dua belas, karena isinya terdiri atas 12 fasal, bercorak didaktis, religius (nasihat).
Ini gurindam pasal yang ketujuh:

Apabila banyak berkata-kata,
Disitulah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan,
Itulah tanda hampirkan duka.

Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.

Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapaknya letih.

Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.

Apabila orang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.

Apabila perkataan yang lemah lembut,
Lekaslah segala orang mengikuti.

Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.

II. SASTRA LISAN
Pada hakekatnya dikenal dua priode besar dalam sejaranh kesusastraan Indonesia klasik yaitu: 1). Sastra yang berkembang secara lisan dan 2.) sasatra yang dituliskan. Kedunya berada pada kurun waktu setelah agama Islam berkembang di Indonesia dan sebelum kedatangan Islam di Indonesia, tetapi pada masa sastra Indonesia lama ditulis, karya sastra yang diceritakan secara lisan itu pun dituliskan juga, sehingga aslinya ditemukan sastra lisan yang tertulis dalam huruf arab melayu.
Beberapa bentuk sastra lisan yang diketahui adalah:
1. Dongeng
2. Cerita jenaka
3. Pelipur Lara
4. Fabel.
Sedangkan bentuk sastra tertulis adalah:
1. Sastra Sejarah
2. Sastra pengaruh Hindu
3. Sastra pengaruh Islam
4. Sastra pengaruh kesusastraan Jawa.
Dari sudut asliya cerita jenaka, pelipur lara, fable, dongeng dan sastra sejarah, termasuk karya sastra asli Melayu, sedangkan yang lainnya adalah pengaruh asing, baik dari kebudayaan Hindu, Islam, maupun kesusastraan jawa.
Pada kesusastraan Lisan di kenali seorang pawing yang mahir bercerita, cerita Pawang ini berkembang dari mulut ke mulut dan selanjutnya berkembang pula dari nenek ke cucu, ibu ke anaknya sebagai cerita pengisi waktu senggang sebelum tidur, cerita tersebut diulang terus sehingga hafal di kalangan masyarakat, perkembangan yang berlangsung dari mulut ke mulut menjadikan isi cerita berubah-ubah sesuai dengan selera yang diceritakan oleh juru cerita sebelunya, perubahan yang terjadi biasanya pada nama-nama pelakunya, tempat dan perkembanyanya, pawing yang disebut namanya didalam naskah-naskah Melayu kelasik ialah Pawang Ana.



Bentuk-bentuk prosa lama yang termasuk ke dalam sastra lisan dan asli Indonesia adalah:
1. Dongeng
Dongeng adalah cerita yang bersifat chayalan, kenyataan yang terdapat dalam cerita tidak dapat diterima sebagai mana biasa, tidak masuk akal. Semuanya merupakan fantasi pencerita untuk menemukan jawaban permasalahan dalam masyarakat, terutama tentang asal mula sesuatu, oleh karena itu dongeng banyak berisi tentang asal mula sesuatu.

2. Cerita Jenaka
Cerita jenaka adalah suatu bentuk sastra lisan di samping dongeng. Kejenakaan cerita terlihat dari tokohnya yang lucu tingkah laku maupun watak yan dibawakannya. Tokohnya ada yang sangat bodoh, kesalahfahaman, ada juga tokoh tersebut sangat cerdasnya sehingga selalu keluar dari kesulitan yang dialaminya. Atau juga tokoh yang selalu dapat melepaskan diri dari kesulitan walaupun ia tidak tahu apa-apa.
Cerita jenaka tidak tidak hanya terdapat di Indonesia saja, melainkan bersifat Universal, di Belanda tokoh jenaka dikenal dengan nama Uilenspiegel (Owlglass). Dalan Arab-Turki ia bernama Jaha atau Khoja Naseeddin, Abu Nawas. Di berbagai daerah Indonesia ia terdapat cerita dengan para tokoh yang jenka. Dalam sastra melayu dikenal Pak Pandir, Pak Belalng, pak Kodok dan si Luncai. Dalam sastra sunda semua cerita jenaka berkisar pada seorang tokoh yang bernama Kebayan. Kebayan dalam sastra Sunda tidak sama dengan Nenek Kabayan dalam sastra Melayu yang selalu menolong para tokoh utama yang mengalami kesusastraan. Dalam sastra jawa dikenal Joko Dolong, Pak Banjir, dan tentuya didaerah lain terdapat cerita lucu lainya. Nah bagaimana tentang cerita lucu yang terdapat pada daerah kita ini yang ada di Nusa Tenggara Barat khususnya Lombok adakah kita ketahui tentang siapa tokoh Cerita Jenaka?....

