Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

June 8, 2011

Konseling Kelompok REBT

KONSELING KELOMPOK RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR

A. Landasan Teoritik Konseling Rastional Emotif Behavior

1. Pandangan terhadap Manusia

a. Manusia adalah makhluk unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.

b. Reaksi emosional individu sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi dan filosofis yang disadari maupun tidak disadari.

c. Hambatan psikologis atu emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.

d. Tiga pilar yang membangun tingkah laku individu adalah Antecedent event (A), Belief (B) dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

2. Konsep Dasar

* Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh filsafat yunani kuno, terutama filosof Stoic, khususnya Epictetus yang menyatakan “manusia terganggu bukan oleh peristiwa yang dihadapi, melainkan oleh pandangan yang dimiliki berkaitan dengan peristiwa tersebut”.

* Disamping itu, pendekatan tersebut dipengaruhi oleh Adler yang berpandangan bahwa reaksi emosi dan gaya hidup manusia berkaitan dengan keyakinan dasar karena itu bersifat kognitif.

* Pandangan pendekatan rasioanal emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Elllis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Berikut ini penjelasannya:

a. Antecedent event (A), yaitu segenap peristiwa luar yang dialami individu seperti fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain.

b. Belief (B) , yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap peristiwa. Keyakinan (Belief) individu dibagi menjadi dua : rational belief (rB) dan irrational belief (iB). Keyakinan yang rasional nmerupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan produktif. Sebaliknya, keyakinan yang irasionalmerupakan cara berpikir yang tidak tepat, tidak masuk akal dan tidak produktif

c. Emotional consequence © merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A).

* Secara skematis hubungan ketiga aspek teori ABC adalah sebagai berikut :

A B C

* Hakekat Konseling

Proses reorganisasi/restrukturalisasi pikiran konseli

Teori A-B-C-D-E-F

A (activating event)




B (belief) C (emotional and behavioral consequences)




D (disputing) E (effect) F (new feeling)

Catatan: B = yang harus dibenahi dalam konseling

3. Asumsi Tingkah Laku Sehat dan Malasuai

a. Perilaku Laku Sehat

Pribadi yang sehat adalah pribadi yang perilakunya didasarkan pada cara pikir yang rasional.

b. Perilaku Malasuai

Perilaku yang didasarkan pada cara berpikir yang irasional, yang tidak dapat dibuktikan, menimbulkan perasaan tidak enak, dan menghambat perkembangan indvidu. Gambaran perilaku malasuai adalah:

· Perilaku malasuai (tidak bisa menyesuaikan diri) merupakan akibat dari sejumlah pandangan yang tidak rasional yang didapat manusia dari proses perkembangannya

· Pandangan yang tidak rasional tersebut terue menerus dipropagandakan orang tersebut terhadap dirinya melalui kalimat/kata-kata yang merusak dirinya.

· Pandangan irrasional yang merupakan sumber perilaku irasional adalah sebagai berikut:

1. Orang harus selalu dicintai dan diterima oleh setiap orang dilingkungannya agar berharga.

2. Orang harus memiliki kemampuan sempurna dalam segala hal agar berharga.

3. Orang yang jahat, keji, dan kejam harus dicela dan dihukum seberat-beratnya.

4. Suatu bencana besar bila suatu peristiwa terjadi tidak seperti yang dikehendaki seseorang.

5. Ketidak bahagian itu berasal dari luar diri individu karena individu tersebut tidak punya kemampuan untuk mengendalikan ketidakbahagiaan tersebut.

6. Orang harus terus menerus mengeluh dan memikirkan peristiwa yang berbahaya atau merugikan.

7. Lebih mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab dari pada menghadapinya.

8. Orang perlu bergantung pada orang lain yang lebih kuat dari pada dirinya.

9. Masa lalu seseorang menentukan perilaku saat ini dan tidak dapat diubah.

10. Orang harus prihatin dan gelisah dengan masalah dan kondisi orang lain.

11. Hanya ada satu jawaban yang sempurna untuk setiap masalah, dan bencana besar jika jawaban tersebut tidak di.temukan.

B. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok terjadi secara heterogen artinya anggota kelompok tidak terbatas pada individu yang mempunyai masalah yang sama atau hampir sama. Karakteristik pembentukan kelompok rasional emotif behavior adalah:

a. Kelompok terdiri dari 5-6 orang.

b. Perwujudan dinamika kelompok adalah keterlibatan anggota dalam diskusi kelompok.

c. Pemimpin kelompok mengajari anggota bagaimana menghentikan irrational belief dan mensubstitusikannya.

d. Anggota mempelajari bagaimana menganalisis konflik dan menggunakan metode-metode ilmiah untuk menanyakan sistem-sistem keyakinan sehingga dapat mempelajari sesuatu yang baru dan rasional untuk dipraktekkan dalam kehidupan.

C. Kondisi Perubahan

1. Tujuan Konseling

a. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan dan pandangan-pandangan yang irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis.

b. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri seperti rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa cemas sebagai konsekuensi keyakinan yang tidak tepat.

2. Peran Konselor

a. Sebagai guru, yaitu mengajar konseli untuk mengubah pola pikir yang irasional menjadi rasional.

b. Sebagai ahli bahasa, yaitu membantu konseli untuk mengunakan bahasa dengan baik pada saat yang diperlukan dan menyimpulkan pikiran yang logis.

c. Modelling, konselor hendaknya menjadi contoh dan panutan bagi konseli.

d. Counter-propagandist, diperlukan untuk menentang self-defeating konseli. Konselor perlu mendorong, mmeberikan persuasi dan pada saat-saat tertentu menugaskan pada konseli mengambil alih peran konselor sebagai counter-propagandist dan konseli sendirilah yang melawan self-defating dalam dirinya.

3. Peran Konseli

Peran konseli hampir sama seperti seorang “siswa”.

4. Situasi Hubungan

a. Pertautan hubungan yang baik (good rapport).

b. Gaya hubungan yang aktif, direktif dan obyektif.

c. Menekankan pentingnya full tolerance dan unconditioning positive regard.

d. Secara terus menerus konselor perlu menerima diri konseli sebagai seorang worthwhile bukan karena the client accomplishments.

D. Mekanisme Perubahan

1. Tahap-tahap konseling

a. Tahap pembinaan hubungan

Hubungan baik antara konselor dan konseli merupakan suatu prasyarat daam konseling. Untuk dapat menciptakan hubungan baik, konselor perlu menerapkan sikap dasar, menciptakan suasana pendukung, dan membuka sesi pertama atau perbincangan awal.

b. Tahap pengelolaan pemikiran dan pandangan

Pada tahap ini konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi, menerangkan dan menunjukkan masalah (ABC) yang dihadapi konseli dengan keyakinan irasionalnya, mengajar dan memberikan informasi (tentang A-B-C), mendiskusikan masalah (menunjukan arah perubahan dari Bir ke Br yang hendak dicapai dalam konseling) dan menerapkan berbagai teknik seperti debate dan dispute.

c. Tahap pengelolaan emotif dan afektif

Dalam tahap ini yang dilakukan konselor adalah meminta kesepakatan penuh kepada konseli atas arah perubahan dan “perubahan-perubahan kecil” yang telah terjadi pada konseli, memelihara suasana konseling dengan teknik humor dan melaksanakan teknik-teknik relaksasi.

d. Tahap pengelolaan tingkah laku

Pada tahap ini konselor menganjurkan pada konseli untuk berbuat dan memberikan saran/nasehat, menunjukkan contoh perilaku yang sesuai, pantas, sekaligus mengajak konseli mengikuti contoh, melakukan latihan keterampilan dan mengarahkan konseli agar dapat merumuskan kalimat irasional.

2. Teknik-teknik Konseling

a. Teknik-teknik emotif-eksperiensial/evokatif

Teknik ini dipakai untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan emosional atau perasaan yang merusak diri sendiri (self-defeating) yaitu dengan teknik asertif, sosiodrama, imitasi dan simulasi.

b. Teknik-teknik kognitif

Teknik ini digunakan untuk mengcounter sistem keyakinan (anggapan) yang irasional serta perilaku negatif. Dengan teknik ini, konseli didorong untuk memodifikasi aspek kognitif agar dapat berpikir secara rasional dan logis. Yang termasuk teknik ini adalah homework assignment, biblioterapy dan diskusi.

c. Teknik-teknik behavioristik

Dalam konseling ini banyak menggunakan teknik behavioral dalam memodifikasi perilaku. Teknik yang dimaksud adalah reinforcement dan social-modelling.

Konseling Kelompok Behavioral

KONSELING KELOMPOK BEHAVIORAL

A. Landasan Teoritik Konseling Behavioral

Menurut Skinner, perilaku manusia didasarkan atas konsekuensi yang diterima. Apabila perilaku mendapat ganjaran positif/diterima, maka individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif (hukuman)/ditolak, maka individu akan menghindari atau menghentikan tingkah lakunya. Individu dikontrol oleh penguat (reinforcer) dari lingkungannya. Konseling behavioral membantu individu untuk mengontrol atau mengubah tingkah lakunya dan fungsi konseling ini adalah memberikan perhatian khusus pada dampak lingkungan atas dirinya.

Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada masa depan dalam menyelesaikan masalah.inti dari behavioral adalah proses belajar dan lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai ancangan yang pragmatis (pragmatic approach).

B. Pembentukan Kelompok

Perkembangan konseling behavioral juga ditandai oleh meluasnya penerapan prosedur kelompok. Menurut Hansen (1980), cepat meluasnya prosedur konseling kelompok behavioral dijelaskan dengan lima alasan, yaitu:

1. Dalam konseling kelompok, konselor bukan satu-satunya individu yang mendikte atau memberikan pengarahan kemungkinan perilaku bagi konseli, tetapi anggota kelompok dapat memberikan positive reinforcement atau penguatan positif bagi anggota yang lain, dan menyumbangkan saran-saran.

2. Situasi kelompok memungkinkan anggota untuk mencoba penerapan tingkah laku. Modelling sangat relevan dalam hal ini.

3. Setiap anggota dapat berperan sebagai pemimpin atau guru.

4. Kelompok merupakan masyarakat kecil dan konselor dapat mengevaluasi kefektifan proses treatmen melalui observasi terhadap setiap konseli dalam interakasi kelompok.

5. Proses kelompok dapat menyediakan sistem pendukung (support) bagi individu yang mencoba melakukan perubahan nyata di masyarakat.

Konseling kelompok behavioral tetap memusatkan perhatian pada individu yang ada dalam kelompok dan masih berpegang pada penerapan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu, penanganan konseli dalam prosedur kelompok dianggap hanya merupakan perubahan latar (setting) saja.

C. Kondisi Perubahan

1. Tujuan Konseling

a. Konseling behavioral tidak menetapkan tujuan konseling yang berlaku secara umum, namun tujuan konseling sesuai dengan masalah spesifik konseli yang ingin dipecahkan . Laflleur (Burks & Stteffler, 1979) menegaskan bahwa tujuan konseling dalam kerangka kerja behavioral tergantung pada permasalahan konseli. Rumusan tujuan dibuat spesifik dalam bentuk apa yang konseli akan perbuat, dimana tingkah laku akan terjadi dan bagaimana sebaiknya tingkah laku itu ditampilkan.

Selain itu diuraikan bahwa tujuan umum dan khusus konseling behavioral adalah:

· Tujuan Umum

Membantu konseli menghilangkan perilaku malasuai dan mempelajari tingkah laku yang lebih efektif.

· Tujuan Khusus

Membantu konseli mempelajari tingkah laku spesifik sesuai dengan keunikan konseli.

b. Dalam memilih dan menentukan tujuan.

Urutan langkah dirinci oleh Cormier& Cormier dalam suatu proses kerjasama konselor dan konseli sebagai berikut:

1. Konselor menjelaskan hakikat , maksud dan tujuan.

2. Konseli memutuskan perubahan tertentu atau tujuan yang diinginkan.

3. Konselor dan konseli mengeksplorasi dapat tidaknya tujuan-tujuan tersebut direalisasikan.

4. Konselor dan konseli mengidentifikasi kemungkinan resiko yang berhubungan dengan tujuan tersebut.

5. Konselor dan konseli bersama-sama membahas keuntungan dari tujuan tersebut.

2. Peran Konselor

a. Konselor berperan sebagai guru, pengarah,dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku.

b. Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.

c. Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.

d. Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan.

e. Konselor harus memberikan renforcement.

f. Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.

3. Peran Konseli

a. Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan mereinforce perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan.

b. Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapuetik

c. Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.

D. Mekanisme Perubahan

1. Tahap-tahap Konseling

a. Memulai Kelompok (Beginning The Group)

Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian kelompok, mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan memulai membangun kebersamaan kelompok.

b. Pembatasan atau penentuan masalah (Definition of the Problem)

Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu.

c. Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History)

Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkaokan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dn konflik-konflik yang dialami.

d. Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal)

Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral. Tujuan yang spesifik ini merupakan tujun bagi perilaku khusus yang akan diubah.

e. Siasat Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change)

Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral yang spesifik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.

f. Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku Yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired Behavior)

Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselr perlu membangun situasi dimana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku baru yang dikehendaki dalam siatuasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka.

2. Teknik-teknik Konseling

Teknik-teknik konseling yang digunakan antara lain:

* Systematic Desentisisation (desensitisasi sistematis)

Teknik spesifik yang digunakan untuk menghilangkan kecemasan dengan kondisi rileks saat berhadapan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan yang bertambah secara bertahap.

* Relaxation (teknik relaksasi)

Teknik yang digunakan untuk membantu konseli mengurangi ketegangan fisik dan mental dengan latihan pelemasan otot-ototnya dan pembayangan situasi yang menyenangkan saat pelemasan otot-ototnya sehingga tercapai kondisi rileks, baik fisik dan mentalnya.

* Teknik Flooding

Teknik yang digunakan konselor untuk membantu konseli mengatasi kecemasan dan ketakutan terhadap sesuatu hal dengan cara menghadapkan konseli tersebut dengan siuasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara berulang-ulang sehingga berkurang kecamasannya terhadap situasi tersebut.

* Reinforcement Technique

Teknik yang digunakan konselor untuk membantu meningkatkan perilaku yang dikehendaki dengan cara memberikan penguatan terhadap perilaku tersebut.

* Modelling

Teknik untuk memfasilitasi perubahan tingkahlaku konseli dengan menggunakan model.

* Cognitive Restructuring

Teknik yang menekankan pengubahan pola pikiran, penalaran, sikap konseli yang tidak rasional menjadi rasional dan logis.

* Assertive Training

Teknik membantu konseli mengekspresikan perasaan dan pikiran yang ditekan terhadap orang lain secara lugas tanpa agresif

* Self Management

Teknik yang dirancang untuk membantu konseli mengendalikan dan mengubah perilaku sendiri melalui pantau diri (swa pantau atau swa monitoring), kendali diri (self control), dan ganjar diri (self reinforcement).

* Behavioral rehearsal

Teknik penggunaan pengulangan atau latihan dengan tujuan agar konseli belajar keterampilan antarpribadi yang efektif atau perilaku yang layak.

* Behavior contract (kontrak perubahan tingkahlaku)

Suatu kesepakatan tertulis atau lisan antara konselor dan konseli sebagai teknik untuk memfasilitasi pencapaian tujuan konseling. Teknik ini memberikan batasan, motivasi, insentif bagi pelaksanaan kontrak, dan tugas-tugas yang ditetapkan bagi konseli untuk dilaksanakan antar pertemuan konseli.

* Homework assignment (Pekerjaan Rumah)

Teknik yang digunakan dengan cara memberikan tugas/aktivitas yang dirancang agar dilakukan konseli antara pertemuan konseling seperti mencoba perilaku baru, meniru perilaku tertentu, atau membaca bahan bacaan yang relevan dengan maslah yang dihadapinya.

* Role Playing (bermain peran)

Teknik yang digunakan konselor untuk membantu konseli mencapai tujuan yang diharapkan dengan permainan peran. Konseli memerankan perilaku tertentu yang ingin dikuasainya sehingga dapat tujuan yang diharapkan.