Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

May 13, 2017

SIKAP MINDER

PENGERTIAN
Sikap minder terdiri dari dua kata yaitu sikap dan minder dan akan dijelaskan satu persatu. Dalam Buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa Sikap adalah “sikap (attitude) itu berhubungan dengan suatu obyek atau sekelompok obyek dan biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek yang dihadapi”, (Sujanto, 1980: 99h). Dalam Buku Psikologi Sosial disebutkan bahwa “sikap itu adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan–perasaan tertentu di dalam menghadapi obyek dan terbentuknya atas dasar pengalaman–pengalaman”, (Walgito, 1980: 52-55h).
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang mengerakkan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan–perasaan tertentu di dalam menghadapi obyek dan terbentuknya atas dasar pengalaman–pengalaman dan memberikan penilaian”.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “Minder adalah rasa rendah diri” (Bandudu, 1994: 899h). Dalam buku lain dijelaskan “Minder, rendah diri (inferiority complex) adalah: a). Suatu perasaan minder sebagai akibat dari komplik antara keinginan untuk mencari pengakuan yang bersifat positif dan perasaan takut akan pernah dialami yang ada hubungannya dengan frustasi yang sering dialami dalam situasi yang serupa di masa lahir, b). Perasaan minder sebagai akibat dari perasaan yang tertekan atau sekarang, ciri–ciri minder atau rendah diri menyendiri / kurang pergaulan (kuper)”. (Sudarsono, 1996: 199h).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan “sikap minder dalam penelitian ini adalah keadaan dalam diri manusia sebagai akibat dari perasaan-perasaan yang tertekan berupa rendah diri, kurang pergaulan, perasaan takut, pesimis yang berlebihan, tegangan–tegangan emosi antara keinginan untuk mencari pengakuan yang positif”.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sikap minder adalah sikap minder yang berupa kurang pergaulan, perasaan takut, malu, emosional, kecemasan, dan pesimis yang dialami oleh Siswa”.

CIRI – CIRI SIKAP
Ciri–ciri sikap yaitu: 1). Sikap tidak dibawa sejak lahir, 2). Sikap itu selalu berhubungan dengan obyek sikap, 3). Sikap dapat tertuju pada satu obyek saja tapi dapat juga tertuju pada sekumpulan obyek, 4). Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar, 5). Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi. (Walgito, 1980: 14h).
Dalam Buku Psikologi Umum dijelaskan tentang “ciri–ciri sikap antara lain: 1). Sikap adalah kecenderungan bertindak, berfikir, berprestasi, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai, 2). Sikap bukanlah sekedar rekaman masa lampu, 3). Sikap relatif lebih mantap, 4). Sikap mengandung aspek evaluatif, 5). Sikap timbul dari pengalaman, 6). Sikap mempunyai segi–segi motivasi dan segi–segi perasaan, 7). Sikap tidak berdiri sendiri”, (Sobur, 2003: 361–362h).

