Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

May 3, 2012

Supervisi Konseling: Suatu Kehati-hatian dalam Proses Pendidikan


Pada chapter ini meringkas dalam wujud-wujud prinsip-prinsip yang mendasari kepercayaan-kepercayaan yang ada tentang apa supervisi konseling dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Prinsip-Prinsip Mengenai Hakikat Dari Supervisi Konseling.
Supervisi konseling adalah, pada intinya, sebuah proses pendidikan.
Untuk menjadi suatu lembaga pendidikan yang sesungguhnya, supervisi harus proaktif, tidak tergesa-gesa, terarah pada tujuan, melibatkan strategi active learning yang dirancang untuk melibatkan supervisee tertentu. Sebagai sebuah proses pendidikan, supervisi perlu dievaluasi. Evaluasi itu sendiri adalah kunci bagian dari proses pendidikan. Model-model supervise yang dikembangkan antara lain:
o    Model Diskriminasi
Menurut Bernard (1979,1997) model diskriminasi adalah suatu alat yang bermanfaat untuk membantu supervisor untuk memahami bahwa mereka memiliki pilihan dalam jangka waktu dari perencanaan dan perilaku dalam sesi supervisi. Peranan supervisor sebagai guru, konselor dan konsultan sekarang ini bersifat klasik, meski para supervisor harus jelas bahwa mereka sedang memanfaatkan keterampilan-keterampilan berdasarkan pada peran-peran ini dibandingkan beralih pada  ke peran murni (contohnya: supervisor sebagai konselor tidak dapat memberikan layanan konseling pada supervisee). Tiga area focus model diskriminasi secara jelas menggambarkan keberagaman dan keluasan dari perlunya isi supervisor untuk membangun secara penuh seorang konselor. Dua dari area memfokuskan menekankan pada: keterampilan intervensi atau keterampilan tindakan (contoh: apa yang dilakukan oleh konselor) dan keterampilaan konseptual atau kognitif (Contoh: Bagaimana konselor berpikir tentang konseli dan proses konseling). Yang ketiga, personalisasi menekankan pada reaksi emotional terhadap konseli dan self awareness.
o    Model Perkembangan.
Berbagai model perkembangan supervisi memberikan sebuah perspektif yang saling melengkapi dengan diskriminasi model. Penekanan terhadap supervisee daripada supervisor. Pada kenyataannya, ketika keduanya secara berdampingan, model perkembangan menyediakan suatu dasar pemikiran yang diperlukan untuk menentukan yang mana peranan dan fokus area yang digunakan untuk supervisee tertentu.
Model perkembangan menawarkan prinsip-prinsip kunci tentang hakikat dari supervisi yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.    Konselor bergerak maju secara bertahap mempelajari teori dan keterampilan-keterampilan konseling dan penerapannya terhadap para konseli.
2.    Secara teoritis, konselor melanjutkan untuk mengembangkan keterampilan mereka sepanjang kehidupan profesional mereka,
3.    Kualitas perkembangan konselor melalui tahapan-tahapan.
4.    Perkembangan tahapan konselor tidak sama dengan dengan tahapan-tahapan pengalaman.
5.    Intervensi-intervensi supervisoran yang berbeda adalah cara yang paling sesuai untuk berbagai tahapan-tahapan perkembangan, dengan suatu peralihan dari lebih direktif, edukatif, dan intervensi yang sangat mendukung ke lebih konfrontatif dan pendekatan konsultatif.
6.    Tugas dari para penyelia adalah untuk menyediakan supervisoran yang akan mendorong pertumbuhan dan pengembangan dari mensupervisi.
o    Counseling Theory-Based Models
Bagian ketiga dari model supervise adalah Counseling theory based. menurut sejarah, ini tidaklah benar-benar model-model supervisi tetapi lebih pada deskripsi prinsip-prinsip dan ketrampilan-ketrampilan teoritis yang diajarkan di dalam supervisi, yang sering kali melalui aplikasi teori konseling pada supervisee.


Hubungan Kesupervisian adalah Sangat Penting Untuk Proses Pendidikan.
Sebagai hal untuk menolong dan proses pendidikan, hubungan supervisor-supervisees sangatlah kuat mempengaruhi  berapa banyak pelajaran dan perubahan dapat terjadi. Supervisor harus berhati-hati dalam tantangan dan dukungan yang diberikan  Beberapa dinamika yang unik di dalam hubungan supervisoran juga harus menjadi bahan pertimbangan bagi para supervisor. Di luar dari intervensi konseling dan strategi konseptualisasi kasus, supervisees diminta untuk mengeksplor kepercayaan-kepercayaan mereka, motivasi-motivasi, emosi-emosi dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konseli seperti juga hubungan dengan supervisor. Dengan cara ini hubungan supervisi itu sendiri menjadi suatu sarana yang baik untuk belajar.
Hubungan Supervisi Dipengaruhi Oleh Gender, Ras, Etnis Dan Orientasi Seksual, Sesuai Dengan Kondisi Budaya Sosial Umum Kita
Selama beberapa tahun terakhir, ada sangat banyak literatur yang memfokuskan pada supervisi lintas budaya dan multikultural. Sekalipun penelitian-penelitian empiris masih sangat terbatas jumlahnya, model-model konseptual dan eksplorasi konseptual telah sangat memperluas pemahaman kita tentang implikasi-implikasi dari gerakan multikultural bagi supervisi. Beberapa model konseptual didasarkan pada proses pengembangan dan mendeskripsikan kemajuan secara progresif dalam pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran multikultural dengan disertai petunjuk-petunjuk bagi intervensi supervisi yang sesuai bagi tahap perkembangan, seperti misalnya pergeseran dari struktur kuat ke pengurangan struktur (Leong dan Wagner, 1994). Beberapa penulis (Cook, 1994; Fong dan Lease, 1997; Leong dan Wagner, 1994) telah membahas tentang model-model identitas rasial (Helms, 1995) dan membawa implikasi bagi supervisi. Para penulis ini memandang bahwa status ego dan identitas ras dari supervisor dan bawahan akan lebih relevan bagi dinamika dari daripada ras atau etnis saja. Khususnya, interaksi antara status ego dalam hubungan berpasangan (dyad) (baik ketika dua orang yang ada dalam sebuah pasangan itu sama statusnya atau yang satu lebih tinggi statusnya daripada yang lain) bisa memprediksikan hasil-hasil yang didapatkan dari supervisi (Cook, 1994).
Penelitian-penelitian awal terhadap ras sebagai efek utama yang mempengaruhi supervisi masih mendapatkan temuan-temuan yang relatif bertolak belakang satu sama lain (Leong dan Wagner, 1994). Dalam sebuah penelitian terbaru (Ladany, Brittan-Powell dan Pannu, 1997), interaksi dari identitas ras (yaitu laporan mandiri (self report, laporan responden tentang kondisi responden sendiri -pent) dari supervisor tentang identitas ras mereka dan identitas ras dari bawahannya) didapati memiliki hubungan dengan peringkat dari bawahan tentang aliansi supervisi dan juga mempengaruhi persepsi mereka terhadap pengaruh dari supervisor terhadap kompetensi multikultural mereka. Ketika identitas rasial dari supervisor adalah tinggi, efek ini didapati lebih kuat. Sekalipun begitu, ras dari supervisor juga memiliki hubungan dengan kompetensi multikultural, dimana supervisor yang memiliki kulit berwarna (yaitu non-kulit putih -pent) didapati lebih besar pengaruhnya, tanpa terpengaruh oleh ras dari bawahannya.
Penelitian yang dilakukan Ladany dkk. (1997), sekalipun memiliki sejumlah kekurangan dari segi metodologi, mendukung pendapat tentang pentingnya identitas rasial di dalam supervisi konseling kng terbentuknya kompetensi multicultural melalui modeling yang diberikan.
Praktek Supervisi Konseling
Masih relatif sedikit penelitian yang sudah dilakukan terhadap praktek supervisor konseling, sehingga masih sedikit juga petunjuk berbasis empiris yang kita miliki bagi pelaksanaan supervisor. Seringkali, supervisor menggunakan intervensi-intervensi yang mereka pelajari dari pengalaman mereka sendiri ketika menjadi bawahan atau bekerja keras untuk menghindari masalah-masalah itu karena mereka pernah mendapatkan pengalaman negatif dalam supervisi. Sementara beberapa supervisor lainnya lebih mengandalkan pada teori-teori konseling yang ada untuk mendapatkan metode yang digunakan dalam mengajarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik berbasis teori. Dan memang sampai belakangan ini, sedikit saja supervisor yang memiliki kesempatan untuk memperhitungkan dan mempraktekkan berbagai jenis intervensi yang tersedia bagi mereka. Maka tidak mengherankan jika para peneliti mendapati bahwa tidak ada banyak perbedaan antara supervisor yang sudah memiliki banyak pengalaman dengan supervisor yang masih baru (Worthington, 1987) dan mereka mendapati bahwa para supervisor sangat mengandalkan pada satu metode supervisi saja, yaitu laporan mandiri (self report) (Borders dan Usher, 1992). Laporan mandiri ini didasarkan pada ingatan bawahan tentang apa yang terjadi dalam sesi-sesi konseling dan juga persepsi mereka sendiri tentang masalah apa yang harus diatasi selama supervisi. Pendekatan semacam ini mungkin efisien dari segi waktu tapi juga memberikan informasi yang sangat terbatas dan bahkan mungkin ber-bias.
Beberapa metode pengajaran, konseling dan konsultasi yang tersedia bagi para supervisor konseling
Para supervisor bisa menggunakan ketrampilan yang mereka dapatkan dari peran mereka lainnya di dalam merancang intervensi supervisi (Borders dan Leddick, 1987). Intervensi berbasis peran telah dibahas secara spesifik oleh Stenack dan Dye (1982) dan sudah diperluas dan diberikan contoh-contohnya oleh Neufeldt dkk. (1995). Dalam prakteknya, metode berbasis peran ini jarang sekali memiliki batasan yang jelas seperti yang nampak secara sekilas, karena seringkali metode-metode itu memiliki tujuan-tujuan yang saling tumpang tindih atau beberapa tujuan yang digabungkan. Tergantung pada implementasinya, satu metode yang sama bisa digunakan untuk mencapai lebih dari satu tujuan.
Seperti yang nampak dari intervensi berbasis peran, tidak banyak metode supervisi yang hanya digunakan dalam supervisi saja, melainkan merupakan metode dari bidang lain yang diadaptasikan dan diterapkan pada supervisi sehingga membuatnya menjadi berbeda dari konteks yang satu dengan konteks yang lain. Tiap metode ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri-sendiri dan tiap metode adalah lebih baik untuk tujuan pembelajaran tertentu daripada untuk tujuan pembelajaran yang lain.
Seni dari supervisi adalah terletak pada proses di dalam memilih metode yang tepat, mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan, kepribadian, gaya pembelajaran, dan tujuan dari bawahan tertentu, dan kemudian mengimplementasikannya dalam intervensi yang dilakukan di waktu yang tepat. Maka supervisor perlu memiliki beberapa jenis ketrampilan yang berbeda-beda dan metode-metode yang berbeda-beda yang bisa mereka gunakan dan mereka sebaiknya tidak mengandalkan hanya pada pendekatan-pendekatan yang mereka sukai selama ini saja.
Para supervisor sebaiknya menggunakan secara teratur dan konsisten intervensi-intervensi yang bisa membuat mereka mendapatkan pengetahuan langsung tentang pekerjaan konselor
Laporan mandiri (self report), menurut definisinya itu sendiri, memiliki sifat obyektif yang terbatas/sangat rendah. Betapapun besarnya kesediaan dari bawahan untuk memberikan laporan yang lengkap dan tidak ber-bias, namun bawahan hanya bisa melaporkan apa yang mereka amati atau mereka simpulkan berdasarkan kerangka rujukan mereka sendiri tentang diri klien, diri mereka sendiri dan tentang proses konseling. Karenanya, laporan mandiri bisa memberikan informasi yang sangat berguna tentang pengolahan informasi yang dilakukan bawahan tapi ini tetap harus ditunjang dengan pengetahuan langsung tentang pekerjaan klinis. Ada beberapa jenis intervensi langsung yang tersedia selama meninjau kaset audio dan video dari sesi-sesi konseling, seperti observasi langsung dan metode supervisi langsung (seperti metode bug in the ear, metode konsultasi telpon, supervisi oleh tim) dan konseling bersama (co-counseling) (Bernard dan Goodyear, 1992, 1998; Borders dan Leddick, 1987).
Dengan menggabungkan antara laporan mandiri dengan intervensi langsung, maka supervisor bisa mendapatkan pemahaman yang berharga tentang bagaimana ketrampilan observasi dari bawahan dan/atau sejauh mana kesediaan dari bawahan untuk mengungkapkan laporan. Selain itu, metode langsung juga memungkinkan para supervisor untuk mencapai tujuan-tujuan lain seperti mengamati reaksi atau perilaku non-verbal dari klien terhadap intervensi yang dilakukan konselor, waktu dan kecepatan konsleing, dan ritme dari sesi konseling. Ada beberapa metode (seperti bug in the ear dan konsultasi) yang juga memungkinkan untuk mendapatkan masukan secara langsung dan petunjuk selama sesi, sehingga para bawahan bisa bekerja dengan klien yang lebih sulit dalam waktu yang lebih cepat.
Salah satu intervensi langsung, yaitu interpersonal process recall (IPR) (Kagan, 1980; Kagan dan Kagan, 1997) adalah metode supervisi yang mungkin paling unik. Tujuan dari IPR, yang merupakan sebuah pendekatan fenomenologis dan humanistik, adalah untuk meningkatkan kesadaran dari bawahan tentang pikiran dan perasaan serta pengalaman dari klien selama sesi. Supervisor mengambil peranan yang tidak menghakimi dan tidak menilai dan hanya menjadi “penanya” yang mengarahkan para bawahan untuk mengalami kembali sesi yang sudah terjadi. Tujuan dari supervisor adalah untuk memperluas kesadaran dari bawahan menghindar dari pemberina masukan dan ia hanya memfokuskan pada ketrampilan atau hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan pengarah (seperti “Apakah Anda berpikir tentang ...?”, “Cara lain apa yang Anda coba?”). Bertahan pada posisi hanya sebagai penanya saja seringkali sulit untuk dilakukan oleh supervisor. IPR bisa dilakukan untuk meninjau keseluruhan sesi atau segmen tertentu dari sesi saja, yang dipilih sebelumnya oleh bawahan atau oleh supervisor, tergantung pada apa yang menjadi tujuan dari supervisi itu. Metode ini dapat menunjukkan secara jelas tentang bagaimana pengalaman internal dari bawahan dan proses pikiran bawahan selama sesi (seperti ketika bawahan menyadari bahwa ia perlu melakukan konfrontasi tapi takut akan respon dari klien, atau ketika bawahan menyadari bahwa ada tema tertentu dalam laporan klien tapi tidak tahu bagaimana cara menggunakan informasi itu, atau bawahan mendengar bahwa sang suami kurang memiliki komitmen terhadap perkawinan itu tapi ia sengaja mengabaikannya dengan harapan bahwa perkawinan itu bisa diselamatkan). Bahkan dengan meminta bawahan untuk mengingat kembali seperti ini, maka supervisor bisa mengubah dan memperbaiki asumsi-asumsinya tentang kemampuan dan pemahaman dari bawahannya.
Sebagian besar Pekerjaan dalam Supervisi didasarkan pada Kognitif
Sampai saat ini diskusi secara sistematik dan komprehensif mengenai keterampilan-keterampilan kognitif dan proses yang diperlukan seperti halnya tata cara dimana menggunakan keterampilan kognitif tersebut masih kurang. Berlawanan dengan keterampilan-keterampilan dan teknik-teknik yang nampak, kognisi sulit untuk dispesifikkan dan diajarkan, meskipun sedang ada usaha yang menjanjikan dalam mengembangkannya. Tentu saja hal tersebut terbentur juga oleh berapa banyak poin-poin yang akan disupervisi, tapi hal itu bukanlah hal yang utama. Fokus utamanya adalah pekerjaan pensupervisian. Tujuan akhir pengembangan model supervisi adalah untuk mendorong pemikiran ke arah tingkat pemikiran konsep yang lebih tinggi. Jelasnya, keterampilan-keterampilan ini adalah penting untuk kemampuan konselor dalam memahami klien atau keluarga dan menciptakan rencana treatmen yang sesuai dengan situasi dan kondisi klien. Dengan demikian diperlukan praktik, studi dan evaluasi lebih banyak dalam menggunakan keterampilan-keterampilan kognitif.
Jangan Pernah Meremehkan Kekuatan Perkataan yang Hati-hati dan Pertanyaan yang Tepat Waktunya
    Pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat sering menjadi katalis untuk perubahan. Hal itu mungkin menciptakan ketidaksesuaian secara kognitif  yang mempersyaratkan supervisee untuk mempertimbangkan kembali asumsi-sumsi dan berusaha keras menemukan cara-cara dimana untuk membuat pertimbangan dalam kaitannya dengan ketidaksesuaian, atau hal tersebut mungkin mengajak supervisee untuk berjalan melalui sebuah proses kognitif secara perlahan-lahan sehingga hal tersebut mungkin bisa diuji.
Para Supervisor selalu menjadi contoh,  baik disengaja ataupun tidak
Para supervee belajar suatu bahasa dan sebuah persepsi pada klien dan konseling dari supervisor mereka. Para supervee mungkin memotret apa yang dilihat dari supervisor dan diterapkan dalam sesi-sesi konseling.
Supervisi Kelompok Adalah Sebuah Hal Penting untuk Supervisi Individual, Memberikan sesuatu yang saling melengkapi namun Memiliki Peluang Pembelajaran yang berbeda
Keterampilan-keterampilan supervisor dalam mengarahkan dan menfasilitasi kelompok adalah persyaratan mutlak untuk menstruktur pengalaman-pengalaman supervisi kelompok. Supervisi kelompok juga dipengaruhi kuat oleh latar dan konteks. Artinya bahwa model maupun intervensi yang digunakan dalam supervisi perlu memperhatikan kebutuhan kelompok dan latarnya.
Isu-Isu Profesional: Kredensial, Etika Dan Standar
Isu-isu Etika
    Para supervisor memiliki tanggungjawab etik pada klien-kliennya dan superviseenya. Supervisor lebih utama harus mempertimbangkan kesejahteraan dan mengambil tindakan apapun yang perlu untuk melindungi mereka. Jelasnya, para supervisor juga harus sadar/tahu semua isu-isu etik yang berkaitan dengan proses konseling dan yakin bahwa para konselor mematuhi standar-standar etika. Selain itu para klien harus menyetujui istilah atau hal-hal yang berkaita dengan supervisi. Terutama pada awal konseling sebagai bagian dari prosedur informed consent. Dengan kata lain supervisor bertanggungjawab untuk tindakan-tindakan yang dilakukan supervisee dan oleh karena itu dapat menjadi pegangan secara legal mempertanggungjawabkan  tindakan-tindakan tersebut.    Selain itu supervisor memiliki tanggungjawab paralel pada supervisee. Mungkin yang utama, para supervisor seharusnya berkualifikasi konselor dan sebagai supervisor dalam istilah pelatihan mereka, pengalaman disupervisi, dan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan seperti halnya pada area-area konseling yang mereka supervisi. Batasan-batasan kerahasiaan juga dibutuhkan khususnya diberikan hakekat evaluasi pada supervisi dan tanggungjawab supervisor pada bidangnya dan superviseenya.

Standar-standar Profesional
Profesi konseling memainkan peranan penting dalam mendirikan supervisi konseling sebagai sebuah bidang spesialisasi profesional. Tidak hanya melakukan standar akreditasi untuk praktik dan internship menghadirkan untuk sejumlah jam yang digunakan pada pelaksanaan konseling, juga terdapat kejelasan harapan untuk supervisi secara tatap muka dari pelaksanaan konseling yang internship. Jelasnya profesi ini memiliki nilai tinggi pada proses supervisi konseling untuk beberapa saat.
Dalam usahanya untuk mengoperasionalkan profesi supervisi konseling, Supervision Interest Network dari ACES merencanakan dan melengkapi sebuah proyek bertahap yang didesain untuk mendefinisikan secara khusus dan membuat standar untuk proyek tersebut. Dalam proyek itu dibuat juga standar untuk praktik supervisi (Dye & Borders, 1990), panduan untuk pelatihan para supervisor (Borders et al., 1991), dan etika dalam praktik supervisi. Dokumen-dokumen tersebut mendorong badan pemberi ijin praktik konseling untuk menulis undang-undang pemerintah tentang supervisi dan para supervisor dari pelamar yang memiliki ijin praktik konselor dan memberikan dasar untuk badan pemberi sertifikat/piagam nasional untuk para supervisor konseling melalui Badan Sertifikasi Konselor Nasional (National Board of Certified Counselors). Dampak dari standar tersebut semakin meninggikan derajat profesi supervisi konseling yang menandai pula meluasnya pelatihan bagi para supervisor konselor.
Perspektif di Masa depan
Satu peningkatan penting dalam area pelatihan para supervisor. Adanya undang-undang dan sebuah penganugerahan supervisor konseling nasional yang mempersyaratkan pelatihan yang diperlukan  untuk pelatihan supervisor dalam sebuah cara yang pragmatis. Oleh karena itu kita seharusnya tidak menjadi heran pada tampilan dari program-program pelatihan yang didesain untuk membantu praktisi memenuhi persyaratan termasuk lembaga universitas dan pendidikan berkelanjutan
(Oleh: Arbin Janu Setiyowati, Hariadi Ahmad, dan Hasrul Wahid)

___________________________________________________________________________________

July 3, 2011

Non Tes Dalam Bimbingan dan Konseling

-->
Dalam menyelesaikan permasalahan, kita membutuhkan data-data untuk memahami individu. Untuk dapat memahami individu dengan sebaik-baiknya, kita perlu mengumpulkan data yang lengkap dan akurat mengenai individu tersebut. Jenis-jenis data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut: data tentang keluarga, pertumbuhan jasmani, latar perkembangan keluarga, kesehatan dan sebagainya. Berikut ini akan dipaparkan mengenai teknik pemahaman individu teknik non tes, yang terdiri dari Teknik Wawancara (interview), Observasi/Pengamatan (Observation), Angket (Questionare), Biografis, Sosiometri, dan Studi Kasus (Case Study).
1. WAWANCARA (INTERVIEW)
Pengertian
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaaan secara lisan kepada sumber data dan sumber data juga memberikan jawaban secara lisan juga. Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. (Arifin, 1998:44)
. Wawancara adalah suatu teknik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog) baik secara langsung (face to face relition) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang tuanya atau kepada temannya.
Jenis-jenis
Menurut responden interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview langsung dan tidak langsung. Interview langsung terjadi apabila interview langsung dilakukan dengan interviewee. Sedangkan interview tidak langsung terjadi apabila interview dilakukan untuk mendapatkan data mengenai individu yang lain.
Menurut prosedur interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview terstruktur dan tidak terstruktur. Interview terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang diajukan sudah direncanakan secara rinci dan jelas dan dijadikan sebagai pedoman interview (interview guide). Sedangkan interview tidak terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang diajukan tidak direncanakan secara rinci dan jelas, hanya memuat pokok-pokoknya saja.
Menurut situasi interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview formal dan informal. Interview formal terjadi apabila interview dilakukan di sebuah tempat formal dan bersifat resmi. Sedangkan interview informal terjadi apabila dilakukan bukan di sebuah tempat formal dan bersifat tidak resmi, seperti percakapan biasa.
Menurut perencanaan interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview berencana dan insidental. Interview berencana dilaksanakan apabila interview direncanakan waktu dan tempatnya. Sedangkan interview incidental dilaksanakan secara kebetulan apabila ada kesempatan mengadakan interview.
Format wawancara
Gunarsah (2003:38-39) mengungkapkan ada lima tahapan struktur wawancara sebagai berikut :
1. Rapport.
Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti: Apa Kabar? Tahap ini diikuti dengan rencana yang akan dilakukan terhadap dan dengan klien, serta membawa klien merasa enak menghadapi pewawancara. Acap kali penting menerangkan tujuan dari wawancara dan apa yang konselor bisa dan tidak bisa melakukan.
2. Pengumpulan Data.
Tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang bisa dilakukan dan diberikan kepada klien. Mengetahui alasan mengapa klien sampai datang untuk wawancara dan bagaimana klien menilai atau memandang masalahnya.
3. Menentukan Hasil Sesuai Dengan Arah Ke mana Klien Inginkan.
Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelak kalau persoalan sudah diatasi. Tahap yang penting bagi pewawancara untuk mengetahui apa yang dikehendaki klien dan yang senada atau tidak bertentangan dengan apa yang secara rasional dipikirkan oleh pewawancara.
4. Mengemukakan Macam-macam Alternatif penyelesaian Masalah.
Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam alternatif. Seringkali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-dinamika pribadinya dan merupakan tahapan yang berlangsung paling lama.
5. Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar.
Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Wawancara ini jelas sudah berfungsi sebagai proses konseling itu sendiri. Kelima tahapan wawancara ini dapat disingkat dengan lima pertanyaan sederhana dan singkat sebagai berikut :
1. Apa Kabar?
2. Apa Masalahnya?
3. Apa yang anda inginkan akan terjadi?
4. Apa yang bisa kita lakukan mengenai hal itu?
5. Apakah Anda mau melakukan hal itu?
Fungsi wawancara
Fungsi wawancara pada dasarnya dapat digolongkan kedalam tiga golongan besar :
1. sebagai metode primer
2. sebagai metode pelengkap
3. sebagai kriterium.
Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer.
Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode pelengkap. Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriterium.
2. METODE OBSERVASI (PENGAMATAN)
Pengertian
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam periode tertentu dan dicatat secara sistematis. Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. (Sudijono,2009:76). Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik non tes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis. Pengamatan memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Observasi merupakan pengamatan atau pencatatan tingkah laku anak bekerja atau berbuat. (Slameto, 1988:181) Jadi, observasi atau pengamatan yaitu teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku). Yang paling berperan disini adalah panca indra atau pengindraan terutama indra penglihatan.
Perbedaan dengan teknik non tes lainnya Observasi sebagai alat penilain non tes, mempunyai beberapa kebaikan, antara lain:
§ Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
§ Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting
§ Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari teknik lain, misalnya wawancara atau angket
§ Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.
Jenis-jenis
1. Berdasarkan situasi yang diobservasi
Observasi partisipatif dan nonpartisipatif Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka. Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak. Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut bermain.
Dibagi menjadi tiga yaitu:
o free situation : dilakukan dalam situasi wajar
o manipulated situation : dilakukan dalam situasi yang dimanipulasi
o partially controlled : gabungan dari teknik free & manipulated
2. Berdasarkan keterlibatan observer
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati. Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati. Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mengamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga. Kalau observasi nonsistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori diatas, tetapi langsung mengamati anak yang sedang menanam bunga.
Dibagi menjadi tiga, antara lain:
o observasi partisipasi : observer ikut terlibat observasi
o observasi non partisipasi : observer tidak terlibat observasi
o observasi quasi partisipasi : kombinasi partisipasi & non partisipasi
3. Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai kibat dari situasi yang sengaja diadakan. Waktu Pelaksanaan ObservasiØ
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid olah raga, upacara dan lain-lain.
Dibagi menjadi dua yaitu terstruktur apabila aspek tingkah laku yang akan diobservasi telah dimuat dalam suatu daftar yang disusun secara sistematis. Oleh karena itu observasi ini disebut juga observasi sistematis. Bentuk catatannya ada dua jenis yaitu daftar cek (check list) dan skala bertingkat (rating scale). Sedangkan observasi tidak terstruktur adalah observer tidak menyiapkan daftar terlebih dahulu tentang aspek yang akan diobservasi. Hasil observer dicatat dalam anecdotal record atau catatan anekdot
Fungsi Observasi
Sebagai alat evaluasi, observasi digunakan untuk:
a. Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
b. Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
c. Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam mengumpulkan data.
b.3 Berdasarkan pencatatan hasil observasi
3. METODE KUEOSIONER (QUESTIONARE)
Pengertian
Kueosioner atau angket adalah suatu metode pengumpulan data dengan mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada individu dan individu yang diberikan daftar pertanyaan tersebut diminta untuk menjawab secara tertulis. Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsuang, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden.Angkat adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
Perbedaan dengan teknik lain
Berbeda dengan wawancara di mana penilai (evaluator) berhadapan secara alangsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban-jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak penilai
Jenis-jenis
1. Menurut subyek yang dikirimi kuesioner
Dibagi menjadi dua yaitu kuesionar langsung dan tidak langsung. Kuesioner secara langsung apabila peneliti meminta data dari responden. Sedangkan kuesioner secara tidak langsung apabila peneliti memperoleh data dari orang lain.
2. Menurut bentuk pertanyaan yang digunakan
Dibagi menjadi dua yaitu kuesioner terbuka dan tertutup. Kuesioner terbuka apabila responden diberikan kesempatan untuk menuliskan jawaban seluas-luasnya. Sedangkan kuesioner tertutup apabila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah tersedia jawabannya. Responden tinggal memilih salah satu jawaban.
Fungsi angket
Kuesioner sebagai alat evaluasi sangat berguna untuk mengungkap latar belakang orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri, di mana data yang berhasil diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan, terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang menyangkut diri peserta didik. Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
4. SOSIOMETRI
Pengertian
Metode sosiometri dikembangkan oleh Moreno dan Jenning ( Purwoko, 2007) metode ini didasrkan atas asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola struktur hubungan yang komplek, hubungan-hubungan ini dapat diungkap dengan menerapkan pengukuran baik kuantitatif maupun kulalitatif.
Sosiometri adalah adalah sutu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara individu dalam suatu kelompok, dengan cara menelaah relasi sosial, status sosial. Dengan demikian sosiometri dapat mengugkap dinamika sosial, popularitas individu dalam kelompok, serta untuk mengenali kesulitan hubungan sosial individu dalam kelompok. Situasi sosial kelompok dapat berupa kelompok belajar, bermain, pertemanan, kerja kelompok dll.
Proses pembuatan sosiometri dilakukan dengan jalan meminta kepada setiap individu dalam kelompok lainnya untuk memilih anggota kelompok lainnya (tiga orang) yang disenagi atau tidak dalam bekerjasama, yang masing-masing nama disusun menurut nomor urut yang paling disenagi atau paling tidak disenagi. Atas dasar saling pilihan atara anggota kelompok ini inilah dapat diketahui banyak tidaknya seorang individu dipilih oleh anggota kelompoknya, bentuk-bentuk hubungan dalam kelompok, kepopuleran dan keterasingan individu
Beberapa hal yang perlu diingat dala melancarkan sosiometri:
1. sebelum dilancarkan hendaknya petugas berusaha menciptakan hubungan baik dengan kelompok
2. petunjuk diberikan dengan jelas
3. penjelasan yang dimaksud pelancaran sosiometri
4. sosiometrihendaknya diselengarakan dengan kondisi dimana siswa tidak saling mengetahui jawabannya
5. menjaga kerahasian pilihan maupun hasil
6. individu harus saling mengenal
Kegunaan sosiometri adalah:
1. memperbaiki hubungan sisoal individu dalam kelompok
2. menentukan keanggotaan kelompok kerja
3. meneliti kecenderungan potensi kepemimpinan individu dalam kelompok
4. mengatur tempatduduk dalam kelas
5. mengenali kekompakan dan perpecahan dalam anggota kelompok
Jenis-jenis
b.1 Nominatif
b.2 Skala bertingkat (Rating Scale)
b.3 Siapa Dia
Data hasil sosiometri digambarkan dalam Sosiogram (Teknik Lingkaran, Lajur, Bebas)
5. METODE OTOBIOGRAFIS
Pengertian
Otobiografi adalah suatu metode pengumpulan data dengan menuliskan riwayat hidup sendiri, menyangkut riwayat pendidikan, riwayat prestasi, cita-cita dan harapannya masa yang akan datang, atau menggunakan tulisan yang ada tentang kehidupan seseorang.
Jenis-jenis
1. Otobiografi adalah suatu metode untuk mengumpulkan data tentang kepribadian seseorang dengan mempelajari riwayat kehidupan yang ditulis oleh orang yang bersangkutan.
2. Biografi adalah suatu metode untuk memahami kepribadian seseorang dengan mempelajari riwayat hidup orang tersebut yang ditulis oleh orang lain.
3. Metode Catatan Harian adalah suatu metode pengukuran kepribadian dengan jalan mempelajari catatan harian orang tersebut. Catatan harian adalah catatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dan bersifat sangat pribadi.
4. Metode Studi Dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data tentang keadaan seseorang dengan jalan mempelajari dokumen-dokumen yang telah ada mengenai orang tersebut. Contohnya ijazah, piagam, surat dokter dan sebagainya.
Otobiografi memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. memberikan informasi tentang siswa secara lengkap
2. bisa mengungkapkan perasaan dengan bebas dari kegiatan yang telah dilakukan
3. data ini dapat mendukung data yang diperoleh dari teknik lain
4. menghemat dalam pengadministraisian
sedangkan kelemahan dalam otobiografi ini:
1. siswa kurang terampil dalam komunikasi secara tertulis dengan baik
2. otobiografi lebih banyak mengungkap tentang fantasi
3. tidak semua kejadian dapat diingatnya dengan baik
4. data yang diperoleh dari otobiografi ini harus di padukan dengan baik dari teknik lain agar dapat ditafsirkan secara benar
5. sering terdapat kata-kata yang tidak diketahui atrinya secara benar
6. METODE STUDI KASUS (CASE STUDY)
adalah pengumpulan data dengan menggabungkan berbagai pengumpulan adata sebagai dasar mengadakan interpretasi dan diagnosis tentang tingkah laku individu. Metode ini hanya ini digunakan untuk siswa yang mengalami masalah tertentu, terutama anak yang mengalami hambatan adalam aspek perkembangan. Dengan studi kasus ini, kita mencoba mencari tahu faktor penyebabnya dan berusaha untuk memberikan bimbingan sehingga dapat mengatasi dan membantu mencarikan jalan keluar.
DAFTAR PUSTAKA:
Abkin. 2005. Etika dan Kode Etik Profesi Konselor. Jakarta: Abkin
Arifin. 1998. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: PT. Golden Terayon Press
Budi Purwoko. 2007. Pemahaman Individu melalui Teknik non tes. Surabaya. Unesa University Press.
D. Gunarsah, Singgih. 2003. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Goldman, Leo. 1984. Using Tests in Counseling. California : Goodyear Publishing Company.
Nur Hidayah. 1988. Buku Penunjang Teknik Pemahaman Individu Non tes. PPB FIP IKIP Malang.
Slameto. 1988. Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Bina Aksara
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Triyono, 2008. Materi Pelatihan: Penggunaan Tes dalam Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang

June 11, 2011

Teori Objek Relation dalam Konseling


Menurut Harry Guntrip (1969)
Teknik terapi yang membantu kita menyelidiki masalah-masalah yang diungkapkan pasien setelah dia mengalami relasi terapeutik yang memampukan dirinya mengungkap masalah-masalah itu. Relasi terapeutik adalah relasi pasien dengan terapis yang menciptakan situasi untuk pemecahan masalah-masalah itu.
  • Langkah awal yang berperan untuk mengungkap masalah konseli adalah konselor berjuang menciptakan relasi terapeutik dengan konseli (pentingnya relationship konselor dan konseli)
  • Peran konseli dalam proses konseling yaitu mengungkapkan masalah-masalahnya dan memecahkan masalahnya tersebut.
Peran penting Relasi terapeutik dalam konseling
  • Relasi terapeutik bagaikan sebuah mangkok
  • Dalam mangkok ini, konseli mengungkap masalahnya dan memecahkannya
Empat Psikologi Psikoanalisis
  1. Drive Theory
Menggarisbawahi biological drives (sex & agresi) yang sangat menentukan manifestasi-manifestasi psikologis
  1. Ego Psychology
Berfokus pada cara pribadi manusia mengelola tuntutan-tuntutan internal drives dan tuntutan-tuntutan realitas eksternal
  1. Self Psichology
Berfokus pada pengalaman self yang subyektif dan mengalami perubahan-perubahan
  1. Objects relation theory
Berfokus pada relasi insani, baik relasi yang diinternalisasikan dan membentuk psyche (kepribadian) maupun relasi eksternal di dunia nyata.
Asal istilah “Object Relations”
Istilah ini mencerminkan dan mewakili pergeseran focus dari focus freud pada drives ke focus baru pada objek (sasaran) bagi drives itu (object of the drives), terutama orang-orang penting dalam lingkup relasi diri pasien.
Asal Mula Pemikiran Object Relations
  • Titik awalnya adalah factor bahwa manusia membutuhkan relasi untuk mempertahankan hidup fisik dan psikologis
  • Fakta fundamental yang menandai eksistensi insani adalah ketergantungan antar insane.
  • Cara manusia menghadapi dan mengelola kebutuhan untuk bergantung (need for independency) amat menentukan kesehatan dan kesejahteraan jiwanya.
Pelopor “Object Realtins Theory”
  • Titik awal konsep object relations theory telah terdapat dalam psikoanalisis freud (mourning & melancholia(1917)) & The Ego and The Id (1923)
  • Penulis pertama adalah Melanie klein (contributions to psychoanalysis 1921-1945 (1964); Envy and Gratitude & Other works, 1946-1963 (1975)
  • Pelopor-pelopor lainnya adalah Fairbaim, Guntrip, Winnicot, Bian & Balint
  • Penerus-penerus kontemporer teori ini adalah Ogden. Bellas, D.Schott, J.Schorff, Kenberg, dan Masterson
Internal Self dan Object Pairing
Dalam kepribadian setiap insan terdapat berbagai self-object. Representation pairing yang berpengaruh sangat kuat:
  • Menentukan apa yang dirasakan dan dialami individu tentang self-nya (egonya) sendiri
  • Berfungsi sebagai cetak biru (template) untuk mengalami relasi-relasi yang terjadi di dunia luar.
Terjadinya Represntasi Internal
  • Representasi-representasi internal, yaitu self dan object internal terjadi sebagai buah pengalaman individu berelasi dengan orang-orang penting (terutama ibu & pengasu utama) sejak masa kehidupan dini hingga kini.
  • Kebanyakan pakar menggarisbawahi pengaruh hubungan-hubungan dini (dalam beberapa tahun pertama kehidupan)
Karakteristik Represi Internal
  • Represi internal (representation internal object & representation internal self) berisi pengalaman-pengalaman tentang aspek-aspek orang penting dalam kehidupan individu (=representasi object) serta pengalaman self selama berinteraksi dengan orang penting itu (=representasi self)
  • Representasi-representasi internal bisa bersifat disadari maupun tidak disadari; terapis berupaya membantu pasien agar lebih menyadari representasi-representasi internal itu
  • Representasi-representasi internal itu merpakan kompleks kognitif-afektif (bukan semata pikiran) yang membangkitkan cara berpikir, merasakan dan bertindak tertentu.
Hakikat Kepribadian
  • Kepribadian adalah himpunan berbagai self-object pairing
  • Representasi-representasi internal dapat diubah sepanjang waktu melalui terapi dan pengalaman-pengalaman lain
  • Dalam kondisi psikopatologis (bermasalah) representasi-representasi itu sedemikian terorganisasikan dalam system tertutup yang sangat kaku,, yang menghalangi pengalaman baru untuk mempengaruhi dunia internal, serta melawan upaya terapi yang sesungguhnya bertujuan menumbuhkembangkan kepribadian.
Cara Kerja “Self-Object Pairing”
  • Self object pairing yang menjadi kandungan kepribadian individu itu secara nirsadar memengaruhi cara individu memandang self atau diri sendiri dan luar
  • Self object pairing juga memengaruhi cara individu berelasi dengan orang-orang lain:
- memproyeksikan dunia internal ke dunia eksternal
- menentukan pemilihan orang di sunia eksternal
- Memengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan representasi internal yang dimiliki individu. (Memberikan “unconscious oveing” (isyarat nirsadar) sehingga orang lain menangkap isyarat yang diberikan oleh orang tersebut)
Hakikat Masalah Pasien
· Kepribadian dan masalah pasien dipandang pada perspektif drama internal yang berasal muasal pada masa lampau namun diejawantahkan kembali pada masa kini.
· Tingkat keparahan patologi (tingkat keparahan masalah) ditentukan oleh separah apa pengalaman di masa kini lebih ditentukan oleh internal self-object pairing ketimbang ditentukan oleh situasi dan relasi actual.
Hakikat Konseling & Psikoterapi
  • Konseling & psikoterapi pada hakikatnya adalah relasi yang memberi kesempatan bagi drama internal konseli atau pasien untuk dimainkan kembali dengan melibatkan pribadi konselor atau terapis.
  • Konselor-konseli dan terapis-pasien saling memengaruhi secara timbale balik melalui proses-proses proyeksi dan introyeksi.
Kiat Penting bagi konselor dan terapis
  • Konselor & terapis perlu mengetahui bagian mana dari drama internal konseli atau pasien yang terejawantahkan dalam konseling & terapi.
  • Untuk itu, Paula Heimann (dikutip oleh Ballas, 1987) mendayagunakan dua pertanyaan berikut:
- Siapa yang berbicara? (bagian mana dari dunia internal konseli atau pasien yang diekspresikan saat ini?)
- Konseli atau pasien berbicara kepada siapa! (bagian mana dari dunia internal konseli atau pasien yang direpresentasikan oleh konselor atau terapis saat ini)
NB:
  • Untuk menerobos system keprbadian konseli yang sangat tertutup atau kaku, konselor perlu memposisikan diri menjadi orang penting bagi konseli. Dengan menjadi orang penting bagi konseli akan mudah bagi konselor dalam mempengaruhi konseli dengan memberikan pengalaman baru.
  • Untuk bisa menjadi orang penting bagi konseli, cara yang bisa ditempuh konselor yaitu dengan melakukan empati.