3. Cerita Pelipur Lara
Sesuai dengan namanya cerita pelipur lara adalah cerita yang bertujuan untuk melipur lara, melipur hati yang sedih. Kisah pelipur lara ini sangat disukai oleh orang tua muda karena jalan ceritanya yang menarik, kemenarikannya terletak pada isi cerita yang romatis, berakhir dengan kebahagiaan, dalam kesesastran melayu cerita pelipur lara selalu disebut hikayat, misalnya: hikayat raja muda, hikayat malim deman, hikayat malim dewa, hikayat awing sulung merah muda dan lain-lain.
Cerita pelipur lara adalah cerita yang berbentuk roman, temanya pada umumnya adalah kisah pengembaraan para raja dam mencari sesuatu yang diidamkannya. Idamanya bisa saja berupa putrid cantik yang ditemukan dalam mimpi, atau barang-barang-barang tertentu yang dianggap sebagai alat untuk menambah kejayaannya, atau obat penyembuh penyakit orang tuanya. Cerita pelipur lara adalah sastra istana yang dipersiapkan untuk kepentingan istana, kebesaran raja-raja.
Struktur cerita pelifur lara, sebagaimana halnya novel, roman, adalah sebagai berikut:
1. Perkenalan; bagian perkenalan ini menceritakan tentang kelahiran putra raja yang ditandai oleh kebesaran ciptaan Tuhan.
2. Pengembaraan; bagian ini memperlihatkan pengembaraan putra raja karena bermimpi melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
3. Penyelesaian; bagian ini memperlihatkan keberhasilan purta raja dalam mencari sesuatu yang diidamkannya.
4. Dia kembali kenegrinya dan menggatikan ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

4. Ceritera Bintang (Fabel)
Cerita binatang adalah salah satu bentuk ceritera rakyat yang sangat popular, tiap bangsa didunia memiliki ceritera binatang, demikain juga tiap daerah di Indonesia memiliki ceritra binatang, para tokoh dalam ceritera binatang adalah binatang yang diberi watak sebagaimana watak manusia pada umunya, mereka dapat berbicara sesame mereka, bertukar pikiran, bahkan mencarikan jalan keluar dalam memecahkan masalah yang dialaminya, atau memperdayakan lawanya, tingkah lakunya adalah tingkah laku manusia pada umumnya. Oleh karena itu ceritera binatang bersifat simbolik, melalui tindakan para binatang dalam ceritera, dapat menimbulkan kesan menyindir, menasehati, memberi penjelasan atau mendidik manusia.
Ciri khas ceritera binatang adalah:
1. Tokoh utamanya bertubuh kecil, tidak bersenjata untuk memperahankan dirinya (Tokoh prtogonis)
2. Tokoh utama selalu berhadapan dengan binatang yang bertubuh besar, kuat, bersenjata untuk mempertahankan dirinya ( Tokoh Antagonis)
3. Tokoh protogonis cerdik, mengalahkan antagonisnya hanya dengan akal dan selalu menang.
4. Tokoh Antagonis bodoh, serakah, tidak tahu berterimakasih.
Tokoh binatang yang terkenal cerdik dalam ceritera binatang di Indonesia ialah kancil, pelanduk jenaka, kancil selalu berhadapan dengan binatang yang berwatak tamak, bodoh, pemalas, binatang-binatang yang menjadi antogonisnya adalah; buaya, harimau, ular, kera, gajah. Di beberapa daerah dikenal juga terkenal tokoh lainya. Bagaimana dengan daerah kita ini apakah ada tokoh binatang yang kalian ketahui?...

============ Selamat Belajar ============


DAFTAR PUSTAKA

Firdaus; Zulfahnur Z. dan Abdul Aziz. 1938. “Analisis dan Rangkuman Bacaan Sastra” Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nugroho; Mariati dan Sutopo. 2005 “Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan Mts Kelas VII” Karanganyar, Graha Multi Grafika.

Tarigan; Herny Guntur.1986. “Pengajaran Gaya Bahasa”. Bandung, Penerbit Angkasa

Trimansyah; Bambang dan Endang Hermawan, dan Asep Wahyu. 1999 “Belajar Bahasa Indonesia untuk SLTP kelas 1” Jakarta, PT Mapan.

Wiyogo. B. 1996. “Intirasi Pelajaran Bahasa Indonesia”. Solo. Setia Aji.