Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

April 5, 2017

DOSEN IKIP MATARAM MENJADI PENYAJI DAN PENYAJI POSTER TERBAIK PADA SEMINAR HASIL PENELITIAN PENINGKATAN KAPASITAS: PENELITIAN DOSEN PEMULA, TAHUN PENDANAAN 2016

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembagan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menyelengarakan Seminar Hasil Penelitian Peningkatan Kapasitas: Penelitian Dosen Pemula (Yang Sudah Selesai Tahun 2016) Tahun 2017 Untuk Wilayah Mataram sejak tanggal 31 Maret 2017 sampai dengan 1 April 2017. Yang bertempat di Golden Palace Hotel Lombok jalan Sriwijaya No 38 Mataram Provensi Nusa Tenggara Barat. Dari 86 Peserta yang berasal dari 22 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dari seluruh Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat yang mengikuti Seminar Hasil PDP, maka IKIP Mataram menjadi penyumbang peserta terbanyak yaitu 29 Peserta Penelitian Dosen Pemula (PDP) Tahun Pendanaan 2016.
Peningkatan Kapasitas Riset meliputi skema penelitian Dosen pemula (PDP), Peneltian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi (PEKERTI), Penelitian Pascasarjana (PPS), Penelitian Disertasi Doktor (PDD), Penelitian Pascadoktor (PPD), Penelitian Pendidikan Magister menuju Doktor Untuk Sarjana Unggul (PMDSU).  Skema penelitian tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dosen pemula dalam bidang penelitian, dan mendorong percepatan peningkatan kualifikasi dosen melalui peningkatan kapasitas penelitian. Upaya ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya ketersediaan pendidikan tinggi Indonesia yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional sehingga dapat berkontribusi secara nyata kepada peningkatan daya saing bangsa melalui pendidikan, peneitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Penelitian Dosen Pemula (PDP) merupakan skema penelitian yang diperuntukkan bagi dosen tetap Perguruan Tinggi Kelompok Binaan. Selain untuk mengarahkan dan membina kemampuan meneliti dosen pemula, program ini juga diharapkan dapat menjadi sarana latihan bagi dosen pemula untuk mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ilmiah baik local maupun nasional terakreditasi. Setelah penelitian selesai, maka peneliti diwajibkan untuk menyerahkan laporan hasil penelitian, luaran publikasi ilmiah, dan diharapkan dapat melanjutkan penelitiannya ke program penelitian lain yang lebih tinggi.
Penyelengaraan Seminar Hasil Penelitian Peningkatan Kapasitas Riset (yang sudah Selesai tahun 2016) bertujuan untuk: memberikan kesempatan kepada pelaksana penugasan Penelitian Peningkatan Kapasitas Riset (Penelitian Dosen Pemula) yang telah selesai tahun 2016 untuk mempresentasikan dan melaporkan hasil luaran kegiatan penelitian kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, tim pembahas dan peserta lainnya; mengarahkan dan mebina kemampuan meneliti dosen pemula; menjadi sarana latihan bagi dosen pemula untuk mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ilmiah, baik local maupun nasional terakreditasi; meninisiasi peta jalan penelitinnya; memfasilitasi sharing dan diskusi hasil-hasil penelitian dalam rangka meningkatkan kapasitas riset; mendiskusikan/mengidentifikasi keberhasilan dan berbagai hambatan yang dihadapi para peneliti dalam upaya merealisaikan capaian penelitian yang ditargetkan.
Penyelengaraan Seminar Hasil Penelitian Peningkatan Kapasitas Riset (yang sudah Selesai tahun 2016) diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: Berkembangnya kondisi yang berorentasi pada pemahaman pentingnya penelitian yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat (mempunyai dampak sosial) serta pengembagan pengetahuan; Berkembangnya kondisi yang berorientasi pada pemehaman pentingnya penelitian yang harus dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan; Terciptanya kondisi yang mengarah kepada suasana akademis yang dinamis; Terhimpunnya informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai landasan bagi pengembagan program penelitian di perguruan tinggi; Membangun budaya dan akuntabilitas penelitian di perguruan Tinggi.
Peserta/Penyaji adalah peneliti perguruan tinggi yang telah menerima dana dan telah selesai melaksanakan penelitinnya serta diundang untuk mempresentasikannya dalam Seminar Hasil Penelitian Peningkatan Kapasitas Riset (Penelitian Dosen Pemula) sebanyak 86 Peneliti, terdiri dari 22 Perguruan Tinggi Negeri/Swasta, yaitu: IKIP Mataram (29 Peserta), Politeknik Medica Farma Husada Mataram (1) Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mataram (2), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wirawacana (4), Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhamadiyah Bima (2), Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik Mbojo (4), STIBA Bumi Gora Mataram (1), STIKES Yarsi Mataram (1), STKIP Paracendikia NW Sumbawa (1), STKIP Taman Siswa Bima (2), STKIP Weetebula (2), STMIK Bumi Gora (5), STMIK Lombok (2), STT Hanzanwadi (1), Universitas 45 Mataram (1), Universitas Cardova (3), Universitas Gunung Rinjani (2), Universitas Mahasaraswati Mataram (1), Universitas Muhamadiyah (10), Universitas Nahdatul Wathan Mataram (4), Universitas Nusa Tenggara Barat (7), Universitas Teknologi Sumbawa (1).
Persyaratan yang harus dipatuhi oleh peserta/penyaji seminar hasil penelitian peningkatan kapasitas Penelitian Dosen Pemula, adalah sebagai berikut: peserta/penyaji adalah peneliti perguruan tinggi yang telah menerima dana dan telah selesai meklaksanakan penelitiannya pada tahun 2016 serta diundang sebagai peserta di seminar hasil penelitian; bersedia sepenuhnya mengikuti kegiatan selama seminar berlangsung; membawa bahan presentasi dalam bentuk sofcopy (di dalam flash disk atau CD); dan membawa poster dan produk penelitian.
Dalam mempresentasikan hasil penelitian seluruh peserta/penyaji dibagi menjadi empat kelompok dan serta setiap kelompok didampingi oleh seorang tim pendamping pembahas. Pembahasan pada setiap kelompok yang dilakukan oleh para penyaji hasil penelitian disediakan waktu 10 menit untuk menyajikan tentang penelitan yang telah dilakukannya, dengan menjelaskan mulai dari judul, tim peneliti, latar belakang, luaran yang dijanjikan, pustaka, metode penelitian, pembahsana, serta hasil luaran yang telah dijanjikan. Setelah peserta/penyaji selesai melakukan presentasi hasil penelitian Selanjutnya dilakukan diskusi antara peserta/penyaji hasil penelitian dosen pemula dengan Tim Pembahas yang ditugaskan di dalam kelompok tersebut, selanjutnya dilakukan penilaian poster penelitian.
Setelah para peserta/penyaji disetiap kelompok selesai mempresentasikan hasil penelitian di depan para tim pembahas. Maka para tim pembahas melakukan rapat peleno untuk menentukan 3 orang peserta/penyaji dan 3 orang penyaji poster terbaik yang selanjutnya diumumkan pada sesi peneutupan. Dari hasil diskusi dalam rapat pleno oleh tim pembahas maka 3 peserta/penyaji hasil penelitian dari IKIP Mataram meraih penyaji dan penyaji poster terbaik, yaitu: dari kelompok Penyaji hasil penelitian terbaik diaraih oleh: Hariadi Ahmad, M.Pd Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan dengan Judul Penelitian “Implementasi Buku Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk Konselor Sekolah”, dari kelompok penyaji I. Pada kelompok Penyaji Poster terbaik diaraih oleh: Pertama, Ita Charun Nissa, M.Pd Dosen Program Studi Pendidikan Matematika dengan Judul Penelitan “Pengembagan Model dengan Pendekatan Pemecahan Masalah pada Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika” dari kelompok penyaji I. Dan kedua, Eliska Juliangkary, M.Pd Dosen Program Studi Pendidikan Matematika dengan Judul Penelitan “Pengembangan Model Teori Graph dengan Pembelajaran Berbasis Masalah PBL” dari kelompok penyaji III (memed@10417).


PROFIL HASIL PENELITIAN DOSEN PEMULA



IMPLEMNTASI BUKU PANDUAN PELATIHAN
SELF ADVOCACY SISWA SMP UNTUK KONSELOR SEKOLAH

PENELITI
RINGKASAN EKSEKUTIF


HARIADI AHMAD
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram
Jalan Pemuda No. 59 A Kota Mataram Nusa Tenggara Barat Indonesia


ALUH HARTATI
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram
Jalan Pemuda No. 59 A Kota Mataram Nusa Tenggara Barat Indonesia









Rendahnya keterampilan sosial memicu terjadinya masalah pribadi sosial. Siswa sedang mengalami perubahan fisik, psikis, dan mengalami fase transisi, kebimbangan jadi diri, dan identitas diri. Perubahan perkembangan bertujuan penyesuaian diri yang positif terhadap lingkungan sekitarnya, memerlukan aktualisasi diri. Keberhasilan siswa dalam penyesuaian diri dengan baik, secara pribadi maupun sosial harus mempunyai kesempatan mengungkapkan minat dan keinginannya. self advocacy merupakan keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali, mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan orang lain, Pengembangan yang bertujuan untuk (1) menghasilkan panduan pelatihan self advocacy yang dikembangkan dengan teknik Structure Learning Approach yang memenuhi kriteria akseptabilitas (kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan), dan (2) menghasilkan panduan pelatihan self advocacy yang efektif meningkatkan self advocacy siswa SMP. Model pengembangan produk menggunakan model Borg & Gall (1983) yang kemudian dimodifikasi menjadi tiga tahapan pengembangan, yaitu prapengembangan, pengembangan, dan pascapengembangan. Berdasarkan hasil uji ahli yang terdiri dari tiga orang ahli Bimbingan Konseling dan hasil uji pengguna/konselor yang terdiri dari dua konselor terhadap pengembangan panduan pelatihan self advocacy, baik secara kuantitatif dan kualitatif telah memenuhi kriteria akseptabilitas. Buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor yang dihasilkan dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan, bagian II Petunjuk umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, daftar pustaka, dan Instrumen penlaksanaan pelatihan.
HKI DAN PUBLIKASI
1.          Ahmad Hariadi dan Aluh Hartati. 2016. Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP Untuk Konselor Sekolah. LPP Mandala. Mataram ISBN: 978-602-1343-18-0
2.          Ahmad Hariadi dan Aluh Hartati. 2016. Implemntasi Buku Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa Smp Untuk Konselor Sekolah. Jurnal Paedagogy Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram. Vol 4 Nomor 1 Tahun 2016
LATAR BELAKANG
HASIL DAN PEMBAHASAN
Self Advocacy sebagai keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali dan mengetahui kekurangan, kelebihan, keinginan dan minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat memperoleh kesuksesan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan.
komponen Self Advocacy terdiri dari: 1) kesadaran diri (self awareness), 2) keterampilan komunikasi, 3) keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, dan 4) kesadaran tanggung jawab
Buku panduan pelatihan self advocacy Siswa SMP untuk konselor yang dihasilkan dalam pengembangan ini terdiri dari: bagian I Pendahuluan, bagian II Petunjuk umum pelatihan, bagian III Prosedur pelatihan, dan daftar pustaka.  Bagian I pendahuluan terdiri atas (A) Pentingnya pelatihan, (B) Keterampilan self advocacy, (C) Manfaat self advocacy, (D) Kompetensi kemandirian peserta didik dalam pelatihan self advocacy, dan (E) Model pelatihan self advocacy. Bagian II petunjuk umum terdiri dari: (A) Menentukan siswa yang mendapatkan pelatihan, (B) Menentukan jenis ketarampilan self advocacy yang akan dilatihkan, (C) Menentukan tujuan pelatihan self advocacy, (D) Menentukan alat pengukuran pelatihan, (E) Menentukan teknik intervensi, dan, (F) Menentukan jadwal pelatihan. Bagian III prosedur pelatihan terdiri atas lima, yaitu: 1) Pembukaan, 2) Komponen I: Kesadaran diri (Self Awareness), 3) Komponen II: Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 4) Komponen III: Keterampilan Komunikasi, dan 5) Komponen IV: kesadaran tanggung jawab. Pada masing-masing komponen terdiri dari; tujuan umum dan khusus, langkah-langkah pelatihan, materi pelatihan, instrumen pelatihan, dan skala pelatihan.
Uji coba pengembangan panduan pelatihan self advocacy bagi siswa SMP untuk Konselor Sekolah ini dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu: pertama, dilakukan uji ahli oleh tiga orang ahli bimbingan dan konseling. Hasil penilaian yang diperoleh dari uji ahli digunakan untuk melakukan revisi terhadap produk pengembangan serta mendapatkan masukan-masukan dari kekurangan yang ada dalam rancangan panduan sebelum dilaksanakan pada calon pengguna. Kedua uji lapangan kelompok kecil adalah seorang konselor. Ketiga uji kelompok terbatas, yaitu 8 orang siswa SMP Negeri 16 Mataram. Teknik intervensi yang digunakan dalam pengembangan pelatihan self advocacy ini adalah Structured Learning Approach.
Berdasarkan pembahasan hasil kajian produk pengembangan dalam penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: Menurut ketiga ahli bimbingan dan konseling dan dua konselor sekolah, secara umum panduan pelatihan yang dikembangkan telah memenuhi kriteria akseptabilitas ditinjau dari: Aspek kegunaan, aspek kelayakan, aspek ketepatan, dan aspek kepatutan. Konselor sekolah perlu memiliki kompetensi teknis khususnya dalam memimpin sebuah kelompok. Konselor sekolah perlu mempertimbangkan budaya tiap peserta karena bisa terjadi perbedaan budaya antara peserta yang satu dengan yang lainnya. Konselor sekolah perlu memperhatikan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sebelum pelatihan berlangsung, agar pelaksanaan pelatihan self advocacy mendapatkan hasil optimal.
METODE PENGEMBAGAN
Model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan panduan pelatihan self advocacy ini adalah modifikasi dari model Borg dan Gall (1983). Menurut Borg dan Gall, prosedur penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D) terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk, dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan. Tujuan pertama disebut sebagai fungsi pengembangan, sedangkan tujuan kedua di sebut sebagai fungsi validasi. Prosedur pengembangan panduan pelatihan self advocacy ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) Tahap pra-pengembangan, 2) Tahap pengembangan 3) Tahap pasca pengembangan/uji coba.
















  By memed@112016

November 17, 2016

PENERAPAN TEKNIK STRUCTURE LEARNING APPROACH (SLA) PADA KETERAMPILAN SELF ADVOCACY SISWA SMP


Sistem pelatihan keterampilan yang komperhensif menekankan model pengembangan kecakapan hidup, antara lain dengan asumsi bahwa siswa adalah subyek yang mampu dalam mengembangkan keterampilan hidup dan membuat perencanaan untuk mengatur kehidupannya. Adapun aplikasi Structure Learning Approach dalam pelatihan self advocacy meliputi tahap: Pertama, arahan (intruction). Kedua, pemberian model (modeling). Ketiga, bermain peran (role-play). Keempat, pemberian umpan balik (performance feedback). Kelima, pemberian tugas dan pemeliharaan (transfer of training and maintenance). (Sprafkin, dkk. 1993; selanjutnya dikembangkan oleh Thompson, 2003).
Adapun langkah-langkah teknik Structure Learning Approach sebagai berikut:
1.        Tahap pertama, Arahan (intruction)
Pengarahan yang dilakukan pada awal pelatihan berupa penjelasan materi yang berkaitan dengan komponen self advocacy yang dilatihkan, yakni self awarennes (kesadaran diri), pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, keterampilan komunikasi, dan kesadaran tanggung jawab.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika konselor memberikan pengarahan kepada siswa, yaitu;
a.    arahan/penjelasan yang diberikan harus jelas dan sistematis;
b.    arahan terkait jenis komponen ketarampilan self advocacy yang akan dilatihkan perlu disertai contoh yang jelas;
c.    bahasa yang digunakan harus mudah dipahami oleh siswa;
d.    arahan atau penjelasan ini dapat diakhiri dengan mengajukan pertayaan yang dapat membantu siswa untuk mengidentifikasikan makna dari topik keterampilan self advocacy yang dilatihkan.
2.        Tahap kedua: Pemberian Model (modeling)
Modeling merupakan suatu metode untuk melahirkan perilaku baru atau prosedur dimana orang dapat belajar perilaku yang diharapkan melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain. Dalam pelatihan keterampilan self advocacy digunakan model simbolis.
Model dapat dipilih diatara 3 model berikut ini, yakni:
a.    Model hidup, yaitu model yang ditunjukkan oleh konselor, atau staf sekolah yang lainnya, atau oleh siswa itu sendiri;
b.    Model dalam bentuk rekaman vidio tentang perilaku yang dikehendaki;
c.    Model dalam bentuk rekaman audio tentang perilaku yang dikehendaki;
Adapun hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan presentasi model:
a)      model hendaknya disajikan sesingkat mungkin, menggunakan waktu 5 menit sampai 20 menit.;
b)      model yang disajikan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh siswa;
c)      siswa perlu mendapatkan pemahaman bahwa model yang disajikan hanya dapat digunakan untuk membantu siswa memahami beberapa jenis perilaku self advocacy yang dilatihkan.

3.        Tahap ketiga: Bermain Peran (role-play)
Role playing merupakan model pembelajaran yang membantu setiap siswa menemukan makna pribadi dalam dunia sosial serta memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok sosial, khususnya masalah-masalah interpersonal. Dalam pelatihan ini role playing adalah cara konselor menfasilitasi siswa meningkatkan keterampilannya dalam self advocacy melalui pemeranan perilaku tertentu sebangaimana nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada hal-hal teknis yang perlu diperhatikan pada tahap ini, meliputi:
a.    Bermain peran dilakukan secara terencana di dalam kelas melalui proses kelompok dan diamati langsung oleh koselor atau fasilitator;
b.    Dalam setting pelatihan ini, bermain peran dirancang dalam level yang sangat sederhana, yakni berupa rangkaian tindakkan menguraikan sebuah masalah, meperagakan dan mendiskusikan masalah tersebut;
c.    Masalah role playing harus jelas bagi siswa;
d.    Alur cerita yang digunakan diupayakan dapat diterima, masuk akal dan penuh makna;
e.    Perlu dipertimbangkan kemampuan siswa dalam pemeranan;
f.     Perlu dipertimbangkan faktor empati yang dimiliki siswa terhadap posisi peran tertentu;
g.    Perlu diperhatikan sikap tegas dan serius para pengamat;
h.    Perlu diperhatikan kemampuan siswa dalam menganalisis masalah yang akan diperankan;
i.      Perlu dirancang instrumen pengukuran tingkah laku secara tepat, jelas dan komprehensif.

4.        Tahap keempat: Pemberian Umpan Balik (performance feedback)
Pemberian balikan merupakan proses yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap bermain peran. Konselor dan observer lain memberikan usul saran perbaikan berdasarkan hasil pengamatan terhadap perilaku siswa pada tahap role playing. Fokus feedback berkaitan dengan upaya-upaya memperbaiki dan meningkatkan performansi siswa dalam bermain peran.
Hal teknis yang perlu diperhatikan pada tahap pemberian umpan balik yakni:
a.         hal-hal positif perlu disampaikan terlebih dahulu sebelum informasi yang lebih sensitif;
b.         menjelaskan tingkah laku yang dimaksudkan;
c.         dalam memberikan umpan balik terfokus pada tingkah laku yang dapat diubah bukan pada kepribadiannya;
d.         memberikan penjelasan secara spesifik tentang tingkah laku dan bukti-buktinya;
e.         memberikan beberapa saran perbaikan penampilan siswa;
f.          anggota kelompok yang melakukan role playing diharapkan agar dapat secara seksama mendengarkan komentar yang diberikan;
g.         para observer di minta melaporkan seberapa baik langkah-langkah pelatihan yang telah dilakukan;
h.         para observer diminta melaporkan tentang hal-hal khusus yang disukai dan tidak disukai, serta berbagai komentar tentang peran anggota kelompok yang melakukan latihan ulang;
i.           peran anggota kelompok yang melakukan latihan ulang diminta memberikan respon mengenai seberapa baik penampilannya dalam mengikuti setiap tahapan atau langkah pelatihan keterampilan self advocacy yang dilakukan.

5.        Tahap kelima, pemberian tugas (transfer of training and maintenance)
Pemberian tugas dalam bidang psikoeducational merupakan tugas yang lebih menekankan generalisasi, pentrasferan dan reinfocement bagi siswa dalam berbagai setting sosial lainnya, yang akan dibahas kembali dalam kelompok untuk sharing kisah dan pengalaman keberhasilan anggota kelompok yang melakukan pemberian tugas. Pemberian tugas berfungsi untuk memperkuat latihan ulang jenis-jenis perilaku self advocacy di antara sesi pelatihan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika memberi tugas kepada siswa:
a.       Deskripsi tugas harus jelas (jenis perilaku self advocacy, apa yang dilatih ulang, kapan perilaku tersebut dilatih ulang, dimana perilaku dilatih ulang, dengan siapa siswa berlatih ulang, apa yang telah siswa katakan dan lakukan, apa yang telah dikatakan dan dilakukan oleh orang lain);
b.       Format tagihan tugas setelah siwa berlatih ulang di luar setting harus jelas, lengkap dan terinci;
c.  Pedoman berlatih ulang berdasar pada cara-cara berperilaku self advocacy yang telah dipelajari;
d.      Frekuensi latihan di luar setting kelompok perlu dibatasi;
e.      Situasi dan kondisi ketika siswa berlatih di luar setting harus kondusif;
f.  Siswa diberi kesempatan untuk menilai drinya sendiri tentang hambatan-hambatan dan perkembangan perilaku self advocacy selama melakukan latihan ulang di luar setting dan melaporkan secara jujur dan obyektif dengan menggunakan pedoman observasi atau pedoman self repport
Dalam pelatihan self advocacy pada setiap komponen, maka Anda akan melakukan beberapa langkah-langkah pelatihan yang telah disebutkan diatas, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 tentang langkah-langkah pelatihan self advocacy, berikut ini:
Gambar 1.1 tentang langkah-langkah pelatihan self advocacy pada setiap komponen. 










September 3, 2015

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DOSEN MELALUI PROGRAM DOSEN MAGANG DIKTI 2015


      Dari kiri ke kanan; Dr. Ir. Komang Anggayana, Ms (ITB); Prof. Dr. Warsono, M.Pd (Rektor Unesa),  dan Prof. Dr. Suseno Amien (Unpad)

Surabaya, 12/08/2015. Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan memiliki peran yang sangat besar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan daya saing bangsa. Agar peran yang strategis dan besar tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka sumber daya manusia perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul. Dosen, adalah SDM perguruan tinggi yang memiliki peran yang sangat sentral dalam semua aktivitas di perguruan tinggi. Dalam era globalisasi ini, seorang dosen bukan hanya dituntut pakar dalam bidang kajian ilmunya mengajarkan, meneliti, dan mengabdikannya kepada masyarakat) tetapi juga dituntut untuk mampu berkomunikasi (verbal dan tulisan); mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT); memiliki jaringan (networking) yang luas; peka terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di dunia luar, bersikap outward looking, dan lain-lain.
Fakta di lapangan saat ini menunjukkan bahwa dosen dengan kualifikasi tersebut sangat jarang dan umumnya hanya terkonsentrasi di beberapa perguruan tinggi tertentu saja. Untuk menekan disparitas kualitas, baik antara dosen muda dan dosen senior maupun antara perguruan tinggi maju dan sedang berkembang, diperlukan adanya upaya yang nyata. Salah satunya adalah dengan program memagangkan para dosen muda di bawah bimbingan dosen-dosen senior di perguruan tinggi yang sudah dikategorikan sebagai perguruan tinggi maju.
Program Magang bagi dosen muda bertujuan untuk: 1). memperluas wawasan dosen muda mengenai pelaksanaan dan penyelenggaraan dunia kerja dosen (pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) dengan cara memberi kesempatan untuk mengalami secara langsung pelaksanaan kegiatan Tridharma tersebut di PT Pembina; 2). memberikan pengalaman kepada dosen muda untuk mengenal secara langsung manajemen perguruan tinggi dan kerjasama dengan mitranya di PTN Pembina; 3). memberi kesempatan kepada dosen muda untuk menjalin networking dengan dosen senior asal PTN pembina.

Menurut Dr. Suseno Amien dan Dr. Ir. Komang Anggayana, Ms; dalam memberikan sambutan pada acara peyerahan dosen magang Dikti  kepada Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 12 Agustus 2015 bertempat di Ruang Sidang rektorat Unesa mengungkapkan bahwa Program Dosen magang ini bertujuan dan dapat memeberikan dampak yang positif kedepan terutama; 1) Dosen dapat menjalankan tupoksi dosen dan dapat mengevaluasi diri dalam menjalankan tupoksi tersebut; 2) Dosen sebagai tenaga utama dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi dapat menjalankan Pendidikan Karakter; 3) Dosen sebagai peserta magang mempunyai sikap dan soft skill yang mumpuni. Hal ini disampaiakan dihadapan Rektor Unesa Prof. Dr. Warsono, M.Pd, Pembantu Rektor I, II, III, dan IV, Kepala Bagian dilingkungan Civitas Unesa, Kajur dan Sekjur dilingkunagan Unesa, dan Peserta Magang 15 Orang dari berbagai Perguaruan Tinggi di Seluruh Indonesia.


Peserta dosen magang pada tahun 2015 ini diikuti oleh 100 orang dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia yang tersebar di IPB, ITB, Unair, Unesa, dan Unpad, program dosen magang ini dilaksanakan selama lima bulan, dari awal Agustus sampai dengan bulan Desember 2015. Peserta dosen magang Dikti yang ditugaskan di Universitas Negeri Surabaya (Unsea) sebanyak 15 Orang; Asep Sahrudin (Univ. Mathla'ul Anwar Banten); Suciati Rahayu Widyastuti (Univ. Nahdlatul Ulama Cirebon); Hariadi Ahmad (IKIP Mataram NTB); Rahmawati M (Universitas Muhammadiyah Kendari); Ginanjar Nugraheningsih dan Indra Zultiar (Universitas Muhammadiyah Sukabumi); Dewi Ariani (Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Solok Sumatera Barat); Miftahul Jannah (STKIP YPM Bangko Jambi); Herniwati Wahid (Universitas Cokroaminoto Palopo Sulawesi Selatan); St. Muriati (Universitas "45" Makassar); Ema Butsi Prihastari (Universitas Slamet Riyadi); Eka Marwati (STKIP Nurul Huda Sukaraja Summatera Selatan); Uli Agustina Gultom (Universitas Borneo Tarakan Kalimantan Utara); Hasrul Wahid (STKIP Kie Raha Ternate Maluku Utara): dan Rustam (Universitas Sembilan Belas Kolaka Sulawesi Tenggara). Editor: Memed 120815.