Brinckerhoff
(1994) mengatakan self advocacy merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh individu untuk mengenali, mengetahui kebutuhan dan ketidakmampuan dalam belajar
tanpa mengorbankan hak dan martabat diri sendiri atau orang lain. Ada tiga
keterampilan yang saling terkait dalam self
advocacy yaitu: a) pengetahuan tentang apa yang diinginkan, b) pengetahuan
tentang hak yang harus dimiliki secara hukum, c) kemampuan yang efektif dalam
mencapai tujuan.
Menurut
Van Reusen (1994;1996) mengatakan self
advocacy sebagai keterampilan yang
dimiliki oleh individu dalam berkominikasi secara efektif, menyampaikan
pendapat, bernegosiasi, menyatakan minat, keinginan, kebutuhan, dan hak-haknya,
serta kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang di ambil (Van Reusen, Bos, Schumaker, & Deshler, 1994; Van
Reusen, 1996).
Self advocacy
sebagai pembelajaran bagi siswa sekolah menengah yang berfokus pada pengetahuan
tentang hak dan tanggung jawab, keterampilan negosiasi, mengidentifikasi dan
meminta akomodasi dan intruksi untuk berpartisipasi dan mengarahkan pendidikan
sendiri (Pacock, 2002). Self advocacy
didefinsikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berbicara sesuai
dengan apa yang diinginkan, dibutuhkan dan diharapkan dalam mencapai kesuksesan
di jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan (Schreiner,
2007).
Self advocacy
didefinisikan sebagai mempersiapkan diri dengan keterampilan yang diperlukan
agar seorang individu agar merasa nyaman terhadap diri sendiri, menyatakan
dengan jelas tentang kebutuhan, dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang
di ambil (Kurpius & Rozecki, dalam Steele, 2008). Sementara itu Dr.
Patricia Ganz menyatakan self advocacy
mengetahui tentang kekurangan dan kelebihan dan secara potensial yang dapat
memberdayaan diri untuk bertanggung jawab (NCCS, 2009).
Menurut
Astramovich dan Harris (2007) menyatakan ada beberapa kompetensi self advocacy yang dapat dikembangkan
kepada siswa dalam membantu menghilangkan hambatan dalam meraih kesuksesan
pendidikan mereka, kompetensi tersebut berupa: kesadaran, pengetahuan dan
keterampilan. Kompetensi self advocacy
yang dapat dilatihkan dan dikembangkan kepada calon konselor dan konselor
sekolah antara lain pengetahuan dan keterampilan (Toporek, Lewis, & Crethar,
2009).
Dari
pendapat ahli di atas self advocacy didefinisikan
sebagai keterampilan yang dimiliki individu dalam mengenali dan mengetahui kekurangan,
kelebihan, keinginan dan minat, dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyampaikan
pendapat, bernegoasiasi dalam memperoleh hak-haknya, serta dapat bertanggung
jawab atas segala keputusan yang diambil tanpa mengorbankan hak dan martabat
diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat memperoleh kesuksesan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan lapangan pekerjaan.
Van
Reusen (1996) mengemukakan ada empat komponen
self advocacy, yaitu: 1) Keterampilan
komunikasi, 2) Negosiasi, 3) Pengambilan keputusan, 4) Kesadaran tanggung
jawab. Menurut Oregon Department of
Education (2001) mengemukakan ada empat komponen self advocacy sebagai berikut: pertama,
self awareness (kesadaran diri), kedua, Pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan, Ketiga,
merencanakan tujuan masa depan, keempat,
Keterampilan komunikasi.
Dari
pendapat Van Reusen (1996) dan Oregon
Department of Education (2001) tentang komponen-komponen self advocacy diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa komponen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari
: 1) kesadaran diri (self awareness),
2) keterampilan komunikasi, 3) keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan, dan 4) kesadaran tanggung jawab.