IMPLEMNTASI
BUKU PANDUAN PELATIHAN
SELF
ADVOCACY SISWA SMP UNTUK KONSELOR SEKOLAH
PENELITI
|
RINGKASAN EKSEKUTIF
|
HARIADI AHMAD
Program Studi
Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram
Jalan Pemuda No. 59
A Kota Mataram Nusa Tenggara Barat Indonesia
ALUH HARTATI
Program Studi
Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram
Jalan Pemuda No. 59
A Kota Mataram Nusa Tenggara Barat Indonesia
|
Rendahnya keterampilan sosial memicu terjadinya masalah
pribadi sosial. Siswa sedang mengalami perubahan fisik, psikis, dan mengalami
fase transisi, kebimbangan jadi diri, dan identitas diri. Perubahan
perkembangan bertujuan penyesuaian diri yang positif terhadap lingkungan
sekitarnya, memerlukan aktualisasi diri. Keberhasilan siswa dalam penyesuaian
diri dengan baik, secara pribadi maupun sosial harus mempunyai kesempatan mengungkapkan
minat dan keinginannya. self advocacy merupakan keterampilan yang dimiliki
individu dalam mengenali, mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan
minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat,
bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung jawab atas
segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri
sendiri dan orang lain,
Pengembangan yang bertujuan untuk (1) menghasilkan panduan pelatihan self
advocacy yang dikembangkan dengan teknik Structure Learning Approach yang
memenuhi kriteria akseptabilitas (kegunaan, kelayakan, ketepatan dan
kepatutan), dan (2) menghasilkan panduan pelatihan self advocacy yang efektif
meningkatkan self advocacy siswa SMP. Model pengembangan produk menggunakan
model Borg & Gall (1983) yang kemudian dimodifikasi menjadi tiga tahapan
pengembangan, yaitu prapengembangan, pengembangan, dan pascapengembangan.
Berdasarkan hasil uji ahli yang terdiri dari tiga orang ahli Bimbingan
Konseling dan hasil uji pengguna/konselor yang terdiri dari dua konselor
terhadap pengembangan panduan pelatihan self advocacy, baik secara
kuantitatif dan kualitatif telah memenuhi kriteria akseptabilitas. Buku
panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor yang dihasilkan
dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan, bagian II Petunjuk
umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, daftar pustaka, dan Instrumen
penlaksanaan pelatihan.
|
HKI
DAN PUBLIKASI
|
|
1.
Ahmad
Hariadi dan Aluh Hartati. 2016. Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP
Untuk Konselor Sekolah. LPP Mandala. Mataram ISBN: 978-602-1343-18-0
2.
Ahmad
Hariadi dan Aluh Hartati. 2016. Implemntasi
Buku Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa Smp Untuk Konselor Sekolah.
Jurnal Paedagogy Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Vol 4 Nomor 1 Tahun
2016
|
|
LATAR BELAKANG
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
|
Self Advocacy sebagai keterampilan yang
dimiliki individu dalam mengenali dan mengetahui kekurangan, kelebihan,
keinginan dan minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan
pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung
jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat
diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat memperoleh kesuksesan pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan.
komponen
Self Advocacy terdiri dari: 1)
kesadaran diri (self awareness), 2)
keterampilan komunikasi, 3) keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan, dan 4) kesadaran tanggung jawab
|
Buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor
yang dihasilkan dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan,
bagian II Petunjuk umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, dan daftar
pustaka. Bagian I pendahuluan terdiri
atas (A) Pentingnya pelatihan, (B) Keterampilan self advocacy, (C) Manfaat self
advocacy, (D) Kompetensi kemandirian peserta didik dalam pelatihan self advocacy, dan (E) Model pelatihan
self advocacy. Bagian II petunjuk
umum terdiri dari: (A) Menentukan siswa yang mendapatkan pelatihan, (B)
Menentukan jenis ketarampilan self
advocacy yang akan dilatihkan, (C) Menentukan tujuan pelatihan self advocacy, (D) Menentukan alat
pengukuran pelatihan, (E) Menentukan teknik intervensi, dan, (F) Menentukan
jadwal pelatihan. Bagian III prosedur pelatihan terdiri atas lima, yaitu: 1)
Pembukaan, 2) Komponen I: Kesadaran diri (Self
Awareness), 3) Komponen II: Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
4) Komponen III: Keterampilan Komunikasi, dan 5) Komponen IV: kesadaran
tanggung jawab. Pada masing-masing komponen terdiri dari; tujuan umum dan
khusus, langkah-langkah pelatihan, materi pelatihan, instrumen pelatihan, dan
skala pelatihan.
Uji coba pengembangan panduan
pelatihan self advocacy bagi siswa
SMP untuk Konselor Sekolah ini dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu: pertama, dilakukan uji ahli oleh tiga
orang ahli bimbingan dan konseling. Hasil penilaian yang diperoleh dari uji
ahli digunakan untuk melakukan revisi terhadap produk pengembangan serta
mendapatkan masukan-masukan dari kekurangan yang ada dalam rancangan panduan
sebelum dilaksanakan pada calon pengguna. Kedua
uji lapangan kelompok kecil adalah seorang konselor. Ketiga uji kelompok terbatas, yaitu 8 orang siswa SMP Negeri 16
Mataram. Teknik intervensi yang digunakan dalam pengembangan pelatihan self advocacy ini adalah Structured Learning Approach.
Berdasarkan
pembahasan hasil kajian produk pengembangan dalam penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan: Menurut ketiga ahli bimbingan dan konseling dan dua konselor sekolah, secara
umum panduan pelatihan yang dikembangkan telah memenuhi kriteria
akseptabilitas ditinjau dari: Aspek kegunaan, aspek kelayakan, aspek ketepatan, dan
aspek kepatutan.
Konselor sekolah
perlu memiliki kompetensi teknis khususnya dalam memimpin sebuah
kelompok. Konselor
sekolah perlu
mempertimbangkan budaya tiap peserta karena bisa terjadi perbedaan budaya
antara peserta yang satu dengan yang lainnya. Konselor sekolah perlu
memperhatikan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sebelum pelatihan
berlangsung, agar pelaksanaan pelatihan self advocacy mendapatkan hasil
optimal.
|
METODE
PENGEMBAGAN
|
|
Model
pengembangan yang digunakan dalam pengembangan panduan pelatihan self
advocacy ini adalah modifikasi dari model Borg dan Gall (1983). Menurut
Borg dan Gall, prosedur penelitian pengembangan atau Research and
Development (R&D) terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1)
mengembangkan produk, dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai
tujuan. Tujuan pertama disebut sebagai fungsi pengembangan, sedangkan tujuan
kedua di sebut sebagai fungsi validasi. Prosedur pengembangan panduan
pelatihan self advocacy ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1)
Tahap pra-pengembangan, 2) Tahap pengembangan 3) Tahap pasca pengembangan/uji
coba.
By memed@112016
|
No comments:
Post a Comment