ASPEK - ASPEK SIKAP MINDER.
Sesuai dengan penjelasaan di atas, maka dapat kami simpulkan yang menjadi aspek-aspek sikap minder dalam penelitian ini adalah: 1). Kurang pergaualan, 2). Perasaan takut, 3). Malu, 4). Emosional, 5). Kecemasan, 6). Pesimis.
1. Kurang Pergaulan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “pergaulan adalah hidup berteman, kehidupan bermasyarakat”, (Depdiknas, 2003: 339h).
Jadi yang dimaksud dengan kurang pergaulan dalam penelitian ini adalah “individu–individu atau siswa yang sering mengasingkan diri, memisahkan diri dalam bergaul bersama teman-teman dan lingkungan masyarakat sekitarnya”.
2. Perasaan Takut (Takut).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “takut adalah merasa getar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap mendatangkan bencana, tidak berani (berbuat, menempuh, menderita, dsb)”. (Depdiknas, 2003 :1125h). Dalam buku lain dijelaskan bahwa “ perasaan takut atau rasa takut atau ketakutan adalah suatu perasaan yang berhubungan dengan keadaan terdesak, tegang, dan putus asa”. (Wenzler, 1993 :158h). Ahli lain menjelaskan yang dimaksud dengan “perasaan takut adalah mendramatisir sesuatu hal atau masalah yang belum tentu akan terjadi”. (Gymnasitiar, 2004).
3. Malu
Dalam Buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa “Malu adalah merupakan bentuk emosi yang dialami oleh seseorang karena merasa adanya kekurangan pada dirinya, seperti badan cacat, badan yang terlalu kurus atau gemuk, memiliki kemampuan yang pas–pasan”, (Darajat, 1994: 35h). Sedangkan pendapat lain mengatakan “malu adalah seseorang yang merasa tidak enak lagi (hina, miskin, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang tidak baik”, (Nasahi, 1998: 65h).
4. Emosional.
Dalam Buku Konsep Diri dijelaskan bahwa “emosional adalah tidak terkendalinya perasaan yang meluap–luap, sehingga akan mudah gelisah, binggung dan sebagainya”, (Lokmono, 2000: 14h). Menurut Zakiah Darajat bahwa “emosional adalah suasana hati yang terus–menerus berganti dan tidak tetap, sehingga cepat berubah yang dapat mengacaukan ketenagan batin seseorang”, (Darajat, 1994: 21h). Menurut Willem James (dalam Wedge, 1995) menjelaskan “emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan obyek tertentu dalam lingkungan”, (Sobur, 2003: 399h).
5. Kecemasan.
Dalam Buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa “kecemasan adalah suatu bentuk kelakuan yang berasal dari sebab–sebab yang sebenarnya tidak dibayangkan dan belum tentu benar–benar ada”, (Soetoe: 2000: 13h). Dalam Buku Psikologi Remaja dijelaskan “bahwa perasaan cemas adalah dinyatakan dengan dua cara yaitu: a). Membicarakan kecemasan mereka dengan orang lain, dengan harapan akan mendapatkan simpati dari orang tersebut, b). Menunjukkan raut wajah yang membayangkan kecemasan serta memperlihatkan muka acuh tak acuh”, (Sujanto, 1999: 23h).
6. Pesimis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “pesimis adalah orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan (khwatir kalah, rugi, celaka dsb) orang yang mudah putus (tipis) harapan”, (Depdiknas, 2003: 866h). Dalam buku lain dijelaskan yang dimaksud dengan “pesimis adalah sejenis tipe suasana hati negatif dimana segala sesuatu dinilai dari sudut yang penuh kemauan dan rasa tak mungkin”, (Sasfrapradja, 1978: 377h). Dalam buku lain juga dijelaskan yang dimaksud dengan “pesimis adalah orang yang tidak memiliki harapan atau cita-cita merasa rendah diri karena tidak memiliki kemampuan yang patut dibanggakan”, ( Sudarsono, 1996: 197h).

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR.
a. Faktor Endogen
Faktor endogen yakni semua faktor yang berasal dari dalam diri individu, faktor endogen ini meliputi dua faktor yaitu faktor fisik dan faktor psikis.
1. Faktor Fisik.
Faktor fisik ini salah satu terdiri dari faktor kesehatan, selain faktor kesehatan, indra pendengaran, indra penglihatan dan cacat-cacat tubuh yang lain, keadaan cacat ini dapat menghambat keberhasilan seseorang dalam belajar dan proses belajar siswa.
2. Faktor psikis.
Banyak faktor-faktor fsikis yang dapat mempengaruhi kualitas belajar dan hasil belajar adalah: faktor intlegensi atau kemampuan, perhatian, bakat, motivasi, kematangan, kepribadian, dan minat.
b. Faktor Eksogen.
Faktor eksogen yaitu semua faktor yang berada di luar diri individu. Faktor eksogen ini dapat mempengaruhi belajar dan hasil belajar siswa. Faktor–faktor eksogen ini antara lain :1). Faktor keluarga, 2). Faktor instrumen sekolah, 3). Faktor lingkungan, dan 4). Faktor cara belajar.
1. Faktor Keluarga.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan intrakasi dengan kelompoknya. Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, faktor keluarga ini antara lain :1).Kondisi ekonomi keluarga, 2). Hubungan emosional orang tua dengan anak, dan 3). Cara–cara orang tua mendidik anak.

2. Faktor Instrumen dan Sekolah.
Setiap sekolah mempunyai tujuan yang hendak akan dicapai. Tujuan tertentu saja pada tingkat kelembagaan dalam rangka kearah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Faktor-faktor instrumen ini dapat mempengaruhi belajar siswa antara lain :1). Kurikulum ,2). Program,3). Sarana dan fasilitas, 4). Guru.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa antara lain lingkungan alam, lingkungan sosial, budaya, agama. Dalam buku Psikologi Umum dijelaskan “Faktor teman bergaul dan aktifitas dalam masyarakat dapat pula mempengaruhi kegiatan belajar anak”,(Sobur, 2003: 251h).
4. Faktor Pendekatan Belajar.
Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi, metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi–materi pelajaraan. Penedekatan belajar dapat dibagi menjadi tiga macam tingkatan yaitu 1). Pendekatan tinggi (speculatif dan achieving), 2). Pendekatan menegah (analitikal dan deep), 3). Pendekatan rendah (reproduktive dan surfoce), (Syah, 2003: 155-156h).

No comments: