Sistem
pelatihan keterampilan yang komperhensif menekankan model pengembangan
kecakapan hidup, antara lain dengan asumsi bahwa siswa adalah subyek yang mampu
dalam mengembangkan keterampilan hidup dan membuat perencanaan untuk mengatur
kehidupannya. Adapun aplikasi Structure
Learning Approach dalam pelatihan self
advocacy meliputi tahap: Pertama, arahan (intruction). Kedua, pemberian model (modeling). Ketiga, bermain peran (role-play). Keempat, pemberian umpan balik (performance feedback).
Kelima, pemberian tugas dan pemeliharaan (transfer
of training and maintenance). (Sprafkin, dkk. 1993; selanjutnya dikembangkan
oleh Thompson, 2003).
Adapun
langkah-langkah teknik Structure Learning
Approach sebagai berikut:
1.
Tahap
pertama, Arahan (intruction)
Pengarahan yang dilakukan
pada awal pelatihan berupa penjelasan materi yang berkaitan dengan komponen self advocacy yang dilatihkan, yakni self awarennes (kesadaran diri),
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, keterampilan komunikasi, dan kesadaran
tanggung jawab.
Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika konselor memberikan
pengarahan kepada siswa, yaitu;
a. arahan/penjelasan
yang diberikan harus jelas dan sistematis;
b. arahan
terkait jenis komponen ketarampilan
self advocacy yang akan dilatihkan perlu disertai
contoh yang jelas;
c. bahasa
yang digunakan harus mudah dipahami oleh siswa;
d. arahan
atau penjelasan ini dapat diakhiri dengan mengajukan pertayaan yang dapat
membantu siswa untuk mengidentifikasikan makna dari topik keterampilan self advocacy yang dilatihkan.
2.
Tahap
kedua: Pemberian Model (modeling)
Modeling
merupakan suatu metode untuk melahirkan perilaku baru atau prosedur dimana
orang dapat belajar perilaku yang diharapkan melalui pengamatan terhadap
perilaku orang lain. Dalam pelatihan keterampilan self advocacy digunakan model simbolis.
Model dapat dipilih diatara 3 model
berikut ini, yakni:
a. Model
hidup, yaitu model yang ditunjukkan oleh konselor, atau staf sekolah yang
lainnya, atau oleh siswa itu sendiri;
b. Model
dalam bentuk rekaman vidio tentang perilaku yang dikehendaki;
c. Model
dalam bentuk rekaman audio tentang perilaku yang dikehendaki;
Adapun hal yang perlu diperhatikan ketika
melakukan presentasi model:
a) model
hendaknya disajikan sesingkat mungkin, menggunakan waktu 5 menit sampai 20 menit.;
b) model
yang disajikan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh siswa;
c) siswa
perlu mendapatkan pemahaman bahwa model yang disajikan hanya dapat digunakan
untuk membantu siswa memahami beberapa jenis perilaku self advocacy yang dilatihkan.
3.
Tahap
ketiga: Bermain Peran (role-play)
Role
playing merupakan model pembelajaran yang
membantu setiap siswa menemukan makna pribadi dalam dunia sosial serta
memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok sosial, khususnya
masalah-masalah
interpersonal. Dalam pelatihan ini role
playing adalah cara konselor menfasilitasi siswa meningkatkan
keterampilannya dalam self advocacy melalui
pemeranan perilaku tertentu sebangaimana nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada hal-hal teknis yang
perlu diperhatikan pada tahap ini, meliputi:
a. Bermain
peran dilakukan secara terencana di dalam kelas melalui proses kelompok dan
diamati langsung oleh koselor atau fasilitator;
b. Dalam
setting pelatihan ini, bermain peran dirancang dalam level yang sangat
sederhana, yakni berupa rangkaian tindakkan menguraikan sebuah masalah,
meperagakan dan mendiskusikan masalah tersebut;
c. Masalah
role playing harus jelas bagi siswa;
d. Alur
cerita yang digunakan diupayakan dapat diterima, masuk akal dan penuh makna;
e. Perlu
dipertimbangkan kemampuan siswa dalam pemeranan;
f. Perlu
dipertimbangkan faktor empati yang dimiliki
siswa
terhadap posisi peran tertentu;
g. Perlu
diperhatikan sikap tegas dan serius para pengamat;
h. Perlu
diperhatikan kemampuan siswa dalam menganalisis
masalah yang akan diperankan;
i. Perlu
dirancang instrumen pengukuran tingkah laku secara tepat, jelas dan
komprehensif.
