Berbakti dengan Ilmu

"Dalam meraih keberhasilan akan penuh dengan tantangan"

August 24, 2021

SABILITAS EMOSI

Pengertian

Kestabilan emosi adalah keaadaan individu yang memiliki emosi yang matang ketika mendapatkan rangsangan dari luar tidak menimbulkan gangguan emosional, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap. Goleman (1999) menyatakan bahwa emosi berperan besar dalam suatu tindakan, bahkan dalam pengambilan keputusan yan paling rasional, perasaan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang rasional, selain itu keadaan emosional individu dapat membantu mengatasi konflik secara tepat. Kestabilan emosi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu dalam mengontrol emosinya dengan cara menampilkan reaksi yang tepat atas rangsang yang diterima, sehingga individu mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialami maupun berhubungan dengan orang lain (Santrock, 2003).

Stabilitas emosi (emotional stability) dibagi menjadi 2 bentuk antara lain, stabilitas yang positif yaitu individu cenderung tenang, percaya diri, dan memilki penderian teguh, sementara stabilitas yang negative yaitu individu cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki penderian yang teguh (Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, 2008). Menurut penelitian Sheema A. (2005) bahwa hasil menunjukan siswa laki-laki lebih stabil secara emosioanl dari pada siswa perempuan, mungkin karena kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan, dan mudah terganggu oleh oreng- orang sekitar, selain itu perempuan juga memiliki rasa cemas dan perasaan tidak aman.

Salah satu model kepribadian yang biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan serta mengidentifikasi kepribadian individu adalah Big Five Personality.Dimensi kepribadian yang terdapat dalam model Big Five Personality antara lain extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience (Robbins dan Judge, 2008) Bahwa extraversion merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang suka bergaul dan tegas. Agreeableness merupakan kepribadian yang menggambarkan kepribadian seseorang yang bersifat baik, senang bekerjasama, serta penuh kepercayaan. Conscientiousness merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bisa dipercaya, gigih, teratur, serta bertanggung jawab. Emotional Stability adalah kepribadian yang menggambarkan seseorang yang tenang dan tidak mudah gugup. Openness to experience mendeskripsikan seseorang yang menyukai hal-hal yang baru, imaginatif, mempunyai pemikiran yang luas (Ayu, Pradnya, Suardikha, Ayu, & Budiasih, 2003).

Stabilitas yang di maksud adalah reaksi individu baik secara emosi maupun fisik, individu yang memilki stabilitas emosi yang baik adalah individu yang mampu memahami apa yang sedang dirasakan dan mengekspresikannya secara tepat. Sebaliknya, individu yang memiliki stabilitas yang rendah emosinya digambarkan sebagai individu yang sulit mengenali apa yang dirasakan sebenarnya, dan melampiaskan perasaannya dengan cara yang destruktif.

Karakteristik stabilitas emosi antara lain mampu merespon perubahan situasi dengan baik, mampu menunda respon terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak beralasan, dan mau mengakui kesalahan tanpa malu (Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, 2002). Aspek-aspek dari kestabilan emosi yaitu: kontrol emosi yang meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri individu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita, prinsip, bentui respon emosi yang dipilih dan ditampilkan individu saat menghadapi situasi tertentu, dan kematangan emosi yaitu kemampuan individu untuk melakukan respon emosi yang sesuai dengan tingkat perkembangannya yang diindikasikan dengan adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir, tidak mudah cemas, dan tidak mudah marah (Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, 2002).

Pada keadaan emosi yang stabil individu berfikir dan bertindak secara realitas. Emosi yang stabil individu seperti inilah yang dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan emosi stabil atau tenang, dari memiliki emosi yang stabil seperti itu individu dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat serta kepala dingin. Jika sebaliknya, individu yang kurang mampu mengelolah emosi dan tidak memiliki emosi yang stabil seperti gugup, cemas, individu seperti inilah yang akan sulit mengambil keputusan, dan lamban, dan terkadang tidak sesuai dengan harapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah individu dapat mengekspresikan reaksi yang tidak berlebihan atas rangsangan yang diterima. Selain itu kestabilan emosi ini merupakan tahapan individu yang harus dicapai untuk lebih tenang dalam menghadapi segala permasalahan dan persoalan. Dengan adanya stabilitas emosi pada individu maka dapat menyeimbangkan antara kekuatan diri dan harapan yang akan dicapai (Ahmad Susanto. 2015).

Aspek Kestabilan Emosi

Respon emosi. Pada aspek respons emosi mempunyai sifat baik dan sehat, karena itu dalam memperoleh Kesehatan emosi tidak dengan cara menahan atau menghilangkan reaksi emosi yang timbul, sikap tenang dan dingin merupakan penyesuaian emosi yang baik, tuntutan kehidupan membutuhkan reaksi emosi yang menandai atau respon yang tidak menyulutkan dan tidak merusak penyusaian personal, soaial dan emosi itu sendiri.

Kematangan emosi. Kematangan emosi merupakan kemampuan individu utuk melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat perkembangan pribadi. Gilmer (dalam Dewi, 2009) mengemukkan bahwa kematangan emosi tidak mempunyai Batasan umur, artinya kematangan emosi sesorang tidak bisa dilihat. Gelmer mengemukakkan indicator kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah. Difinisi tentang kematangan emosi merupakan suatu keadaan tercapainnya tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosi.

Kontrol emosi. Kontrol emosi merupakan fase kusus dari control diri yang sangat penting bagitercapinnya kematangan, penyesuaiaan dan Kesehatan mental. Control emosi ini meliputi emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri inividu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita serta prinsip. Indikasi control yang kurang baik dapat dilihat dari timbulnya kegagalan pada hal-hal sebagai berikut, pengaturan perasaan seksual, pembatasaan kesenganan pada materi, penempatan moralitas diatas kesenagan sementara serta pengindaran diri sedikit dari stimulus yang menyulitkan individu yang mampu mengekspresikan emosi secara tepat akan memperoleh kepuasan untuk mengarahkan energi emosi kedalam aktivitas yang kreatif dan produktif (smith, 1955). Kontrol emosi termasuk salah satu aspek control diri, yaitu dengan mengahdapi situasi dengan sikap rasional, mampu memberikan respon dan mengartikan situasi cecara tepat dan tidak berlebihan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Emosi

Menurut Fatimah (2010), proses Kestabilan Emosi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor berpikir positif dipengaruhi beberapa hal misalnya eksternal dan internal, faktor ekternal atau dari luar diri misalnya lingkungan sekitar, teman bergaul, dan faktor internal atau dari dalam diri misalnya kemampuan rendah, inteligensi yang rendah, cemas serta memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik. Menurut Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakkan beberapa factor kestabilan emosi sesorang yaitu: Kondisi fikis, Pembawaan, dan suasana hati, lingkungan, pengalaman dan factor individu.Faktor-faktor internal dan eksternal itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Faktor fisiologis. Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh.

Faktor psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan pengendalian diri dan berpikir positif seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.

Faktor pengalaman. Tidak semua pengalaman mempunyai makna, dalam pengendalian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam pengendalian diri dan cara berpikir yang positif, terutama pengalaman yang menyenangkan atau menyusahkan. Pengalaman yang menyenagkan seperti memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan proses pengendalian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan pengendalian diri yang keliru/salah suai dan menimbulkan cara berpikir yang negatif.

Faktor belajar. Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses pengendalian diri dan berpikir positif. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola respons yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian besar respons dan ciri-ciri kepribdaian lebih banyak diperoleh dari proses belajar daripada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses pengendalian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.

Faktor determinasi diri. Proses pengendalian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf pengendalian yang tinggi dan cara berpikir.

Faktor konflik. Pengaruh konflik terhadap perilaku tergantung pada sifat konflik itu sendiri. Ada pandangan bahwa setiap konflik bersifat mengganggu. Padahal, ada orang yang memiliki banyak konflik tetapi tidak mengganggu atau tidak merugikannya. Sebenarnya beberapa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan pengendalian dirinya. Ada orang yang mengatasi konfliknya dengan cara meningkatkan usaha kearah pencapaian tujuan yang menguntungkan bersama secara sosial. Akan tetapi, ada pula yang memecahkan konflik dengan cara melarikan diri, sehingga menimbulakan gejala-gejala neurotis.

Faktor perkembangan dan kematangan. Dalam proses perkembangan, respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif menjadi respon yang bersifat hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia, perubahan dan perkembangan respons, tidak hanya diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respons. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai individu berbeda-beda, sehinggah pola-pola pengendalian dirinya juga akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan antara pengendalian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan memengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, intelektual. Dalam fase tertentu, salah satu aspek mungkin lebih penting dari aspek lainnya.

Faktor lingkungan. Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap pengendalian diri seseorang, dalam kehidupan dimasyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses pengendalian sosial. pengendalian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum. pengendalian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai pengendalian pribadi dan sosial secara baik.

Faktor Budaya dan Agama. Proses, mulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh kultur dan agama. Lingkungan kultural individu tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola pengendalian dirinya. Proses yang dilakukan oleh individu dalam pengendalian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakatnya. Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memilki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam proses pengendalian sosial, individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya

Daftar Pustaka

Ahmad Susanto. 2015. Bimbingan dan Konseling di Tamam Kanak-Kanak. Jakarta: Prenadamedia Group

Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia

Goleman Daniel. 1999. Working with Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (penerjemah Alex Tri Kantjo Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hariadi Ahmad dan Aluh Hartati. 2016. Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk Konselor Sekolah. LPP Mandala. Mataram

Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, N. A. K. 2002. Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 121 – 132.

Robbins P. Stephen & Judge A. Timothy. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat

Santrock, J. W. 2003. Perkembangan Masa Remaja. Jakarta: Erlangga.

Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

December 3, 2020

MENGEMBANGKAN ANTI KEKERASAN BERBASIS GENDER MELALUI KURIKULUM KAMPUS MERDEKA

MENGEMBANGKAN ANTI KEKERASAN BERBASIS GENDER MELALUI KURIKULUM KAMPUS MERDEKA

Oleh:

Hariadi Ahmad, M.Pd

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Pendidikan Mandalika

 

Kekerasan fisik, pemerkosaan, hamil diluar nikah, aborsi, pengancaman secara psikis, yang paling banyak terjadi dilingkungan lembanga Pendidikan tidak luput juga terjadi di perguruan tinggi, kekerasan fisik dan Psikis ini sering dilakukan oleh Dosen ke mahasiswa, mahasiswa ke sesama mahasiswa, bahkan mahasiswa ke Dosen. Kekerasan fisik dan psikis dalam dunia Pendidikan perlu penaganan yang lebih serius, sebagai upaya pencegahan kekerasan yang bersifat secara fisik dan psikis berbasis gender dilingkungan perguaruan tinggi dapat dilakukan melalui pengembagan kurikulum merdeka belajar kampus merdeka. Dalam belajar medeka kampus merdeka bagi perguruan tinggi ditekankan pada pengembangan soft skills maupun hard skills pada delapan aspek yaitu Magang/Praktek Kerja, Assiten Mengajar di Satuan Pendidikan, Penelitian/Riset, Proyek Kemanusiaan, Kegiatan Wirausaha, Studi/Proyek Independen, Membangun Desa/Kuliah Kerja Nyata Tematik, dan Pertukaran Pelajar. Selain pengembangan delapan aspek diatas tujuan yang paling penting dalam Belajar Merdeka Kampus Merdeka pada lulusan adalah tercapainya inti dasar Pendidikan yaitu Ahlak Mulia yang ditunjang pada pengembangan Spritualitas, Nilai-nilai kehidupan, Pengetahuan, Keterampilan, sikap mental dan etika profesi.

Selain delapan aspek dan inti dasar capaian Pendidikan diatas yang menjadi tolak ukur dalam pengembangan merdeka belajar kampus merdeka baik di sekolah atau diperguaruan tinggi, maka ada keterampilan yang perlu dikembangkan dalam mengatasi kekerasan terutama dalam kekerasan berbasis gender pada perguaruan tinggi, antara lain; Empati, Kolaborasi dan kerjasama, dan Semangat Juang dan Tanggung Jawab.

Empati

Empati merupakan pemahaman seseorang individu untuk dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memunculkan suatu tindakan positif untuk membantu seseorang melalui sebuah komunikasi dan perilaku. Empati terbentuk atas pengalaman yang disempurnakan dari hasil pembelajaran sosial yang berupa pengalaman pribadi, kepribadian dan perkembangan moral, empati juga dapat dimunculkan melalui proses komunikasi verbal dan nonverbal, respon perasaan yang dimunculkan oleh seseorang kepada orang lain serta kemampuan untuk berfikir dan merasa diri ke dalam kehidupan batin orang lain. Empati dalam arti luas mengacu pada respon individu terhadap orang lain sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan atau kehilangan identitas dirinya. Salah satu contoh empati dalam bentuk tindakan berupa gambar dibawah yang dimana mahasiswa inklusi yang sedang disuapi makanan.

Kolaborasi, Kerjasama

Keterampilan kolaborasi atau kerjasama sangat perlu dikembangkan pada mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsi sehingga setelah mereka lulus menjadi terbiasa dalam berkolaborasi dan bekerjasama dengan tim dalam sebuah pekerjaan, dengan kolaborasi tertanam nilai-nilai partisipasi, tanggung jawab, tujuan yang masuk akal, memecahkan masalah, perbedaan pendapat, mengetahui kemampuan diri. Dengan keterampilan kolaborasi maka akan terbentuk kepribadian individu yang menghormati orang lain, pengakuan diri, rasa memiliki, menghormati keputusan bersama, bertanggung jawab, dan percaya diri.

Semangat Juang dan Tanggung Jawab

Semangat juang merupakan keinginan atau kemauan individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkan dengan sebaik-bainya serta bersipat positif untuk dirinya dan lingkungannya. Semangat juang inilah yang perlu dikembangkan pada mahasiswa melalui kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikampus dan luar kampus sehingga hasil yang diperoleh dari hasil belajar dapat dipertangungjawabkan terhadap diri sendiri, masyarakat dan Tuhan.


Mataram, 3 Desember 2020.



September 21, 2020

PENGUATAN KARAKTER MAHASISWA MELALUI PENGAYAAN MATERI MATAKULIAH

 

PENGUATAN KARAKTER MAHASISWA MELALUI PENGAYAAN MATERI MATAKULIAH

Oleh: Hariadi Ahmad, M.Pd

Dosen Program Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Pendidikan Mandalika
Peserta DKT Daring Penguatan Karakter dari Unsur Fasilitator Pendidikan Keluarga Angkatan 6 Tahun 2020


Penguatan karakter ditunjang tiga unsur kemitraan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat (Tim DKT Daring Penguatan Karakter, 2020), Sesuai tujuan Pendidikan tinggi yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang mewujudkan peserta didik/mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Namun kenyataan dilapangan masih terjadi kasus yang mencerminkan minimnya karakter profil pelajar pancasila, baik yang dilakukan oleh mahasiswa dan alumni di Nusa Teggara Barat, contoh Polisi menagkap 10 Orang dilingkungan kampus yang terlibat narkoba (Lombok Post, 17/7/2020). Kematian Mahasiwa yang ditemukan tergantung diventilasi rumah pelaku (Koran NTB, 3/8/2020), dan seorang anak bunuh ayah kandungnya di Mataram karena dibangunkan Solat (Regional Kompas, 04 Juni 2019).

Pendidikan tinggi sebagai agen perubahan serta memberikan pengaruh dan dukungan sepenuhnya terhadap pengembangan karakter, maka perguruan tinggi mempunyai tanggung jawab besar dalam mengembangkan karakter mahasiswa yang dirancang dalam kurikulum, pedagogi dan asesmen yang dilaksanakan oleh dosen melalui pengajaran mata kuliah. Pengembangan penguatan karakter mahasiswa melalui pengayaan materi mata kuliah dapat dilihat pada gambar Ilustrasi/alur dibawah:

Ilustrasi/alur pengembangan penguatan karakter diatas, dijelaskan sebagai berikut:

Langkah 1: Laporan dan diskusi kebijakan ketua Prodi, setelah webinar Penguatan Karakter Angkatan ke 6 selanjutnya melaporkan hasil dengan memaparkan materi, serta diskusi kebijakan kaprodi dalam implementasi penguatan karakter dalam matakuliah.

Langkah 2: Diskusi bersama tim pengembang kurikulum dan tim layanan Bimbingan dan Konseling, setelah laporan kepada kaprodi dengan menyarankan diskusi mendalam dengan tim terhadap pengkajian setiap matakuliah yang dapat memberikan pengayaan materi penguat karakter dalam matakuliah

Langkah 3: Sosialisai materi penguatan karakter kepada seluruh dosen prodi, setelah melakukan diskusi dengan tim pengembang kurikulum dan layanan Bimbingan konseling, dan atas kebijakan kaprodi maka dilakukan sosialisai materi penguatan karakter kepada seluruh dosen yang mengampu matakuliah pada prodi dengan sistem daring.

Langkah 4: Implementasi materi penguatan karakter dalam pengayaan materi matakuliah, setelah dilaksanakan sosialisai melalui system daring, maka dosen memberikan pengayaan materi penguatan karakter dalam matakuliah yang diampu.

Dengan pengayaan materi penguatan karakter dalam matakuliah pada program studi, maka mahasiswa diharapakan menjadi SDM yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berprilaku sesuai dengan nilai Pancasila sesuai dengan Permendikbud No 22 Tahun 2020, yaitu mahasiswa yang memiliki serta menjunjung tinggi karakter atau nilai beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, nilai berkebinekaan global, nilai bergotong royong, nilai mandiri, nilai bernalar kritis, dan nilai kreatif.

 

Literatur

https://koranntb.com/2020/08/03/deretan-kejanggalan-kasus-kematian-mahasiswi-unram/ diakses, 17 September 2020.

https://lombokpost.jawapos.com/kriminal/17/07/2020/polisi-gerebek-narkoba-di-universitas-mataram-10-orang-ditangkap/ diakses, 17 September 2020.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/04/14562841/anak-bunuh-ayah-kandungnya-karena-dibangunkan-shalat-ini-5-faktanya?page=all diakses, 17 September 2020

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 tentang rencana stategis kementrian Pendidikan dan kebudayaan tahun 2020-2024. Kementrian Pendidikan dan Kebudayan. Jakarta

Tim DKT Daring Penguatan Karakter. 2020. PPT Paparan Penguatan Karakter. Pusat Penguatan Karakter. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi. Kemenkumham. Jakarta



September 5, 2020

TEKNIK DALAM BEHAVIORISME (Materi 2)

    Konseling Behaviorisme adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behaviorisme merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Teknik behaviorisme adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tingkah laku yang dilakukan melalui proses belajar agar seseorang biasa bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan norma kehidupan. Menurut Rosjidan (dalam Komalasari dkk, 2011) berpandangan bahwa konseling behaviorisme merupakan tingkah laku yang dapat dipelajari melalui belajar tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru. Sedangkan menurut Palmer (2016) menjelaskan bahwa teori tingkah laku pada konseling difokuskan untuk menghasilkan  perubahan tingkah laku klien.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud konseling behaviorisme adalah pemberian bantuan yang dilakukan oleh peneliti kepada klien untuk merubah tingkah laku yang merugikan dirinya. Dimana tingkah laku dapat dipelajari melalui proses belajar dan tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku yang baru, yang dengan demikian diharapkan konseli bertindak dan bertingkah laku sesuai norma kehidupan.

Tujuan Teknik Behaviorisme

Perilaku bermasalah dalam pandangan behavior adalah sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai yang diharapkan. Untuk menangani masalah tersebut diperlukannya teknik behaviorisme yang bertujuan membantu klien membuang tingkah laku lama yang merusak diri dan mempelajari perilaku baru yang lebih sehat. Klien menghadapi masalah karena salah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau masalah tersebut ditimbulkan karena penyimpangan perilaku. Menurut Palmer (2016) konseling behaviorisme bertujuan untuk menghasilkan perubahan perilaku realistic yang diinginkan melalui pendekatan yang terencana dan konsisten.

Adapun tujuan teknik behaviorisme menurut pendapat dari Komalasari dkk (2011) sebagai berikut :Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar, Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif, Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari, Membantu konseli membuang respons-respons yang lama merusak diri atau maladaptive dan mempelajari respons-respons yang lebih sehat, Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang diinginkan, Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.

Berdasarkan pendapat diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan konseling behaviorisme adalah untuk membantu klien membuang respons-respons lama yang merusak diri, dan mempelajari respons-respons baru yang lebih sehat dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.

Teknik Konseling Behaviorisme

Dalam proses konseling behaviorisme ada beberapa teknik pendekatan yang perlu diketahui konselor agar konseling behaviorisme berjalan dengan baik. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik Covert Sensitization. Teknik Covert Sensitization adalah teknik yang digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang. Alasan peneliti menggunakan teknik ini karena sikap konsumtif pada klien adalah kegiatan yang menyenangkan dan dilakukan secara sadar. Jadi, dengan menggunakan teknik ini maka dapat membantu klien untuk mengurangi sikap konsumtif.

Adapun tahapan-tahapan konseling behaviorisme yang harus dilalui yaitu ada 4 (Komalasari dkk, 2011): 

1)        Melakukan penilaian (Assesmen), pada tahap ini peneliti dituntut untuk memahami permasalahan yang dimiliki klien yang mencakup aktivitas nyata baik itu perasaan maupun masalah pikiran klien. Terdapat beberapa informasi yang digali dalam assesmen, yaitu ; a)Analisis tingkah laku bermasalah yang dialami klien saat ini. Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus, b) analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi, c) analisis motivasional, d) analisis self control e) analisis hubungan sosial, dan f) analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Dalam kegiatan ini peneliti melakukan analisis ABC. A = Antecedent (Membeli barang tidak sesuai kebutuhan), B = Behavior (Sikap Konsumtif), C = Consequence (Mengurangi kesempatan untuk menabung, memupuk sikap atau gaya hidup konsumerisme, terbiasa hidup boros).

2)        Tahap Menetapkan Tujuan (Goal Setting), peneliti dan klien menentukan tujuan konseling sesuai kesepakatan bersama berdasarkan informasi yang telah disusun. Penetapan tujuan konseling dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) membantu klien untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang diinginkan, b) memperhatikan tujuan klien berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur, c) memecahkan tujuan ke dalam sub tujuan dan menyusun tujuan menjadi susunan yang berurutan.

3)        Tahap Penetapan Teknik (Techniques Implementation)

Setelah tujuan konseling dirumuskan, peneliti dan klien menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu klien mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Peneliti dan klien mengimplementasikan teknik-teknik konseling yang sesuai dengan masalah yang dialami oleh klien.

4)    Evaluasi dan pengakhiran (Evaluation -Termination), yaitu proses yang berkesinambungan. Evaluasi dibuat atas dasar apa yang klien perbuat. Tingkah laku klien digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas peneliti dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri konseling. Terminasi meliputi: menguji apa yang klien lakukan terakhir, eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan, membantu klien mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke tingkah laku konseli, dan memberi jalan untuk memantau terus menerus tingkah laku klien. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap konseling behaviorisme diantaranya: tahapan penilaian (asessmen), tahapan menetapkan tujuan (Goal Setting), tahapan penerapan teknik (techniques implementation), tahap evaluasi dan terminasi (evaluation termination). Tahapan- tahapan tersebut saling berkaitan satu sama lain sehinggga peneliti dan klien diharapkan memperhatikan tahapan-tahapan yang ada sehingga proses konseling behaviorisme berjalan dengan baik.

July 5, 2019

PAKTA INTEGRITAS ASESOR


BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Gedung LPMP Nusa Tenggara Barat, Jl. Panjitilar Negara No.8 Mataram, Kode Pos : 83114
Telepon : (0370) 631088, 636310, Fax. : (0370) 629835
Email : bapsmntb@yahoo.co.id

 



PAKTA INTEGRITAS ASESOR

Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama                                      :  HARIADI AHMAD, S.Pd., M.Pd.
Unit Kerja                                :  Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Mataram
Alamat Kantor                          :  Jalan Pemuda No 59 A Kota Mataram NTB Indonesia

Bertugas sebagai asesor pada,
Nama Sekolah/Madrasah          :  MTSS NW SEKUNYIT
Alamat Sekolah/Madrasah        :  JL. TGH. Ahmad Amrillah Abiantubuh, Sekunyit Desa Bunut Baok
   Praya Lombok Tengah NTB
                                                          
Dengan ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas visitasi, saya:
1.  bersikap adil, bekerja dengan obyektif dan bertanggung jawab serta menjunjung tinggi kejujuran;
2.  menjaga kerahasiaan data dan informasi yang diperoleh serta hasil pelaksanaan akreditasi;
3. tidak melakukan perjanjian dan/atau kesepakatan sepihak atau bersama-sama dengan sekolah/madrasah yang divisitasi baik secara individual maupun tim yang mengakibatkan tidak obyektifnya hasil visitasi; 
4. tidak menerima apa pun dari sekolah/madrasah dan pihak lain baik secara tim maupun individual sehingga memengaruhi hasil akreditasi; dan
5.  mematuhi seluruh aturan yang berlaku di BAN-S/M.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan penuh rasa tanggung jawab dan apabila saya melanggar ketentuan-ketentuan pada butir 1 s.d 5 di atas, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pernyataan ini dibuat pada tanggal 21 Mei 2019
Di Sekunyit Desa Bunut Baok Lombok Tengah
Asesor,  




 HARIADI AHMAD, S.Pd., M.Pd.