Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

August 24, 2021

SABILITAS EMOSI

Pengertian

Kestabilan emosi adalah keaadaan individu yang memiliki emosi yang matang ketika mendapatkan rangsangan dari luar tidak menimbulkan gangguan emosional, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap. Goleman (1999) menyatakan bahwa emosi berperan besar dalam suatu tindakan, bahkan dalam pengambilan keputusan yan paling rasional, perasaan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang rasional, selain itu keadaan emosional individu dapat membantu mengatasi konflik secara tepat. Kestabilan emosi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu dalam mengontrol emosinya dengan cara menampilkan reaksi yang tepat atas rangsang yang diterima, sehingga individu mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialami maupun berhubungan dengan orang lain (Santrock, 2003).

Stabilitas emosi (emotional stability) dibagi menjadi 2 bentuk antara lain, stabilitas yang positif yaitu individu cenderung tenang, percaya diri, dan memilki penderian teguh, sementara stabilitas yang negative yaitu individu cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki penderian yang teguh (Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, 2008). Menurut penelitian Sheema A. (2005) bahwa hasil menunjukan siswa laki-laki lebih stabil secara emosioanl dari pada siswa perempuan, mungkin karena kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan, dan mudah terganggu oleh oreng- orang sekitar, selain itu perempuan juga memiliki rasa cemas dan perasaan tidak aman.

Salah satu model kepribadian yang biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan serta mengidentifikasi kepribadian individu adalah Big Five Personality.Dimensi kepribadian yang terdapat dalam model Big Five Personality antara lain extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience (Robbins dan Judge, 2008) Bahwa extraversion merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang suka bergaul dan tegas. Agreeableness merupakan kepribadian yang menggambarkan kepribadian seseorang yang bersifat baik, senang bekerjasama, serta penuh kepercayaan. Conscientiousness merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bisa dipercaya, gigih, teratur, serta bertanggung jawab. Emotional Stability adalah kepribadian yang menggambarkan seseorang yang tenang dan tidak mudah gugup. Openness to experience mendeskripsikan seseorang yang menyukai hal-hal yang baru, imaginatif, mempunyai pemikiran yang luas (Ayu, Pradnya, Suardikha, Ayu, & Budiasih, 2003).

Stabilitas yang di maksud adalah reaksi individu baik secara emosi maupun fisik, individu yang memilki stabilitas emosi yang baik adalah individu yang mampu memahami apa yang sedang dirasakan dan mengekspresikannya secara tepat. Sebaliknya, individu yang memiliki stabilitas yang rendah emosinya digambarkan sebagai individu yang sulit mengenali apa yang dirasakan sebenarnya, dan melampiaskan perasaannya dengan cara yang destruktif.

Karakteristik stabilitas emosi antara lain mampu merespon perubahan situasi dengan baik, mampu menunda respon terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak beralasan, dan mau mengakui kesalahan tanpa malu (Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, 2002). Aspek-aspek dari kestabilan emosi yaitu: kontrol emosi yang meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri individu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita, prinsip, bentui respon emosi yang dipilih dan ditampilkan individu saat menghadapi situasi tertentu, dan kematangan emosi yaitu kemampuan individu untuk melakukan respon emosi yang sesuai dengan tingkat perkembangannya yang diindikasikan dengan adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir, tidak mudah cemas, dan tidak mudah marah (Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, 2002).

Pada keadaan emosi yang stabil individu berfikir dan bertindak secara realitas. Emosi yang stabil individu seperti inilah yang dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan emosi stabil atau tenang, dari memiliki emosi yang stabil seperti itu individu dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat serta kepala dingin. Jika sebaliknya, individu yang kurang mampu mengelolah emosi dan tidak memiliki emosi yang stabil seperti gugup, cemas, individu seperti inilah yang akan sulit mengambil keputusan, dan lamban, dan terkadang tidak sesuai dengan harapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah individu dapat mengekspresikan reaksi yang tidak berlebihan atas rangsangan yang diterima. Selain itu kestabilan emosi ini merupakan tahapan individu yang harus dicapai untuk lebih tenang dalam menghadapi segala permasalahan dan persoalan. Dengan adanya stabilitas emosi pada individu maka dapat menyeimbangkan antara kekuatan diri dan harapan yang akan dicapai (Ahmad Susanto. 2015).

Aspek Kestabilan Emosi

Respon emosi. Pada aspek respons emosi mempunyai sifat baik dan sehat, karena itu dalam memperoleh Kesehatan emosi tidak dengan cara menahan atau menghilangkan reaksi emosi yang timbul, sikap tenang dan dingin merupakan penyesuaian emosi yang baik, tuntutan kehidupan membutuhkan reaksi emosi yang menandai atau respon yang tidak menyulutkan dan tidak merusak penyusaian personal, soaial dan emosi itu sendiri.