4.
Tahap
keempat: Pemberian Umpan Balik (performance
feedback)
Pemberian balikan
merupakan proses yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap
bermain peran. Konselor dan observer lain memberikan usul saran perbaikan
berdasarkan hasil pengamatan terhadap perilaku siswa pada tahap role playing. Fokus feedback berkaitan dengan upaya-upaya memperbaiki dan meningkatkan
performansi siswa dalam bermain peran.
Hal teknis yang perlu
diperhatikan pada tahap pemberian umpan balik yakni:
a.
hal-hal positif perlu
disampaikan terlebih dahulu sebelum informasi yang lebih sensitif;
b.
menjelaskan tingkah laku
yang dimaksudkan;
c.
dalam memberikan
umpan balik terfokus pada tingkah laku yang dapat diubah bukan pada kepribadiannya;
d.
memberikan penjelasan
secara spesifik tentang tingkah laku dan bukti-buktinya;
e.
memberikan beberapa saran
perbaikan penampilan siswa;
f.
anggota kelompok yang
melakukan role playing diharapkan
agar dapat secara seksama mendengarkan komentar yang diberikan;
g.
para observer di minta
melaporkan seberapa baik langkah-langkah pelatihan yang telah dilakukan;
h.
para observer diminta
melaporkan tentang hal-hal khusus yang disukai dan tidak disukai, serta
berbagai komentar tentang peran anggota kelompok yang melakukan latihan ulang;
i.
peran anggota kelompok
yang melakukan latihan ulang diminta memberikan respon mengenai seberapa baik
penampilannya dalam mengikuti setiap tahapan atau langkah pelatihan
keterampilan self advocacy yang
dilakukan.
5.
Tahap
kelima, pemberian tugas (transfer of
training and maintenance)
Pemberian tugas dalam
bidang psikoeducational merupakan
tugas yang lebih menekankan generalisasi, pentrasferan dan reinfocement bagi
siswa dalam berbagai setting sosial
lainnya, yang akan dibahas kembali dalam kelompok untuk sharing kisah dan pengalaman keberhasilan anggota kelompok yang
melakukan pemberian tugas. Pemberian tugas berfungsi untuk memperkuat latihan
ulang jenis-jenis perilaku self advocacy di
antara sesi pelatihan.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan ketika memberi tugas kepada siswa:
a. Deskripsi tugas harus
jelas (jenis perilaku self advocacy,
apa yang dilatih ulang, kapan perilaku tersebut dilatih ulang, dimana perilaku
dilatih ulang, dengan siapa siswa berlatih ulang, apa yang telah siswa katakan
dan lakukan, apa yang telah dikatakan dan dilakukan oleh orang lain);
b. Format tagihan tugas
setelah siwa berlatih ulang di luar setting
harus jelas, lengkap dan terinci;
c. Pedoman berlatih ulang
berdasar pada cara-cara berperilaku self
advocacy yang telah dipelajari;
d. Frekuensi latihan di luar
setting kelompok perlu dibatasi;
e. Situasi dan kondisi
ketika siswa berlatih di luar setting
harus kondusif;
f. Siswa diberi kesempatan
untuk menilai drinya sendiri tentang hambatan-hambatan dan perkembangan
perilaku self advocacy selama
melakukan latihan ulang di luar setting
dan melaporkan secara jujur dan obyektif dengan menggunakan pedoman observasi
atau pedoman self repport’
Dalam pelatihan self
advocacy pada setiap komponen, maka Anda akan melakukan beberapa
langkah-langkah pelatihan yang telah disebutkan diatas, dan untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 tentang langkah-langkah pelatihan self advocacy, berikut ini:
Gambar 1.1 tentang langkah-langkah pelatihan self advocacy pada setiap komponen.
No comments:
Post a Comment