Pengertian
Kestabilan emosi adalah keaadaan
individu yang memiliki emosi yang matang ketika mendapatkan rangsangan dari
luar tidak menimbulkan gangguan emosional, memiliki keseimbangan yang baik dan
mampu menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap. Goleman (1999) menyatakan bahwa emosi
berperan besar dalam suatu tindakan, bahkan dalam pengambilan keputusan yan
paling rasional, perasaan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang
rasional, selain itu keadaan emosional individu dapat membantu mengatasi
konflik secara tepat. Kestabilan emosi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki
oleh seorang individu dalam mengontrol emosinya dengan cara menampilkan reaksi
yang tepat atas rangsang yang diterima, sehingga individu mampu menyesuaikan
diri dengan kondisi yang sedang dialami maupun berhubungan dengan orang lain
(Santrock, 2003).
Stabilitas
emosi (emotional stability) dibagi menjadi 2 bentuk antara lain, stabilitas
yang positif yaitu individu cenderung tenang, percaya diri, dan memilki
penderian teguh, sementara stabilitas yang negative yaitu individu cenderung
mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki penderian yang teguh
(Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, 2008). Menurut penelitian Sheema A.
(2005) bahwa hasil menunjukan siswa laki-laki lebih stabil secara emosioanl
dari pada siswa perempuan, mungkin karena kurangnya kemampuan untuk
menyesuaikan, dan mudah terganggu oleh oreng- orang sekitar, selain itu
perempuan juga memiliki rasa cemas dan perasaan tidak aman.
Salah satu
model kepribadian yang biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan serta
mengidentifikasi kepribadian individu adalah Big Five Personality.Dimensi
kepribadian yang terdapat dalam model Big Five Personality antara lain
extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan
openness to experience (Robbins dan Judge, 2008) Bahwa extraversion merupakan
kepribadian yang menggambarkan seseorang yang suka bergaul dan tegas. Agreeableness
merupakan kepribadian yang menggambarkan kepribadian seseorang yang bersifat
baik, senang bekerjasama, serta penuh kepercayaan. Conscientiousness merupakan
kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bisa dipercaya, gigih, teratur,
serta bertanggung jawab. Emotional Stability adalah kepribadian yang
menggambarkan seseorang yang tenang dan tidak mudah gugup. Openness to
experience mendeskripsikan seseorang yang menyukai hal-hal yang baru,
imaginatif, mempunyai pemikiran yang luas (Ayu, Pradnya, Suardikha, Ayu, &
Budiasih, 2003).
Stabilitas yang
di maksud adalah reaksi individu baik secara emosi maupun fisik, individu yang
memilki stabilitas emosi yang baik adalah individu yang mampu memahami apa yang
sedang dirasakan dan mengekspresikannya secara tepat. Sebaliknya, individu yang
memiliki stabilitas yang rendah emosinya digambarkan sebagai individu yang
sulit mengenali apa yang dirasakan sebenarnya, dan melampiaskan perasaannya
dengan cara yang destruktif.
Karakteristik
stabilitas emosi antara lain mampu merespon perubahan situasi dengan baik,
mampu menunda respon terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak
beralasan, dan mau mengakui kesalahan tanpa malu (Maharani Chrystie Widanti,
Tuti Hardjajani, 2002). Aspek-aspek dari kestabilan emosi yaitu: kontrol emosi
yang meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan
atau situasi dan standar dalam diri individu yang berhubungan dengan
nilai-nilai, cita-cita, prinsip, bentui respon emosi yang dipilih dan
ditampilkan individu saat menghadapi situasi tertentu, dan kematangan emosi
yaitu kemampuan individu untuk melakukan respon emosi yang sesuai dengan
tingkat perkembangannya yang diindikasikan dengan adanya kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir, tidak mudah cemas, dan
tidak mudah marah (Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani, 2002).
Pada keadaan
emosi yang stabil individu berfikir dan bertindak secara realitas. Emosi yang
stabil individu seperti inilah yang dapat menyelesaikan segala permasalahan
yang dihadapi dengan emosi stabil atau tenang, dari memiliki emosi yang stabil
seperti itu individu dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat serta
kepala dingin. Jika sebaliknya, individu yang kurang mampu mengelolah emosi dan
tidak memiliki emosi yang stabil seperti gugup, cemas, individu seperti inilah
yang akan sulit mengambil keputusan, dan lamban, dan terkadang tidak sesuai
dengan harapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah
individu dapat mengekspresikan reaksi yang tidak berlebihan atas rangsangan
yang diterima. Selain itu kestabilan emosi ini merupakan tahapan individu yang
harus dicapai untuk lebih tenang dalam menghadapi segala permasalahan dan
persoalan. Dengan adanya stabilitas emosi pada individu maka dapat
menyeimbangkan antara kekuatan diri dan harapan yang akan dicapai (Ahmad
Susanto. 2015).
Aspek Kestabilan Emosi
Kematangan emosi. Kematangan emosi
merupakan kemampuan individu utuk melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat
perkembangan pribadi. Gilmer (dalam Dewi, 2009) mengemukkan bahwa kematangan
emosi tidak mempunyai Batasan umur, artinya kematangan emosi sesorang tidak
bisa dilihat. Gelmer mengemukakkan indicator kematangan emosi seseorang dapat
dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah
khawatir atau cemas dan tidak mudah marah. Difinisi tentang kematangan emosi
merupakan suatu keadaan tercapainnya tingkat kedewasaan dalam perkembangan
emosi.
Kontrol emosi. Kontrol emosi
merupakan fase kusus dari control diri yang sangat penting bagitercapinnya
kematangan, penyesuaiaan dan Kesehatan mental. Control emosi ini meliputi emosi
dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam
diri inividu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita serta prinsip.
Indikasi control yang kurang baik dapat dilihat dari timbulnya kegagalan pada
hal-hal sebagai berikut, pengaturan perasaan seksual, pembatasaan kesenganan
pada materi, penempatan moralitas diatas kesenagan sementara serta pengindaran
diri sedikit dari stimulus yang menyulitkan individu yang mampu mengekspresikan
emosi secara tepat akan memperoleh kepuasan untuk mengarahkan energi emosi kedalam
aktivitas yang kreatif dan produktif (smith, 1955). Kontrol emosi termasuk
salah satu aspek control diri, yaitu dengan mengahdapi situasi dengan sikap
rasional, mampu memberikan respon dan mengartikan situasi cecara tepat dan
tidak berlebihan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan
Emosi
Menurut Fatimah (2010), proses Kestabilan
Emosi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu
sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor berpikir positif
dipengaruhi beberapa hal misalnya eksternal dan internal, faktor ekternal atau
dari luar diri misalnya lingkungan sekitar, teman bergaul, dan faktor internal
atau dari dalam diri misalnya kemampuan rendah, inteligensi yang rendah, cemas
serta memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik.
Menurut Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakkan beberapa factor
kestabilan emosi sesorang yaitu: Kondisi fikis, Pembawaan, dan suasana hati,
lingkungan, pengalaman dan factor individu.Faktor-faktor internal dan eksternal
itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Faktor fisiologis. Kondisi fisik, seperti struktur
fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya
secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh.
Faktor psikologis. Banyak faktor psikologis yang
mempengaruhi kemampuan pengendalian diri dan berpikir positif seperti
pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi,
depresi, dan sebagainya.
Faktor pengalaman. Tidak semua pengalaman mempunyai
makna, dalam pengendalian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam
pengendalian diri dan cara berpikir yang positif, terutama pengalaman yang menyenangkan
atau menyusahkan. Pengalaman yang menyenagkan seperti memperoleh hadiah dari
suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan proses pengendalian diri yang baik.
Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan pengendalian diri yang
keliru/salah suai dan menimbulkan cara berpikir yang negatif.
Faktor belajar. Proses belajar merupakan suatu dasar
yang fundamental dalam proses pengendalian diri dan berpikir positif. Hal ini
karena melalui belajar, pola-pola respons yang membentuk kepribadian akan
berkembang. Sebagian besar respons dan ciri-ciri kepribdaian lebih banyak
diperoleh dari proses belajar daripada diperoleh secara diwariskan. Dalam
proses pengendalian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah
laku sejak fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat
dengan kematangan.
Faktor determinasi diri. Proses pengendalian diri,
disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, terdapat faktor
kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf pengendalian yang tinggi dan cara
berpikir.
Faktor konflik. Pengaruh konflik terhadap perilaku
tergantung pada sifat konflik itu sendiri. Ada pandangan bahwa setiap konflik
bersifat mengganggu. Padahal, ada orang yang memiliki banyak konflik tetapi
tidak mengganggu atau tidak merugikannya. Sebenarnya beberapa konflik dapat
memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan pengendalian dirinya. Ada
orang yang mengatasi konfliknya dengan cara meningkatkan usaha kearah
pencapaian tujuan yang menguntungkan bersama secara sosial. Akan tetapi, ada
pula yang memecahkan konflik dengan cara melarikan diri, sehingga menimbulakan
gejala-gejala neurotis.
Faktor perkembangan dan kematangan. Dalam proses
perkembangan, respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif menjadi
respon yang bersifat hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia,
perubahan dan perkembangan respons, tidak hanya diperoleh melalui proses
belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respons. Sesuai
dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai individu
berbeda-beda, sehinggah pola-pola pengendalian dirinya juga akan bervariasi
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Selain itu,
hubungan antara pengendalian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis
aspek perkembangan dan kematangan memengaruhi setiap aspek kepribadian
individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, intelektual. Dalam fase
tertentu, salah satu aspek mungkin lebih penting dari aspek lainnya.
Faktor lingkungan. Berbagai lingkungan, seperti
keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap
pengendalian diri seseorang, dalam kehidupan dimasyarakat terjadi proses saling
mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus dan silih berganti. Dari proses
tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan
aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses pengendalian sosial. pengendalian
sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat individu itu hidup dan
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup
hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau
anggota masyarakat luas secara umum. pengendalian sosial yang memungkinkan
individu untuk mencapai pengendalian pribadi dan sosial secara baik.
Faktor Budaya dan Agama. Proses, mulai lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh kultur dan
agama. Lingkungan kultural individu tempat individu berada dan berinteraksi
akan menentukan pola-pola pengendalian dirinya. Proses yang dilakukan oleh
individu dalam pengendalian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan
norma sosial yang berlaku dalam masyarakatnya. Setiap kelompok masyarakat atau
suku bangsa memilki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam
proses pengendalian sosial, individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial
yang berbeda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan
membentuk kepribadiannya
Daftar Pustaka
Ahmad Susanto. 2015. Bimbingan dan Konseling di Tamam Kanak-Kanak.
Jakarta: Prenadamedia Group
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: CV Pustaka Setia
Goleman Daniel. 1999. Working with
Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi
(penerjemah Alex Tri Kantjo Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hariadi Ahmad
dan Aluh Hartati. 2016. Panduan Pelatihan Self Advocacy Siswa SMP untuk
Konselor Sekolah. LPP Mandala. Mataram
Maharani Chrystie Widanti, Tuti Hardjajani,
N. A. K. 2002. Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Problem Solving pada
Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 121 –
132.
Robbins P. Stephen & Judge A.
Timothy. 2008.
Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
Santrock, J. W. 2003. Perkembangan Masa
Remaja. Jakarta: Erlangga.
Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.