Kematangan emosi. Kematangan emosi merupakan kemampuan individu utuk melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat perkembangan pribadi. Gilmer (dalam Dewi, 2009) mengemukkan bahwa kematangan emosi tidak mempunyai Batasan umur, artinya kematangan emosi sesorang tidak bisa dilihat. Gelmer mengemukakkan indicator kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah. Difinisi tentang kematangan emosi merupakan suatu keadaan tercapainnya tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosi.

Kontrol emosi. Kontrol emosi merupakan fase kusus dari control diri yang sangat penting bagitercapinnya kematangan, penyesuaiaan dan Kesehatan mental. Control emosi ini meliputi emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri inividu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita serta prinsip. Indikasi control yang kurang baik dapat dilihat dari timbulnya kegagalan pada hal-hal sebagai berikut, pengaturan perasaan seksual, pembatasaan kesenganan pada materi, penempatan moralitas diatas kesenagan sementara serta pengindaran diri sedikit dari stimulus yang menyulitkan individu yang mampu mengekspresikan emosi secara tepat akan memperoleh kepuasan untuk mengarahkan energi emosi kedalam aktivitas yang kreatif dan produktif (smith, 1955). Kontrol emosi termasuk salah satu aspek control diri, yaitu dengan mengahdapi situasi dengan sikap rasional, mampu memberikan respon dan mengartikan situasi cecara tepat dan tidak berlebihan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Emosi

Menurut Fatimah (2010), proses Kestabilan Emosi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor berpikir positif dipengaruhi beberapa hal misalnya eksternal dan internal, faktor ekternal atau dari luar diri misalnya lingkungan sekitar, teman bergaul, dan faktor internal atau dari dalam diri misalnya kemampuan rendah, inteligensi yang rendah, cemas serta memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik. Menurut Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakkan beberapa factor kestabilan emosi sesorang yaitu: Kondisi fikis, Pembawaan, dan suasana hati, lingkungan, pengalaman dan factor individu.Faktor-faktor internal dan eksternal itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Faktor fisiologis. Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh.

Faktor psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan pengendalian diri dan berpikir positif seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.

Faktor pengalaman. Tidak semua pengalaman mempunyai makna, dalam pengendalian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam pengendalian diri dan cara berpikir yang positif, terutama pengalaman yang menyenangkan atau menyusahkan. Pengalaman yang menyenagkan seperti memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan proses pengendalian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan pengendalian diri yang keliru/salah suai dan menimbulkan cara berpikir yang negatif.

Faktor belajar. Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses pengendalian diri dan berpikir positif. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola respons yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian besar respons dan ciri-ciri kepribdaian lebih banyak diperoleh dari proses belajar daripada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses pengendalian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.

Faktor determinasi diri. Proses pengendalian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf pengendalian yang tinggi dan cara berpikir.

Faktor konflik. Pengaruh konflik terhadap perilaku tergantung pada sifat konflik itu sendiri. Ada pandangan bahwa setiap konflik bersifat mengganggu. Padahal, ada orang yang memiliki banyak konflik tetapi tidak mengganggu atau tidak merugikannya. Sebenarnya beberapa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan pengendalian dirinya. Ada orang yang mengatasi konfliknya dengan cara meningkatkan usaha kearah pencapaian tujuan yang menguntungkan bersama secara sosial. Akan tetapi, ada pula yang memecahkan konflik dengan cara melarikan diri, sehingga menimbulakan gejala-gejala neurotis.

Faktor perkembangan dan kematangan. Dalam proses perkembangan, respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif menjadi respon yang bersifat hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia, perubahan dan perkembangan respons, tidak hanya diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respons. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai individu berbeda-beda, sehinggah pola-pola pengendalian dirinya juga akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan antara pengendalian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan memengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, intelektual. Dalam fase tertentu, salah satu aspek mungkin lebih penting dari aspek lainnya.

Faktor lingkungan. Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap pengendalian diri seseorang, dalam kehidupan dimasyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses pengendalian sosial. pengendalian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum. pengendalian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai pengendalian pribadi dan sosial secara baik.

Faktor Budaya dan Agama. Proses, mulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh kultur dan agama. Lingkungan kultural individu tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola pengendalian dirinya. Proses yang dilakukan oleh individu dalam pengendalian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakatnya. Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memilki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam proses pengendalian sosial, individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya

Daftar Pustaka

Ahmad Susanto. 2015. Bimbingan dan Konseling di Tamam Kanak-Kanak. Jakarta: Prenadamedia Group

Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia

Goleman Daniel. 1999. Working with Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (penerjemah Alex Tri Kantjo Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hariadi Ahmad dan Aluh Hartati. 2016. Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk Konselor Sekolah. LPP Mandala. Mataram

Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, N. A. K. 2002. Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 121 – 132.

Robbins P. Stephen & Judge A. Timothy. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

Santrock, J. W. 2003. Perkembangan Masa Remaja. Jakarta: Erlangga.

Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

No comments: